Its My Dream
Panggil saja namaku Rinjani. Aku tercatat sebagai mahasiswi pada salah satu universitas negeri di negara I. Aku terlahir dari keluarga yang bisa dikatakan mampu untuk memfasilitasi kehidupan ku selama aku kuliah.
Saat ini aku sedang kuliah semester empat di jurusan yang akhirnya akan menjadi seorang pendidik anak bangsa. Saat itu aku baru saja mengakhiri hubungan ku dengan seseorang yang sangat sangat aku cintai. Sebuah hubungan cinta yang harus berakhir karena perbedaan cara pandang.
...----------------...
"Ranjani, Jani " Ranti berteriak memanggil Rinjani yang berlari menembus derasnya hujan saat pulang kuliah.
Rinjani mendengar dengan sayup namanya dipanggil oleh seseorang. Dia kemudian memilih berteduh di sebuah kanopi warung fotocopy yabg berada tepat di depan gerbang kampusnya. Tempat fotocopy yang masih menenggang persakuan para mahasiswa yang rata rata berekonomi menengah ke bawah.
"Rinajni. Dari tadi gue manggil manggil nama loe tapi nggak loe gubris. Udah mulai budeg ne kuping." ujar Ranti sahabat sekaligus teman satu kamar Rinjani di kos. Ranti juga mahasiswi di universitas itu. Ranti satu kelas dengan Rinjani.
"Sorry nggak kedengeran." jawab Rinjani dengan santainya.
"Kenapa loe ninggalin gue. Tega loe nyuruh gue pulang sendirian ke kosan dengan keadaan hujan badai kayak gini. Keterlaluan loe jadi teman kamar." ujar Ranti dengan penuh emosi.
"Hehehehehe. Sorry kawan, gue kira loe tadi mau pergi kencan dulu sama Adrias. Kiranya nggak. Kalau tau nggak kan gue pulang sama loe. Ngapain juga gue pulang sendirian hujan hujanan lagi." ujar Rinjani membela diri.
Kedua sahabat itu menunggu hujan sedikit mereda dan angin yang tidak lagi berhembus kencang. Kalau sudah badai yang melanda maka payung pasar sekalipun tisak akan kuat menahan kencangnya angin.
Saat mereka asik mengobrol sekaligus menunggu cuaca kembali sedikit agak normal. Teman satu kos mereka yang berbeda jurusan juga datang sambil berlari.
"Kak Jani, Kak Ranti. Kita sama pulang ya. Dian lupa bawa payung." ujar Dian yabg juga satu kos dengan Rinjani dan Ranti.
"Tumben dak bawa payung. Tau sama mas Fahmi baru tau rasa loe Tek Yan." ujar Rinjani sambil memandang Dian yang sedikit basah itu.
"Awas loe ngomong sama mas Fahmi. Nggak gue pinjemin pulsa lagi." ujar Dian yang memang selalu memiliki pulsa yang tanpa batasan dikos kosan itu. Dian termasuk dalam kelompok mahasiswi dengan ekonomi ke atas. Ditambah lagi ditunjang dengan kekasih hatinya yang seorang anggota, maka semakin terjaminlah hidup seorang Dian.
"Alah, pulsa aja dihitung sama Mas Fahmi. Ginama kami mau mintak. Nanti Tek Yan sama Mas Fahmi ribut lagi masalah pulsa. Heran gue." ujar Rinjani yang pernag mendengar Dian heboh dengan kekasihnya hanya perkara pulsa yang cepat habis.
"Hahahahaha. Jadi loe nguping Jani. Dasar ya loe." ujar Dian.
"Gimana nggak akan nguping tek Yan. Loe nya ngomong di meja seterikaan dengan volume tinggi. Jadi, jangan salahkan gue yang bisa mendengar semuanya dengan begitu jelas." ujar Rinjani mulai meledek Dian.
"Pakai nangis ndak?" tanya Ranti.
"Pakailah masak ndak. Itu kan senjata andalan Tek Yab. Apalagi cobak."
"Hahahahaha. Gosip teros." ujar Dian sambil tertawa ngakak.
Mereka melanjutkan obrolan ringan seputar kehidupan anak kos mereka. Mereka yang hidup denga teman kos lebih dari tiga puluh orang memeliki ceritanya sendiei sendiri. Kehidupan kos yang akan menempa Rinjani menjadi sesosok wanita yang kuat dab tabah dalam menghadapi cobaan kehidupannya ke depan. Kehidupan kos pulalah yang membuat Rinjani jatuh ke jurang terdalam dalam hidupnya saat dia sudah dewasa nanti.
"Sudah reda, badai juga udah ilang. Ayuk pulang nanti kemaleman." ujar Dian.
"Tumben pengen cepat pulang. Ponsel mati ya?" ujar Ranti yang sekarang mulai menjahili Dian.
"Nggak hidup. Cuman tinggak lima persen. Ayolah pulang ha, bentar lagi ayank ebeb mau nelpon." Dian mulai membujuk kedua teman kosnya itu.
"Kalau kami ndak mau gimana?" tanya Ranti.
"Nggak pinjemi motor." jawab Dian
"Mana motornya yang ada pergi kemana mana pake angkot juga."
"Eeeee sabar. Akhir bulan ayank ebeb datang bawain aku motor." ujar Dian membanggakan motornya yang belum jelas akan datang atau tidak.
"Kalau cakak lagi tentu dak jadi lagi motor. Masalahnya permasalahan motor mau datang ini udah dari awal semester maren. Noh ampe sekarang nggak muncul muncul tu motor." ujar Rinjani yang teringat hari itu Dian bercerita kalau dia akan diberikan motor oleh kekasihnya untuk pergi dan pulang kuliah. Dian bercerita sambil meminjam komputer milik Rinjani untuk membuat tugas makalah.
Pada saat itu, mahasiswa yang memiliki komputer masih bisa dihitung dengan jari banyaknya. Rinjani termasuk salah satunya. Jangan tanya kecepatan komputer bagaimana, sangat luar biasa membutuhkan kesabaran untuk menyala. Menunggu tampilan windows keluar saja kita bisa makan nasi satu piring. Apalagi kalau udah ada virus, alamat mulai dari masak mie sampai makan mie kita menunggu komputer itu bisa dioperasikan.
"Kali ini yakin pasti datang. Makanya ayuk pulang, biar bisa ngebujuk ayank beb agar tu motor nggak di tunda lagi." kata Dian membujuk kedua senior kosnya itu untuk pulang.
"Oke oke pulang. Gue juga laper." uajr Rinjani.
Rinjani tadi memang tidak sempat belanja di kampus. Saat jam istirahat dia di telpon penasehat akademiknya untuk menggantikan penasehat akademik mengajar di mata kuliah umum. Akhirnya dengan berat hati Rinjani harus datang ke gedung MKU menggantikan dosen PA nya itu
Ketiga anak kos tersebut berjalan dengan kecepatan penuh. Mereka sangat takut kalau hujan kembali deras ditambah dengan badai dan air banda bakali akan kembali naik. Sempat hal itu terjadi, bisa dipastikan mereka akan basah kuyub sampai di kos.
Setelah berjalan dengan kecepatan penuh, akhirnya mereka sampai juga di kos. Terlihat di taman duduk seorang anak kos yang bernama Thita dengan kekasih hatinya. Sepertinya mereka sedang terlibat percekcokan. Hal itu nampak dari mata Thita yang memerah dan wajah yang sembab habis menangis.
Rinjani dan dua temannya langsung masuk ke dalam kos. Kamar mereka bertiga terletak di lantai dua dan satu gank. Yang diberi nama dengan gank gelap. Kenapa gang gelap, karena setiap saat lampu mereka harus hidup, kalau tidak maka akan gelaplah suasana gank itu.
Rinjani dan Ranti masuk ke dalam kamar, begitu juga dengan Dian.
"Jani, loe masak nasi tadi?" tanya Ranti.
"Masak. Kenapa loe laper?" ujar Rinjani sambil emngambil handuk dari dalam almari.
"Heeh. Gue belum makan. Tapi gue lupa beli sambal." ujar Ranti dengan nada lemah. Akibat mengejar sampe di kos lebih cepat, Ranti sampai lupa belum membeli sambal untuk makan malam.
"Pake sambal gue aja. Tadi sebelum ke kampus siang gue sempat masak. Cuma yang gue masak terong pake teri sama sayur toge." ujar Rinjani sambil mengambim pakaian gantinya.
"Nggak apa apa. Gue minta dikit ya." ujar Ranti
"Makan aja. Ngapain juga harus dikit. Terpenting loe tinggakin untuk gue. Udah itu "
"Gue mandi dulu ya." ujar Rinjani.
Rinjani masuk ke dalam kamar mandi kos yang hanya ada dua itu. Kalau dia memundur waktu mandinya sebentar lagi, maka akan terdengar teriakan.
"Gue siap elo ya Dian."
"Gue siap Ranti."
"Gue siap Kak Sari."
Dan masih banyak lagi teriakan teriakan yang terdengar dari gank itu. Fenomena kos kosan perempuan dengan latar belakang adat dan jurusan yang berbeda besa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kakak kakak ini adalah novel kelima ku di Noveltoon. Silahkan Mampir ke Novel Ku yang lain ya kakak. Selamat menikmati ceritanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments