Kegiatan belajar mengajar yang kebetulan mapel jasmani sudah berlangsung sejak setengah jam yang lalu. Terlihat beberapa murid tengah melakukan permainan tennis dan basket. Kebetulan kelas Clarissa yang mendapat giliran pelajaran jasmani hari itu.
Clarissa memukul bola berwarna hijau ke arah lawan, ia lumayan menguasai olahraga tennis.
"Claaa!!" teriak Zia yang sedang duduk di tepi lapangan tennis.
Clarissa menghentikan permainannya dan menoleh. "Apa?!" jawabnya berteriak.
Zia menunjuk ke arah koridor dengan jarinya.
Clarissa mengikuti arah tunjuk Zia, matanya menyipit, kemudian ia tersenyum tipis menyadari siapa yang berjalan di sana. Ia menyerahkan raket tennis pada Zia. "Gue ada urusan, lo gantiin gue, oke," ucapnya menepuk pundak Zia kemudian berlari keluar area lapangan tennis.
"Eh, Cla. Elo mau kemana?!" teriak Hanin yang tak sengaja berpapasan dengan Clarissa.
"Gue ada urusan bentar!” jawab Clarissa berteriak.
"Mau kemana, tuh, anak?" tanya Hanin saat sudah duduk di samping Zia.
Zia mengangkat bahunya. "Enggak tahu gue, tadi gue cuma nunjukin kalau Vanya lagi jalan di koridor, eh, dia malah ngasih nih raket sama gue," balasnya mengangkat raket tennis.
"Perasaan gue enggak enak."
"Jangan mikir aneh-aneh, kebelet kali dia,” sahut Zia seraya berjalan hendak meneruskan permainan tennis Clarissa.
Clarissa berlari menuju toilet, sengaja ia memilih jalan pintas dengan melewati gudang, kemudian menaiki pembatas dengan bantuan kursi. Saat melewati gudang ia melihat botol berisi minyak gosok yang biasa digunakan oleh tukang pijit, entah siapa yang mempunyai keahlian memijit di sekolah.
Clarissa mengintip pada Vanya dan temannya sudah memasuki bilik toilet. Ia memperhatikan sekeliling guna memastikan bahwa tidak ada orang lain di sana, kemudian ia menumpahkan isi minyak gosok yang hanya setengah botol kecil pada lantai dengan menambahkan sedikit air. Kemudian ia beranjak memasuki salah satu bilik toilet, bersembunyi di dalamnya.
Terdengar suara Vanya yang berbicara dengan temannya, sepertinya mereka sudah keluar dari bilik toilet. Clarissa terus menguping pembicaraan mereka, dan menanti saat-saat Vanya terjatuh karena minyak yang ditumpahkan dengan sengaja.
"Aaaaaa.."
Gedebuk!!
Terdengar suara teriakan serta suara gedebum.
Clarissa cekikikan di dalam bilik. "Rasain lo," makinya pelan.
"Aduhh.. kaki gue, Lani tolongin gue,” keluh Vanya merasakan kakinya yang sulit digerakkan.
"Pantat gue sakit, Van," terlihat Lani yang berusaha bangkit dengan menyentuh pantatnya yang berdenyut ngilu.
"Kaki gue, aduhh sakit hiks hiks Mama.."
"Eh, kenapa nangis, Van? Ayo berdiri." Lani berusaha membantu Vanya berdiri. "Lo bisa jalan?"
"Kaki gue sakit, bego! Bantuin gue."
Lani berjalan sambil memapah Vanya. "Siapa yang ngasih air di sana? Perasaan tadi kita masuk belum ada air, deh."
"Pasti kerjaan tukang sapu, dasar nggak becus,” maki Vanya meringis menahan kakinya yang ngilu.
"Wah, wah, wah, kenapa tuh kaki?" ujar Clarissa meledek saat berjalan melewati Vanya dan Lani di koridor.
"Jangan kepo lo," sentak Lani.
"Kayaknya kaki lo patah, deh, harus di operasi,” komentar Clarissa sungguh-sungguh.
Vanya melotot. "Apa lo bilang?!" hentaknya tajam.
Clarissa melipat kedua tangannya. "Atau kemungkinan kaki lo harus di amputasi."
Vanya dan Lani semakin melebarkan matanya.
"Lo!" tunjuk Vanya dengan tangan terkepal, tatapan matanya juga sangat tajam.
"Apa?" tantang Clarissa menaikkan dagu. "Dengan kaki pincang lo itu, lo nggak bisa balas gue, 'kan? Makanya jadi orang jangan belagu. Jangan sok berkuasa di sini. Memangnya lo siapa? Pemilik sekolah? Cih," makinya sarkas.
"Lo diem, anak baru. Elo nggak tahu siapa gue? Ha?!” Vanya naik pitam. “Gue bisa lakuin apapun yang gue mau, bahkan buat nyingkirin sampah kayak lo."
"Oh, ya, tunjukin kalau lo bisa?" tantang Clarissa tak gentar.
"Breng**k. Berani lo sama gue?" Vanya hendak menarik rambut Clarissa, namun Clarissa menarik tangan Lani menyebabkan Vanya kehilangan pegangannya, kemudian terjatuh kembali di lantai. "Auwww."
"Astaga, lo nggak apa-apa, Van?" Lani berjongkok membantu Vanya berdiri.
"Kenapa lo lepasin tangan gue?!"
"Sorry, Van. Gara-gara dia tuh!” Lani menunjuk Clarissa dengan dagunya.
Clarisa tergelak. “Emang enak, rasain, bwek!” ejeknya menjulurkan lidah.
"Tunggu pembalasan gue, Clarissa!" teriak Vanya pada Clarissa yang sudah berjalan menjauh.
*
"Kenapa muka lo, seneng amat?" Hanin segera mencecar pertanyaan kala melihat wajah Clarissa yang terlihat sumringah setelah dari toilet.
Calrissa tersenyum. "Gue habis nyingkirin tikus got," jawabnya asal seraya melipat kaki.
"Hah, maksud lo?"
Clarissa menunjuk arah koridor dengan dagunya.
Hanin mengikuti arah tunjuk Clarissa, ia menajamkan penglihatan. "Lo serius, Cla?"
Clarissa mengangguk mantap.
Hanin geleng-geleng kepala. "Gila, lo emang cewek pemberani, Cla," kekehnya.
Clarissa mengibaskan rambut. "Siapa suruh main-main sama gue,” ujarnya santai.
"Lo apain dia sampai enggak bisa jalan gitu?" Hanin kembali memperhatikan gaya jalan Vanya yang harus dipapah oleh temannya.
Clarissa hanya tersenyum manis, namun yang dilihat Hanin justru menyeramkan.
...***...
Chiara berdiri di antara rak buku yang tersusun rapi, membaca judul buku yang di rasa menarik untuk dibaca dan pelajari. Satu buku menarik perhatiannya, ia mengambil dan membacanya seraya bersender pada rak buku. Kembali melihat-lihat rak yang lebih tinggi, tangannya menyentuh buku tebal itu, hingga tiba-tiba seseorang muncul dari balik rak dan berhadapan langsung dengannya. Ia terkejut hingga buku tebal itu tertarik tangannya dan terjatuh, salah satu mengenai kepalanya dan satunya berhasil ditangkap oleh Kenneth. "Aduhh," ringisnya menyentuh kepala.
"Ceroboh," ujar Kenneth mengambil buku yang terjatuh di lantai.
Masih sambil mengelus kepalanya. "Lo ngagetin gue, Ken,” Chiara memprotes. “Pasti benjol nih kepala gue."
"Salah lo sendiri kenapa kaget."
Chiara melotot, benar-benar kesal dengan makhluk di hadapannya itu. "Bukannya minta maaf, malah nyalahin orang lain,” cibirnya pelan.
"Maaf."
Seakan mendengar ucapan Chiara, Kenneth mengucapkan kata yang tidak pernah terbayangkan oleh Chiara.
Chiara melongo.
Kenneth menjentikkan jarinya di depan wajah Chiara, membuat gadis itu segera menutup mulut.
"Ra,” panggil Kenneth.
Chiara mendongak. "Apa?" jawabnya ketus.
"Jangan terpesona sama gue."
Chiara kembali melongo, bahkan netranya turut melebar. ‘Oh my god, apa dia bilang tadi, terpesona? Yang benar saja.'
Kenneth berdecak, kembali menjentikkan jari di depan wajah Chiara yang terlihat lucu, bahkan Kenneth hampir tertawa, namun ia tahan.
"Hah, siapa yang terpesona sama lo," bantah Chiara saat sudah tersadar.
"Elo."
"Enggak!"
"Terus?"
"Maksud lo apa sih, Ken? Ngomong, tuh, yang jelas, jangan dikit-dikit. Lo itu udah kayak manusia salju tahu, nggak? Wajah datar banget, ngomong juga irit banget, waktu pembagian pita suara lo bolos, ya? Sampai nggak bisa ngomong panjang, dan juga waktu pembagian ekspresi wajah, lo absen, ya? Muka kok isinya cuma datar doang. Senyum kek, ‘kan, lo cakep kalau senyum," celetuk Chiara panjang lebar, ia memelankan suara di akhir kalimat.
"Udah?" tanya Kenneth datar.
"Apa?" Chiara mendongak kesal.
"Lo lucu kalau lagi kesel," jawab Kenneth menusuk sebelah pipi Chiara dengan jarinya.
Blushhh...
What???
Chiara merasa wajahnya memanas, jantungnya tiba-tiba berdegup tak normal, jemari Kenneth yang menyentuh kulitnya membuat aliran darahnya semakin cepat menyebar di wajahnya yang kini semerah tomat. Ia menunduk menyembunyikan wajahnya, jangan sampai Kenneth melihat pipinya yang memerah.
Entah sadar atau tidak Kenneth terkekeh melihat rona merah di pipi Chiara.
Chiara mendongak mendengar manusia di hadapannya tertawa, ekspresi Chiara semakin terbengong, matanya melotot serta mulutnya menganga melihat Kenneth tertawa. 'Sangat tampan,’ bathinnya.
Kenneth kembali memasang wajah datar menyadari ekspresi Chiara. "Lihat, ‘kan, lo terpesona sama gue," ujarnya percaya diri.
Raut wajah Chiara meredup, matanya memicing tajam. "Percaya diri sekali masnya,” ejeknya mencibir.
Kenneth mengangkat bahunya, kemudian menundukkan wajah tepat di depan wajah Chiara membuat Chiara reflek memundurkan wajah. "Jangan jatuh cinta sama gue," bisiknya pelan, kemudian berjalan melewati Chiara, sebelumnya ia juga mengacak rambut Chiara yang masih mematung.
Chiara menyenderkan punggungnya pada rak buku, mengatur nafasnya yang sempat terhenti, menyentuh dadanya yang terasa berdetak dua kali lebih cepat. "Kenneth sialannn," gerutunya kesal. "Eh, tunggu, kenapa dia jadi banyak omong sekarang?"
📚
📚📚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Rama Akram
siapa nih yang mulai jatuh cinta
2021-03-26
0
edelweis arabella
aq suka anak² ste ma shandy,smuax gk pamer kekayaan,wlw anak dr pemilik sklh tp mreka gk pamer
2021-02-21
0
Mazlina Mohd Zuki
thor biar chiara sme kenneth aja.jgn sma galang
2020-10-13
0