" Tikus kecil selalu mengendap-endap kalau berjalan."
Tubuh Ara menjadi kaku, ternyata orang yang sedang ia cari sudah berada dibalik tubuhnya. Disaat ia berbalik, tepat sekali wajahnya bertabrakan dengan dada yang bidang dan cukup keras.
" Auw, sakit." Tubuh mungil itu bergerak mundur dan mengelus keningnya yang terlihat memerah.
" Buatkan aku secangkir kopi hitam, dan ingat. Jangan menggunakan gula sama sekali." Elvan berlalu menuju meja kerjanya.
Bilang saja kalau kopi hitam pahit, susah bener. Ara.
Dalam keheningannya, kening Ara berkerut dengan sikap yang di tunjukkan oleh bosnya. Tanpa memberitahukan letak posisi dari dapurnya, Ara kembali mengendap perlahan. Hal itu tak luput dari perhatian Elvan, pandangan yang awalnya fokus menatap berkas dihadapannya. Kini beralih untuk melihat makhluk kecil, yang telah menggambil perhatiannya.
Ini kantor apa rumah, kenapa terlihat berbeda sekali. Dimana dapurnya, tega bener nggak kasih tahu dimana tempatnya. Ara.
Berputar-putar melihat tiap sudut diruangan tersebut, pada akhirnya Ara menemukan sebuah ruangan yang dimana terlihat seperti mini pantry. Dan benar saja, Ara mendapatkan alat pemanas air, lalu mencari racikan lainnya. Setelah semuanya selesai, Ara membawa pesanan itu dengan perlahan menuju tuannya.
" Tuan, ini kopinya." Ara meletakkan gelas yang berisikan kopi hangat tanpa gula dengan sangat perlahan.
Elvan langsung mengambil gelas berisikan kopi tersebut, lalu mulai menyeruputnya. Belum saja ia meneguk kedalam tenggorokkannya, kopi itu ia sembur keluar dari mulutnya.
Bbruurr...
" Minuman apa yang kau buat ini, hah! Apa kau ingin membunuhku?!" Tampak jelas raut amarah pada wajah Elvan, dengan bentakkan yang ia berikan.
" A apa tuan?" Ara menjadi bingung dengan perkataan tuannya, jika yang ia minum bukanlah kopi.
Elvan berdiri dari duduknya dan membawa gelas yang telah ia minum, menarik tekuk milik Ara dan memaksakannya untuk meminum cairan tersebut sampai habis. Gelas itu pun ia hempaskan, hingga pecah berhamburan di lantai.
Prang!!!
" Uhuk uhuk uhuk!" Ara terbatuk-batuk setelah menerima paksaan untuk menelan semua isi dari gelas yang tuannya berikan.
Cokelat? Ternyata, aku sudah salah mengambil bubuknya. Pantas saja marah, kau benar-benar ceroboh Ara, ampuni aku Ya Tuhan. Ara.
" Sudah tahu kesalahanmu, hah?"
" I iya tuan, maaf saya salah." Masih menahan rasa berat dalam tenggorokannya.
" Bereskan semuanya ini, jangan pernah berharap untuk lepas dari hukumanmu. Tikus Kecil." Tangan besar itu menghempaskan tubuh Ara begitu saja, layaknya seperti bongkahan batu kerikil yang kecil dibuang.
" Sakit." Keluh Ara dengan perlakuan yang Elvan berikan.
Sakit yang terasa pada bagian rambutnya, membuat Ara merasakan hukuman ya g diberikan kepadanya sungguh sangat diluar batas. Setelah membersihkan kekacauan yang terjadi, Ara hanya diam menunggu perintah selanjutnya. Tidak berani untuk melakukan hal kecil lainnya, yang ada nanti malah menambah hukumannya.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan malam hari, Ara masih terlelap dalam tidurnya akibat dari menunggu bosnya yang mengacuhkan dirinya.
Tak!!
" Aww!" Ara meringgis, karena keningnya terkena sentilan dari tangan Elvan.
" Bangun, aku membawamu kemari bukan untuk tidur."
Membuka mata yang masih teramat berat2, Ara memicingkan matanya agar dapat melihat dengan jelas.
" Tuan, apakah aku boleh pulang? Ada tugas kuliah yang harus dikerjakan." Ada rasa takut pada dirinya untuk menanyakan hal tersebut, Ara merasa jika bosnya itu tidak akan memberikannya izin.
Jemarinya sedang menari-nari di atas meja, sehingga terdengarlah suara ketukan dengam sangat nyata.
" Pulanglah." Jawab Elvan dengan tenang.
" Benarkah tuan? Terima kasih."
Tenpa menunggu aba-aba, Ara segera mengambil langkah seribu untuk menghilang dari pandangan manusia monster. Elvan hanya tersenyum melihat tingkah konyol yang Ara tunjukkan, tiba-tiba ia menyadari akan ada sesuatu hal yang terjadi didalam dirinya.
Why? Ada apa dengan diriku? Kenapa aku malah tersenyum dengan sikapnya. Elvan.
......................
Setibanya dirumah, Ara segera masuk kedalam kamarnya. Keadaan rumah yang sudah terlihat sepi, memudahkan Ara untuk masuk. Tidak banyak mata dan mulut yang akan menghampirinya, hanya saja baru menginjakkan kakinya masuk ke dalam rumah mewah itu. Sudah menunggu seorang wanita, yaitu Nany.
" Baru pulang jam segini, Ara?"
" Nany? Ah iya, baru saja sampai. Maaf, aku terlambat." Ara mencium punggung tangannya.
" Sudah, tidak apa-apa. Segera bersihkan dirimu dan beristirahatlah, tuan akan segera tiba."
" Baik Nany, terima kasih."
Malam pun semakin larut, didalam kamarnya. Ara masih sibuk mengerjakan beberapa laporan tugasnya, yang harus segera dikirimkan kepada dosen yang mengajar melalui email. Namun ditengah perjalanan mengerjakannya, laptop yang ia gunakan mengalami kendala.
" No no no, jangan sekarang. Yah!" Disaat jemarinya masih sibuk menekan beberapa tombol, seketika itu layarnya meredup.
Bagaimana ini, tugasku belum selesai. Tamatlah riwayatku, pak Leon pasti akan menghukumku. Ara.
Waktu hampir menunjukkan pagi hari, sampai detik ini. Ara belum tidur sama sekali, kantung mata terlihat jelas dibawah matanya. Dengan langkah gontai, Ara berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh muka. Melaksanakan tugas seperti biasanya, membangunkan sang pemilik kekuasaan.
Tok tok tok
" Tuan, sarapan anda sudah siap." Dikarenakan belum tidur sama sekali, menunggu pintu untuk terbuka. Ara menempelkan keningnya pada pintu dihadapannya, memejamkan matanya sejenak.
Tok tok tok
Ara kembali mengetuk pintu tersebut disaat belum mendapatkan jawaban dari sang empunya, rasa kantuk yang teramat sangat membuat Ara menjadi terlelap.
Tak!
" Aaa..." Teriak Ara disaat tubuhnya terhuyung kedepan.
Bugh!
" Maaf tuan." Segera bangun dari jatuhnya, Ara langsung memposisikan tubuhnya untuk berdiri.
" Apa yang kau kerjakan didepan kamarku? Jangan pikir, kau bisa merencanakan sesuatu untuk menyingkirkanku."
" Ti tidak tuan, saya hanya ingin memanggil anda untuk segera sarapan. Seperti biasa, Nany yang memerintahkan."
" Itu hanya akal-akalanmu saja, pergilah dari hadapanku."
Brak!!
Kaget dengan suara pintu yang tertutup begitu keras, Ara hanya bisa menggelengkan kepalanya dan kembali menuju dapur. Membantu yang lainnya untuk menata hidangan di atas meja, kini rasa kantuknya telah hilang karena ulah dari tuannya.
" Ra, ada apa dengan mata lu? kurang tidur ya." Mila yang sedari tadi memperhatikan Ara.
" Sepertinya, tapi nggak apa-apa kok. Terima kasih perhatiannya." Membalas perhatian dari temannya, Ara memberikan senyuman termanis.
" Oh iya, kata Nany kamu masih kuliah? Wah enak ya, seandainya aku juga bisa kuliah seperti kamu. Tapi apa daya, otakku nggak nyampe. Hehehe, kebanyakan loadingnya."
" Syukuri saja apa yang sudah kita dapati, pasti akan ada pembelajaran dari semua yang terjadi didalam hidup ini. Mil, didekat sini. Ada warnet nggak?" Ara bermaksud untuk menyelesaikan tugas kuliahnya yang belum terselesaikan.
" Warnet? Apa tuh?" Dengan polosnya, Mila bertanya.
" Warung internet, Mil. Yang biasanya digunakan oleh orang-orang, buat mencari informasi melalui dunia sosial media." Jelas Ara kepada Mila yang terlihat penasaran akan artinya.
" Sosial media? Apalagi tuh?"
Ara yang mendengarnya menjadi lemas dan menepuk kenignya, yang pada akhirnya ia harus merelakan penjelasan selanjutnya untuk dihentikan. Menjelaskan sesuatu kepada Mila, bukannya semakin mengerti. Malah sebaliknya, yang memberikan penjelasan malah dibuat menjadi darah tinggi.
💐💐💐
Jangan lupa! Tinggalkan like, koment dan votenya ya 🤗.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
linamaulina18
untung kepala asisten nya baik
2023-03-31
1
Lilian Sawori
🥰🥰🥰🥰
2022-10-22
0
lovely
klo gue jadi s ara mnding kaburrr daripada tersiksa 🥴
2022-09-03
0