Hari ini Alexi sedang bekeliling proyek, menyamar sebagai mandor di sini membuatnya berhasil menemukan banyak kecurangan, baik itu dilakukan pihak kontraktor, maupun para pekerja.
Terdapat banyak pengerjaan yang tidak sesuai kontrak pada proyek Permata Raya City ini, padahal proyek ini sudah membuat Alexi mengivestasikan dana yang sangat besar.
Alexi kecewa dengan pembagunan akses jalan tidak sesuai spesifikasi, yang pastinya akan membuat fasilitas umum tersebut cepat hancur. Ditambah lagi banyak terjadi pengurangan material pada bangunan demi keuntungan pihak tertentu, yang membuat kualitas gedung apartemen dan perumahan real estate ini sangat buruk.
Tentu saja Alexi sangat geram, jika ini biarkan maka bisa dipastikan investasinya akan rugi besar. Belum lagi nama perusahaannya sebagai develover utama pasti akan cacat, karena konsumen akan kecewa pada unit yang mereka beli.
Saat berkeliling, sorot mata Alexi menangkap sosok pria berpakaian rapi yang tengah memberikan instruksi kepada bawahannya. Pria itu bernama Samuel, yang tak lain asisten pribadi Alexi.
Setelah Sam membubarkan bawahannya, Alexi pun memberinya kode untuk mendekat.
"Sam, kemari kau! Sedang apa kau di sini?" panggil Alexi pelan.
Pria yang tampaknya memiliki jabatan yang lebih tinggi daripada mandor itu menoleh, dia lantas berlari menghampiri Alexi.
"Sejak kapan kau di sini?" tanya Alexi.
"Baru hari ini, Tuan. Nyonya Besar mengirim saya bersama 3-orang pengawal untuk bekerja di sini. Nyonya sangat mengkhawatirkan keselamatan Anda, apalagi Nyonya sempat mendengar Anda sering terlibat cekcok dengan mandor lain, dan juga para pekerja di sini," ujar Sam.
Apa yang dikatakan asistennya itu memang benar. Alexi sering terlibat adu mulut dengan mandor lain, dan para pekerja juga banyak yang tidak menyukai Alexi.
Alexi yang menuntut bekerja sesuai spesifikasi dicap terlalu munafik, dan ingin mencari muka. Kehadiran Alexi membuat mereka merasa dirugikan, sebab mereka tidak bisa lagi menggelapkan material proyek seperti sebelumnya, jadinya para pekerja itu tidak memiliki penghasilan sampingan lagi.
"Lalu jabatanmu?" tanya Alexi sambil menaikkan alis matanya sebelah.
"Asisten kepala, Tuan."
"Bajingan kau, Sam! Beraninya kau memilih jabatan yang lebih tinggi daripada aku!" Alexi menggeram.
"Nyonya sendiri yang memilihkan posisi itu, Tuan. Agar bisa melidungi Anda." Sam beralasan.
Alexi menghela napas berat. "Baiklah, karena kau sudah ada di sini, atur jadwal pertemuan dengan pihak kontraktor untuk malam ini, aku sudah mendapatkan banyak bukti kecurangan di sini. Ini peringatan terakhir untuk meraka, aku akan menghentikan kontrak kerja sama jika mereka tidak bisa menangani kekacaun ini dengan baik!" ujarnya.
"Baik, Tuan. Ada lagi?"
"Apa kau datang ke sini mengunakan mobil?" tanya Alexi.
"Iya, Tuan," sahut Sam.
"Kalau begitu jemput aku di kontrakan nanti malam."
"Baik, Tuan."
Sejurus kemudian beberapa orang asisten lapangan datang untuk melapor pada Sam.
"Jika sudah tidak ada yang ingin kau tanyakan lagi, sana kembali bekerja!" perintah Sam sembari mengibaskan tangan.
Alexi meneguk salivanya dengan susah, dia membungkukkan badan sambil mengumpat dalam hati. Enak saja asistennya itu membentak dan memerintah seperti ini.
"Baik, Pak. Saya mohon diri." Alexi memberi hormat dengan sangat terpaksa.
'Bajingan kau, Sam. Awas saja kau nanti.' Alexi mengumpat kesal sembari meninggalkan tempat tersebut, dia kembali berkeliling proyek.
"Mandor itu kenapa, Pak?" tanya salah seorang asisten lapangan yang menjadi bawahan Sam.
"Dia hanya meminta bimbingan. Dia bilang baru beberaba bulan bekerja di sini," sahut Sam.
"Oh, begitu. Bapak harus hati-hati dengannya, dia itu licik dan pandai cari muka di depan atasan." Pria berambut keriting mengingatkan.
"Benar, Pak. Padahal selama ini kinerjanya sangat buruk," hasut pria berkemeja biru.
"Sudah, itu bukan urusan kalian. Sana kembali bekerja!" perintah Sam.
"Baik, Pak," jawab mereka serentak.
Para asisten lapangan itu mohon diri sambil bersungut-sungut, dan hal ini membuat Sam menarik sudut bibirnya.
'Dengan berkata seperti tadi kalian sudah menempatkan diri sendiri di dalam listku." Sam menggelengkan kepala sambil memandangi punggung para pekerja itu.
***
Sesuai janjinya kemarin, hari ini Sarah mendatangi Airin untuk mempermak penampilan sahabatnya itu.
Mereka pun berangkat menuju sebuah mall, lalu Sarah membawa Airin memasuki salah satu optik yang ada di mall tersebut.
"Kenapa kita ke sini? Katanya mau ke salon!" protes Airin.
"Pertama-tama kita harus periksain mata kamu, Airin. Biar bisa lepas dari kacamata anehmu itu!" ujar Sarah.
"Bentar." Airin menahan langkah Sarah. "Kamu lupa aku ini nggak rabun? Mata aku sehat, ini cuma kacamata baca!"
"Astaga ... Aku sampai lupa, kamu itu sejak kecil pakai kacamata cuma karena hobi baca!" Sarah lantas menyambar kacamata Airin, lalu memasukkannya ke dalam tas. "Mulai sekarang kamu jauh-jauh dari kacamata ini, kecuali pas lagi baca buku!"
"Sarah, balikin! Aku nggak terbiasa tanpa kacamata itu, aku nggak percaya diri!" protes Airin seraya menarik tas Sarah.
"Jangan protes, atau aku patahin kacamata kamu! Tahu nggak? Kacamata ini bikin penampilan kamu yang udah nggak banget, jadi makin hancur!" geram Sarah.
"Hah?"
"Oke, karena mata kamu nggak buta, kita nggak jadi ke optik. Kita langsung ke salon aja," ajak Sarah.
"Buta? Rabun aja enggak!" gerutu Airin.
"Makanya jangan pake kacamata lagi!"
"Tapi kacamata itu bikin hoki, Sarah!" Airin masih protes.
Sarah tidak menyahut, pandangannya terfokus pada sepasang kekasih yang tengah bergandengan mesra, dan berjalan mendekati mereka.
"Eh, bukannya itu adik kamu, ya?" tunjuk Sarah.
Airin menoleh ke arah yang ditunjuk Sarah, gadis itu memang Frita. Dan ia bersama Raditya, yang tak lain adalah kekasihnya.
Airin memang mengenal kekasih adiknya itu, karena dia adalah teman satu sekolah Airin, dan Frita juga sudah beberapa kali membawanya ke rumah.
Tapi kenapa mereka masih bersama? bukankah Frita sudah memiliki Galang? Pemandangan di hadapannya memaksa Airin berpikir keras.
"Halloo .... Airin, nggak nyangka kita bisa ketemu lagi," sapa Frita sambil tersenyum mengejek.
"Frita, kok kamu masih sama Radit?" tanya Airin bingung.
"Lho, kenapa? Kan Radit emang pacar aku!" sahut Frita berpura-pura tidak mengerti.
"Iya, aku tahu itu. Tapi kan kamu udah sama mas Galang!" ujar Airin.
Frita tergelak. "Airin, Airin ... kamu tuh emang bego banget ya! Mana mungkin lah aku mau ninggalin Radit demi Galang. Eh ngomong-ngomong aku punya niat baik sama kamu, nanti aku bakal kembaliin Galang sama kamu, tapi setelah aku berhasil ngambil semua hartanya dia, ya ... hahaha!"
Mendengar itu Airin pun menggeram. "Licik kamu, dasar iblis!"
"Siapa yang licik, Airin? Nggak mungkin dong aku bakalan terus sama Galang, secara mantan suami kamu itu nggak bisa bikin aku puas. Kamu juga tahu kan dia itu loyo banget kalau untuk masalah ranjang, paling dua menit juga udah," ujar Frita tanpa malu membuka aibnya di depan orang lain.
"Jangan-jangan anak yang kamu kandung juga bukan anaknya mas Galang?" Airin menatap Frita penuh telisik, yang sontak membuat wajah Frita berubah cemas.
Bersambung.
Udah hari senin, nih. Jangan lupa votenya ya My Beloved Readers, nanti kalau hari ini banyak yang vote, babnya aku tambahin lagi, hehe ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
宣宣
😂😂😂
2023-08-18
0
Dwi Sasi
Sudah kuduga
2022-09-27
0
Yosei Viena
udah Airin jngn pedulin lagi tentang adik tiri dn mantan suamimu itu
2022-08-09
0