PELIHARA AKU MAKA AKU AKAN MENGABDI (Jin Putih)
Bisingnya jalan kota Jakarta membuat aku makin stres menjalani hidup, apalagi jika langit sudah menampakkan warna jingga, kendaraan macet mulai membludak di sepanjang jalan. Sampai-sampai AC mobil yang dingin jadi terasa panas.
Aku sering kesal dan sering membunyikan klakson walau sebenarnya hal itu sia-sia dan cuma menambah keributan aja.
Tapi karena aku pengen cepat sampai di rumah maka jiwa kurang sabarku meronta-ronta
Niiittt...!
Aku bunyikan klakson berkali-kali
Tiba-tiba hape ku berbunyi, ada panggilan masuk dari entah siapa karena hape aku taruh di dalam tas.
Sambil menjaga setir dan terus melihat depan jalan, aku mengambilnya dengan meraba isi tasku.
Saat hape sudah aku raih rupanya sambungan berhenti. Lalu kembali aku masukkan ke dalam tas tapi hape berdering kedua kalinya, langsung aja aku angkat tanpa jelas melihat nama kontak yang menghubungi aku
"Halo" jawabku
Rupanya seorang dari sebrang yang sudah aku kenal suaranya. Dia sahabatku, Ola. Namanya.
"Lis, malam minggu mau ikut ngumpul gak ?" ajaknya.
"Kemana ?" tanyaku, sambil pelan-pelan mengemudi dalam kemacetan
"Kumpul orang muda Katolik, Lis. Masa lu gak pernah mau ikut sih!" timpalnya
Aku menolaknya "Gak ikutan deh, soalnya malam minggu gua ada acara keluarga. Seriusan deh"
Aku gak mau ikut, karena bagiku gak ada gunanya berkumpul-kumpul gak jelas begitu.
Ola mengeluh "Aduh, ayok dong Lis. Hampir dua puluh tahun lebih loh , lu gak pernah ikut, bahkan lu juga belum babtis Katolik, kan ?"
"Iya, belom. Itu karena gua belom siap aja menerima Agama dengan segala peraturannya. Lagi pula kan hidup gua masih lurus-lurus aja kok, gak seperti orang-orang yang teriak KeTuhanan tapi maksiat setiap hari" ucapku
Tapi Olah mengeluhkan jawabanku "Ya ampun Lis, lu jangan liat dari sisi orang yang beragama diKTP doang, lu harus liat dari sisi orang yang taat dengan Agamanya, dan baik prilakunya"
"Contohnya ?" tanyaku
"Lu kan bisa liat dari orang tua lu, dari teman-temanlu, dari saudara lu" jawabnya
Mendengarnya aku diam sejenak seolah kalah dalam perdebatan. Akhirnya sambungan telpon aku potong
"Ola, udah dulu ya. Macetnya udahan nih. Nanti kita sambung lagi. Bye" tutupku tanpa menunggu balasan penutup darinya
Setelah berlama-lama bertarung dengan kemacetan, akhirnya aku sampai di rumah.
Di rumah besar berlantai dua ini, aku tinggal bertiga dengan Papa, Mama dan dua orang asisten rumah tangga. Kakakku yang pertama perempuan dan Kakakku yang kedua laki-laki. Mereka sudah menikah dan sekarang menetap di luar negri.
Setelah aku parkir mobil di garasi tempat biasa, Aku disambut oleh Mama dan Papa yang sekaligus mau keluar rumah. Mereka mau jalan-jalan berdua
Mama menyapaku sebelum ia masuk kedalam mobilnya. Sementara Papa sudah masuk duluan ke dalam mobil meski tadi sempat tersenyum padaku.
"Eh, anak Mama sudah pulang" sambutnya sambil berdiri dihadapanku
Aku hanya tersenyum dan sedikit menyapanya
" Hai, Ma" sapaku "Mama sama Papa mau ke mana ?" tanyaku
"Mau jalan berdua aja, kamu mau ikut ?" ucapnya
Aku menggelengkan kepala "Gak ah, kalau aku ikut jadinya jalan bertiga dong" jawabku
Mama tertawa kecil "Oh iya, ya udah kalau gitu Mama sama Papa pergi dulu" pamitnya
Aku mengangguk pelan "Iya hati-hati ya Ma, hati-hati ya Pa" ucapku, lalu masuk ke dalam rumah tanpa menunggu mereka pergi lebih dulu.
Masih dalam diruang tamu aku panggil-panggil asistennya Mama. Ada dua orang. Selain mereka rajin bersihin rumah, mereka juga suka dandan dan setiap hari badan mereka wangi dan bersih. Mereka malah sudah dianggap orang terdekat kami karena sudah dua puluh tahun bersama makanya kalau ngobrolin apa pun mereka gak pernah canggung selagi gak menyinggung perasaan aku, Mama dan Papa.
"Tia, Nia !" panggilku
Yang menghampiriku rupanya Tia
"Iya bu" jawabnya
"Tolong kunci pagar ya, tadi saya lupa. Mama sama Papa baru keluar" ucapku
Tia langsung paham dan segera ke depan menguncinya.
Aku bergegas ke lantai dua, belum juga jauh menaiki anak tangga. Nia datang membawa amplop berwarna merah muda
"Bu, Bu. Ini ada titipan dari teman Ibu" ucapnya dari bawah tangga
Akhirnya aku turun kembali untuk menjemput titipannya.
Nia menyodorkannya lalu aku terima
"Makasih Ni" ucapku
"Iya Bu" jawabnya lalu pergi
Aku buka pintu kamarku lalu meletakkan amplop merah jambu diatas meja rias, lalu bergegas untuk mandi. Pikirku setelah mandi baru akan aku buka
Tapi rupanya setelah mandi justru aku sempatkan untuk menonton drakor di leptop karena episodenya sempat terpotong. Setelah jam menunjukkan sembilan malam, aku baru ingat dengan amplop yang tadi aku terima.
Aku mengambilnya lalu membaca sampulnya.
"Undangan pernikahan Laura dan Anton"
Ya, Anton adalah mantan pacarku sementara laura adalah perebut hatinya.
Aku gak meneruskan membaca isi kartu undangannya justru malah membuangnya ke tempat sampah.
Perutku tiba-tiba lapar rasanya mau makan mie rebus campur telur dengan kuah yang extra pedas, akhirnya aku turun ke dapur. Biasanya aku masak mie sendiri tapi kali ini aku lagi malas masak jadinya aku minta Nia yang masakin karena kebetulan di dapur ada dia lagi asik buka sosmed dihapenya.
Sambil aku duduk dihadapan meja makan keluarga, aku lantas menyuruhnya "Masakin mie dong, Ni" ucapku
Tanpa bermalas-malasan, Nia langsung memasakkannya untukku
"Oke Bu, mau yang pedas atau yang manis atau yang biasa?" tanyanya
"Yang pedas banget level seratus kalau ada" jawabku
Nia tertawa "Hahaha. Kalau level seratus bisa moncor loh Bu, udah gitu bibir juga jontor" ucapnya sambil menyiapkan masakannya
Aku mengecap pelan "Biarian aja lah" ucapku
"Emang kenapa sih Bu, kayaknya lagi galau ya ditinggal kawin sama Pak Anton" ucapnya
Dia tau Anton karena sebelumnya Anton beberapa kali pernah bertamu ke rumah.
Aku mengelaknya "Siapa yang galau ?"
"Ya siapa tau Ibu galau, namanya udah lama pacaran, ya kan " ucapnya
Aku bergumam dalam hati "Apaan si nih tukang masak, kepo aja sama urusan majikannya"
Sambil menunggu rebusan mie matang, Nia duduk dihadapanku sambil seolah menasehatiku tapi nadanya kedengaran agak menyindir "Gak usah diambil hati Bu, emang bukan jodoh jadi ya mau apa lagi. Itu kan artinya dia bukan jodoh Ibu" ucapnya
Aku mendengarkannya sambil minum air putih
Tapi dia masih menyindirku "Sekarang Ibu jadi stres sendiri kan ? Keliatan banget dari cara makan mie maunya yang pedas level seratus, minumnya air putih" ucapnya
"Ya terus kalau gua gak minum air putih, gua minum air apa ?"
"Oh iya ya. Hihi" ucapnya, lalu sadar kalau mienya sudah siap dilasih bumbu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Maryani
suka nih dng kalimat setiap hari teriak ketuhanan tp maksiat jln terus
2022-09-13
1
Kustri
Ikutan nyimak dl
2022-02-27
0
Vina
nyimak
2022-02-25
2