" Pulang sekarang juga, Ara! Jika kau masih mau kami anggap dirimu menjadi bagian dari keluarga ini!"
Mendapatkan telfon dari keluarganya, membuat Ara menghela nafasnya dengan sangat pelan. Dengan keadaan tubuh yang begitu lemah, sakit dan bagaikan patung hidup yang berjalan tanpa nyawa.
" Bell, ada apa?" Disaat jam istirahat, Neva mencari keberadaan Ara yang sudah menghilang dari pandangannya.
" Tak tahulah, aku harus pulang sekarang. Jika tidak, aku akan menjadi gelandangan." Ara berjalan menuju lokernya, dan mengembalikan pakain kerja yang ia gunakan.
" Tumben-tumbenan keluarga lu minta lu pulang sekarang, jangan-jangan ada sesuatu yang akan mereka lakuin sama kamu. Kamu yakin mau pulang? "
" Mau gimana lagi, buah simalakama sudah mereka berikan. Aku duluan ya, nggak papa kan sendirian?" Biasanya, setelah jam kerja selesai, mereka akan pulang bersama.
" Iya ngak papa, Bell. Hati-hati dijalan dan jangan lupa kabarin kalau terjadi apa-apa."
Ara meninggalkan tempat kerjanya dengan langkah kaki yang begitu lemah, rasa sakit pada tubuhnya semakin terasa. Menaiki kendaraan umum yang biasa ia gunakan, yang akhirnya membawa dirinya tiba dirumah.
" Ara pulang." Ucapnya dengan lemah, membuka pintu utama dan menuju kamar.
Baru saja beberapa langkah memasuki rumah tersebut, tubuhnya terhentikan oleh suara yang sangat begitu ia kenali memanggil namanya.
" Ara! Kemari!" Suara Elliza yang terdengar sangat keras.
Hufh! Suara nenek sihir ini, selalu saja membuat telinggaku sakit. Apalagi yang akan mereka lakukan, miris sekali hidupku. Arabella.
" Hei! Bisa cepat nggak si jalannya? Lambat sekali kayak siput, dasar tidak berguna." Monick ikut memberikan cercaan untuk Ara, mereka berdua memang sering terlibat percekcokkan.
" Ada apa?" Dengan malasnya, Ara mendekati mereka yang sudah pada ngumpul diruang keluarga.
" Duduk, ada sesuatu yang mau Papi bicarakan padamu." Bagas yang sudah menunggu kepulangan Ara, secara tegas mengatakan inti dari pembicaraan mereka.
Perlahan mendaratkan tubuhnya untuk ikut duduk bersama, baru kali ini Ara diajak kumpul bersama-sama. Terasa begitu aneh dan janggal, itulah yang Ara rasakan.
" Papi langsung saja, kamu akan ikut dan tinggal bersama seseorang mulai hari ini. Dan itu, tidak perlu kamu tanyakan apa alasannya."
" Iya, kamu itu mulai hari ini. Nggak tinggal lagi sama kita, merepotkan saja." Monick ikut mencibir.
" Kalian ini, selalu saja tidak pernah akur. Ara, bereskan barang-barang kamu. Mami takut nanti Papi kamu ini jadi tambah kebingungan, waktunya sudah nggak banyak. Ayo sana." Walaupun Elliza tidak menyukai keberadaan Ara, namun ia masih punya hati dalam memperlakukan anak angkatnya.
Ara hanya bisa menghela nafasnya yang berat, kehidupan apa lagi yang akan ia hadapi kali ini. Tiba-tiba saja, ia harus keluar dari rumah yang sudah terbiasa untuk dirinya. Tanpa alasan, tanpa bertanya dan tanpa memprotes harus ia terima.
Ya Tuhan, rahasia apa yang sudah Engkau siapkan untukku. Sungguh ini membuatku mulai lelah, bolehkah aku mengeluh padaMu sedikit saja? Hufh, menyangkal perkataan mereka saja tidak akan ada gunanya. Apa yang harus dibawa. Barang-barangku tidak begitu banyak dan tidak ada artinya bagi mereka. Ah, bawa sajalah, daripada nantinya dibuang sama nenek sihir dan anaknya. Arabella.
Dengan keadaan tubuh yang masih terasa sakit, Ara meneruskan membereskan apa saja yang akan ia bawa. Tanpa pikir panjang, dimana dan siapa yang akan berhadapan dengan dirinya nanti.
Selesai dengan barang bawaannya, Ara kembali berhadapan dengan keluarganya. Satu tas besar yang sudah sangat usang, dan tas ransel dipunggungnya. Hanya itulah barang miliknya, monick yang sedari awal melihat ke arah Ara sangat sinis sekali.
" Akhirnya, aku bisa terbebas dari orang yang selalu membuat perkara. Bila perlu, kau tidak usah pulang lagi kerumah ini. " Perkataan Monick begitu menusuk, selalu saja melontarkan perkataan yang tidak pantas.
Tanpa kau mengatakan itu juga, aku merasa berat untuk pulang lagi. Tapi, kalau tidak kemari. Aku harus pulang kemana, nasibku benar-benar dah. Arabella.
" Sudah-sudah, kalian berdua ini selalu saja bertengkar. Ara, kamu harus bersikap baik dengan yang punya rumah. Ingat, jangan mempermalukan kami." Elliza memberikan wejangan kepada Ara, mereka tidak ingin mengatakan kalau Ara akan dijadikan sebagai jaminan atas pinjaman yang diajukan kepada pengusaha kaya raya itu.
" Iya Mi, Ara akan selalu ingat perkataan Mami." Pasrah, hanya itu yang bisa Ara ucapkan.
" Untuk kuliahmu, bisa kau diskusikan dengan orang yang berada dirumah itu. Jangan membantah apalagi mencuri, kau akan membuat kami malu. Ayo, Papi akan menghantarkanmu kesana."
Waktu yang diberikan, hanya menyisakan dua jam lagi dari waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Bagas segera membawa Ara menuju rumah sang pemilik dari Blide Company, sedangkan Johan. Ia cuma bisa menatap wajah Ara dari balik kaca spion, sungguh hatinya sangat merasa kasihan terhadap Ara. Tapi ia juga tidak tega, jika harus melihat Ara semakin tersiksa dirumah tuannya.
Dari balik jendela ruang kerja yang terbuka dirumahnya, Elvan melihat ke arah luar. Angin meniup setiap lembaran dedaunan yang berada pada tumbuhan yang ada, dengan mata tertutup. Elvan kembali mengingat masa kecilnya yang teramat membekas dalam ingatannya.
Flashback On
Taman bermain yang berada pada salah satu taman di pinggiran sebuah kota, selali ramai dengan pengunjung dari berbagai usia dan golongan.
" Argh! Sakit!" Teriak dari salah satu anak laki-laki yang tak lain adalah Elvan kecil sedang bermain seluncuran, dengan memegang lutut kakinya yang mengeluarkan darah karena terjatuh.
Anak tersebut menanggis dan tidak ada satupun yang mendekatinya, entah mengapa. Padahal, banyak sekali orang yang berada disana. Namun tiba-tiba, ada tangan kecil yang memberikannnya sebuah saputangan.
" Terima kasih." Ucap Elvan kecil kepada anak tersebut.
Mereka pun duduk berdampingan, menikmati keramaian yang ada. Tidak berbicara, hanya saling berdiam diri dan memandangi setiap orang yang berlalu lalang.
" Kenapa tidak bicara? Kau bisu ya?" tanya Elvan yang merasa aneh dengan anak perempuan tersebut.
Anak perempuan itu hanya tersenyum dan beranjak dari duduknya, melihat hal itu. Elvan menarik tangannya dengan tiba-tiba.
" Mau kemana? Kau belum menjawab pertanyaanku."
" Aku mau pulang kak, nanti orang di rumah akan mencari dan memarahiku jika terlambat pulang." Anak tersebut melepaskan tangan Elvan dari tangannya dan segera berlari.
" Hei tunggu! Nama kamu siapa?" Elvan meneriaki anak perempuan yang berlari itu.
" ...bell.."
Jawaban yang terdengar dari telinga Elvan begitu sayup-sayup, karena bertabrakan dengan suara orang yang berada ditaman tersebut.
" Siapa namanya, ah tidak terdengar jelas!"
Flashback Off
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Ju Karnaen
trnyta teman masa kcil
2022-08-26
0
Suzieqaisara Nazarudin
Ara bella dan Elvan kecil...
2022-08-20
1
Lusi Yani
pastk arabellA temanmu elvan
2022-07-06
0