Melihat wanita yang ia tawari tumpangan tidak merespon, pria itu pun melangkah menuju sepeda motor bebeknya.
"Ya sudah, kalau Mbak nggak percaya sama saya. Saya duluan, ya ...." Pria itu lantas menstater sepeda motornya.
Airin mulai berubah pikiran, bagaimana kalau sampai malam tidak ojek yang lewat. Berada di halte ini seorang diri sampai tengah malam, juga sama berisikonya dengan menerima tumpangan pria yang ada di hadapannya ini.
"Eh, tunggu sebentar, Mas," cegah Airin.
"Kenapa, Mbak?" tanya pria pengendara sepeda motor itu.
"Saya jadi ikut deh, masih boleh kan?" tanya Airin ragu-ragu.
"Ya sudah, ayo!" ajak pria itu.
Airin meletakkan tas besarnya di depan, baru kemudian ia naik ke boncengan pria tersebut. Sejurus kemudian motor yang mereka naiki mulai melaju membelah jalanan Ibukota menuju daerah F.
Sepanjang perjalanan Airin menggigil kedinginan, ingin rasanya dia memeluk pria yang memboncengnya itu untuk mendapatkan sedikit kehangatan.
Ah ... jangan, bagaimana kalau pria itu keberatan? Atau bisa jadi pria itu akan menganggapnya wanita murahan, yang sengaja ingin menggodanya!
Airin menggelengkan kepala, mencoba meraih kewarasannya. Hanya wanita gila yang akan memeluk pria asing tanpa tahu malu.
Airin harus mempertahankan harga diri, meskipun saat ini tubuhnya terus menggigil karena hawa dingin yang menusuk sampai ke sendi-sendi tulangnya.
Akhirnya Airin mendekap tubuh sendiri demi melawan hawa dingin yang menyiksa tersebut. Airin hanya bisa menggerutu sendiri melihat pria di depannya menggunakan jaket tebal lengkap dengan helmnya. Sementara dia di belakang menggigil kedinginan dengan pakaian yang basah kuyup.
Setelah satu setengah jam perjalanan, mereka pun tiba di daerah F. Pria itu mengantar Airin sampai ke depan rumahnya.
Airin turun dari boncengan, lalu mengambil tasnya yang ada di depan pria tersebut. Airin mengeluarkan uang dari dalam tas, lalu ia sodorkan kepada pria pengendara motor yang telah memberinya tumpangan.
"Ini untuk, Mas ... terimakasih atas tumpangannya," tutur Airin.
"Tidak perlu, Mbak. Saya bukan tukang ojek!" tolak pria itu dengan suara datar.
"Maaf, saya juga tidak menganggap Mas sebagai tukang ojek, tapi ambil saja uang ini sebagai pengganti uang bensin," ujar Airin tidak enak hati.
"Simpan saja, Mbak. Saya tidak mengharapkan imbalan!" tolak pria tersebut dengan tegas, lalu menstater motornya.
"Ehmm, tunggu Mas. Nama Mas siapa? Nama saya Airin." ujar Airin seraya mengulurkan tangan.
"Alviano, panggil saja Alvin." Pria itu menyambut jabat tangan Airin.
"Baiklah, Mas Alvin ... terimakasih atas tumpangannya," tutur Airin.
Pria itu mengangguk, lalu menarik gas sepeda motornya dan melaju pergi. Pria itu sebenarnya bernama lengkap Alexi Alviano Rahadi, yang merupakan seorang anak konglomerat kaya raya. Dia sedang menyamar untuk mengawasi proyek pembangunan apartemennya yang bermasalah di daerah ini.
Setelah pria baik hati yang memberinya tumpangan menghilang dari pandangan, Airin menyeret tasnya ke dalam rumah.
Sebenarnya tadi Airin ingin mengajak pria penolongnya itu mampir, untuk sekedar minum teh sebagai ucapan terimakasih. Sayangnya itu tidak mungkin, mengingat rumah ini telah tinggal selama bertahun-tahunnya, dan tidak ada apa-apa di dalam sana.
Airin Khairani Putri nama lengkapnya, seorang wanita yang baru saja diselingkuhi dan diceraikan oleh suaminya. Dia adalah wanita pemilik garis kehidupan malang, sangat bertolak belakang dengan indahnya nama yang tersemat pada fitrahnya.
Nasib buruk seperti tidak pernah lelah merundung hidup Airin. Dia sudah ditinggal mati sang ibunda saat berumur tujuh tahun, kemudian ayahnya menikah lagi dengan seorang janda beranak satu yang memiliki umur satu tahun di bawah Airin.
Hidup bersama ibu tiri membuat Airin menjalani hari-hari yang keras, bahkan tak jarang dia harus menjadi objek pelampiasan kekesalan si ibu tiri. Pernah suatu hari Airin terlibat perselisihan dengan adik tirinya, habislah sudah Airin menjadi bulan-bulanan tangan ibu tirinya itu.
Kemalangannya masih belum berhenti saat Airin beranjak dewasa. Ayahnya yang sudah lama sakit-sakitan akhirnya pergi menyusul Ibunda tercinta untuk selamanya.
Kepergian ayahnya meninggalkan hutang yang cukup banyak di pundak Airin, mulai hutang untuk biaya pengobatan, sampai hutang untuk biaya kehidupan selama ayahnya tidak bisa bekerja mencari nafkah.
Saat itu Airin sempat dikejar-kejar oleh rentenir, sebelum akhirnya seorang teman karib ayahnya datang untuk melunasi hutang-hutang tersebut.
Dengan maksud memberi kebahagiaan untuk putri sahabatnya, pria paruh baya itu pun menjodohkan Airin dengan putranya yang berumur sepuluh tahun di atas Airin.
Saat itu Airin masih berusia 19-tahun, dan berstatus sebagai seorang mahasiswi semester tiga jurusan tata boga. Sebenarnya berat bagi Airin menghentikan pendidikannya, apalagi mengingat beratnya perjuangan yang ia lakukan agar mendapatkan beasiswa untuk kuliah di jurusan impiannya tersebut.
Namun, karena merasa hutang budi pada ayah Galang, Airin pun menyetujui perjodohan itu. Dia melepas pendidikannya, dan mengubur dalam-dalam cita-citanya untuk menjadi seorang chef. Semua itu Airin lakukan demi bakti kepada suami.
Alih-alih bahagia, pernikahan itu malah memberi neraka kehidupan untuk Airin. Suaminya adalah seorang pencemburu akut, juga tidak segan main tangan jika Airin melakukan kesalahan sepele.
Terlebih setelah ayah Galang meninggal, suaminya itu semakin berlaku semena-mena kepada Airin. Tapi Airin bisa apa? Dia hanyalah wanita penurut yang tidak banyak tingkah.
Puncaknya adalah hari ini, Airin yang baru saja pulang sehabis menghadiri acara amal di sebuah panti asuhan, menangkap basah suaminya sedang berbuat tidak senonoh dengan adik tirinya sendirinya.
Haruskah Airin bersukur dengan kejadian menyakitkan tadi? Ya, mungkin Airin patut bersukur. Meski hatinya tersakiti, tapi setidaknya itu membuat Airin terbebas dari jeratan suami binatangnya.
Airin membuka pintu rumahnya, dengan bantuan flash smartphonenya Airin mencari stop kontak lampu. Manik mata Airin langsung memindai ruangan penuh debu dan sarang laba-laba saat lampunya menyala, rumah ini benar-benar tidak terawat. Selama pernikahannya dengan Galang, suaminya itu memang tidak pernah memberi Airin izin untuk ke sini.
Airin mengucap sukur karena masih memiliki rumah ini, semua berkat almarhum mertuanya yang menguruskan sertifikat rumah ini atas nama Airin, sehingga ibu tirinya tidak bisa macam-macam.
Jika tidak, rumah ini pasti sudah lama dijual oleh ibu tirinya, dan Airin tidak akan memiliki tempat tinggal sekarang.
Airin melangkah menuju kamarnya, dia mengganti pakaiannya yang basah. Kemudian membersihkan ranjang seadanya lalu segera tidur.
Besok akan menjadi hari yang melelahkan bagi Airin, dia pasti akan menghabiskan satu hari penuh untuk menata dan membersihkan rumahnya.
***
"Hati-hati di jalan ya sayang." Frita merapikan dasi Galang sebelum pria itu berangkat kerja.
"Aku pergi dulu!" Galang memberikan kecupan di bibir Frita, sebelum masuk ke mobilnya.
Frita tersenyum manis, dia menunggu mobil pria yang berhasil ia rebut dari kakak tirinya menghilang, baru kembali ke dalam rumah.
"Akhirnya ya, Ma. Airin sialan itu enyah juga dari sini, sekarang aku sudah menjadi nyonya besar di rumah ini," ujar Frita dengan bangga, seraya mendudukkan diri di samping wanita paruh baya yang tak lain adalah ibunya.
"Jangan senang dulu, kamu harus mendesak Galang untuk menikahimu secepatnya. Agar kita bisa menguras hartanya," ujar mama Reni mengingatkan putrinya agar tidak lengah.
"Mama tenang saja. Galang tidak bisa lepas dari aku! dia juga sudah berjanji untuk menikahiku secepatnya, karena saat ini aku tengah mengandung," sahut Frita.
"Kami pintar, Sayang. Itu baru anak mama!" puji mama Reni.
Mama Reni tersenyum puas, kesabaran mereka selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil. Putrinya sudah berhasil menyisihkan Airin, kini mereka pun bisa hidup enak, dan bergelimang kemewahan dengan harta milik Galang.
"Mama ganti baju sana!" ujar Frita.
"Memangnya kita mau ke mana?" tanya mama Reni.
"Belanja ...." Frita menunjukkan kartu debit dan kredit yang semalam diberikan Galang.
"Wah ... kamu memang hebat sayang!" Mama Reni berlari menuju kamarnya dengan penuh semangat.
Kapan lagi dia bisa berpoya-poya dan belanja sepuasnya seperti sekarang!
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan like dan komentarnya, ya. Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
martina melati
thor... sesekali bikin novel yg karakter sbg ibu tiri ato sodara tiri itu bukan antagonis...
2025-02-22
0
martina melati
koq malah dpuji sih... ini sih perbuatan asusilaaa...
2025-02-22
0
martina melati
hehehe...
2025-02-22
0