"Pa, aku mau tanya sama Papa,” ujar Kenneth menghampiri ayahnya yang sedang membaca laporan di ruang kerjanya.
Thomas mendongak. "Tanya apa, Ken?"
"Papa ingat Aiden dari Houten Corp?"
Thomas tampak berpikir, kemudian mengangguk.
"Apa dia punya saudara?"
"Papa tidak begitu mengenal keluarganya, jadi Papa tidak tahu, coba kamu tanya sama Mama kamu."
"Eh, ada apa? Kok bawa-bawa nama Mama segala," Ratih masuk membawa secangkir kopi untuk suaminya.
"Mama kenal keluarga Houten?" tanya Kenneth.
Ratih mengambil duduk di samping Kenneth. “Houten? Kayaknya tahu, kenapa, Ken?”
"Mama tahu nggak kalau Aiden punya saudara?"
Ratih tampak berpikir. "Aiden putranya Sandy?" tanyanya menatap Thomas.
Thomas mengangguk.
"Sandy pemilik sekolah tempat kamu sekolah, Ken?"
Kenneth mengangguk.
"Iya, dia punya adik, dua perempuan satu laki-laki. Kenapa, Ken?"
Kenneth menggeleng. "Nggak apa-apa, Ma. Pengen tahu aja, soalnya selama ini yang aku tahu dia enggak punya saudara, orangtuanya juga aku belum pernah lihat langsung."
"Itu karena mereka pindah ke luar negeri, sudah lama juga, sih. Yang Mama denger, Aiden kembali ke Indonesia buat nerusin perusahaan Ayahnya," terang Ratih.
"Mama kenal?"
"Enggak, mama cuma tahu dari kelompok arisan Mama, keluarga itu, ‘kan, dulu menjadi topik di kalangan masyarakat, apalagi wajah Stella yang cantik itu, bikin iri, deh. Beberapa kali wajahnya muncul di majalah, padahal bukan artis lho,” tutur Ratih terkekeh.
Kenneth menyernyit. "Stella siapa, Ma?"
"Dia ibunya Aiden. Eh, kayaknya usia anaknya yang kedua sama kayak kamu deh, Ken. Mama ingat sehabis melahirkan kamu, beberapa bulan kemudian diberitakan istri dari Sandyaga Van Houten itu melahirkan bayi perempuan."
Kenneth mencerna penjelasan ibunya, ia dan Chiara memang sekelas, tapi ia tidak tahu pasti berapa usia Chiara.
"Sekarang pasti sudah remaja kayak kamu, Ken. Mama jadi penasaran gimana wajahnya, pasti cantik seperti ibunya."
"Mama tahu siapa nama anaknya?" tanya Kenneth benar-benar penasaran.
"Mama enggak tahu, itu, ‘kan, udah lama banget."
...***...
"Kak, kita jalan-jalan, yuk? Cla bosen tahu di rumah. Sekarang, kan, hari Minggu," Mimik wajah Clarissa manyun.
"Emang mau kemana, Cla?"
"Main game fantasia aja," sahut Alzayn memberi saran.
"Nah, bener tuh kata, Al. Ayo, Kak."
"Tanya Abang deh, dia mau ikut enggak?"
"Mau kemana, Dek?" Terlihat Aiden yang menuruni tangga.
Clarissa segera menghampiri Aiden dan bergelayut manja di lengannya, ia adalah yang paling manja dengan Aiden. "Abang, jalan-jalan, yuk? Cla bosen,” rengeknya mengerucutkan bibir.
"Mau kemana? Hem?"
"Game fantasia," jawab Clarissa antusias.
Aiden mengangguk-angguk. "Oke, lets go."
"Yesss!" seru Clarissa senang.
Ke-empatnya memasuki mobil sport milik Aiden, menuju mall di pusat kota. Hampir satu jam mereka bermain, dan hampir semua permainan telah mereka coba.
"Cla, main basket, yuk? Kita taruhan," tantang Alzayn.
Meskipun Clarissa satu tahun di atas Alzayn, tapi Alzayn lebih sering memanggil Clarissa tanpa embel-embel 'kak', Alzayn selalu memberikan alasan 'Cla lebih pendek daripada aku, kayaknya lebih cocok aku yang jadi Kakak'. Alasan itulah yang sering membuat keduanya jarang akur.
"Apa taruhannya?"
"Yang kalah gendong yang menang sampai parkiran, deal," Alzayn mengulurkan tangannya.
Clarissa memicing curiga, ia pasti kalah kalau lawan Alzayn. "Aku lawan Abang, kamu lawan Kak Ara, deal,” ia menyambut uluran tangan Alzayn. Kemudian menarik lengan Aiden untuk beradu basket dengannya.
"Oke, Kakak lawan kamu, Al," ujar Chiara memulai permainannya.
Poin Clarissa tertinggal jauh dengan Aiden, ia mendengus kesal. "Abang, ngalah dong sama Cla," rengeknya.
Aiden menoleh. "Kenapa Abang harus ngalah?"
"Ihh, Abang jahat."
Aiden terkekeh melihat tingkah adiknya, kemudian ia melempar bola asal-asalan, sengaja tidak memasukkan dalam ring.
"Yaaahh kalah," seru Chiara lesu setelah permainannya usai.
"Aku menang yee.." sorak Clarissa melompat girang.
"Yaah abang kalah," ujar Aiden pura-pura lesu.
Clarissa segera melompat di belakang punggung Aiden. Sedangkan Chiara terlihat lesu melihat Clarissa yang sudah digendong Abangnya.
"Aku saja yang gendong Kak Ara, ayo naik," Alzayn membungkuk di depan Chiara.
"Serius?"
Alzayn mengangguk. "Memangnya Kak Ara kuat gendong aku?" kekehnya.
Chiara tersenyum saja, kemudian melompat ke punggung Alzayn.
"Kak Ara makan apa, sih? Berat banget," keluh Alzayn yang baru berjalan beberapa langkah menyusul Clarissa dan Aiden.
"Enak aja, Kakak enggak berat tau,” protes Chiara memukul punggung Alzayn.
Drrrttt drrtttt
"Cla, ponsel Abang bunyi."
"Dimana, Bang? Biar aku ambilin."
"Di saku jaket, kanan."
"Bunda, Bang,” seru Clarissa saat melihat identitas penelepon di ponsel Aiden. Ia menggeser tombol hijau untuk mengangkatnya, lebih tepatnya melakukan video call.
"Assalamualaikum, Bunda.."
Mendengar nama Bunda disebut, Alzayn mempercepat langkahnya menghampiri Abangnya.
"Wa’alaikumsalam, sayang. Eh, lagi pada ngapain?"
"Habis main, Bunda. Abang kalah jadi gendong Cla, ini Al juga gendong Kak Ara," Clarissa mengarahkan ponselnya ke arah Chiara dan Alzayn.
"Bundaa,” seru keduanya riang.
"Hallo, sayang, bagaimana kabar kalian?"
"Baik, Bunda. Bunda sama Daddy baik-baik saja, ‘kan?"
Stella mengangguk. "Bunda sama Daddy baik."
"Bunda, Cla kangen sama Bunda,” ucap Clarissa sendu.
"Al juga, Bunda,” sahut Alzayn yang masih menggendong Chiara.
"Bunda lebih kangen sama kalian, tega, ya, kalian ninggalin Bunda," Netra Stella berkaca-kaca.
"Jangan nangis, Bun," ucap Aiden melihat wajah sang ibu hampir menangis.
"Enggak, Bunda enggak nangis kok," Stella mendongak agar air matanya tidak mengalir.
"Daddy dimana, Bun?"
"Daddy di sini," Sandy muncul di belakang Stella.
"Daddyyy kangenn.." rengek Clarissa dan juga Chiara.
"Daddy juga kangen kalian, princess. Bagaimana sekolahnya?"
"Baik, Dad. Teman-teman Cla juga baik sama Cla."
"Hem, baguslah. Oh, iya, bulan depan kalau tidak ada halangan, Bunda sama Daddy ke Indonesia."
Aiden dan Alzayn menurunkan Clarissa dan juga Chiara karena mereka sudah sampai di mobil yang terparkir. Video call masih berlanjut saat mereka telah masuk di mobil, dengan Aiden yang akan memulai menghidupkan mesin.
"Beneran, Dad?"
"Serius, Bunda?"
"Iya, sayang. Bulan depan Bunda sama Daddy ke Indonesia, kalian jaga diri baik-baik, ya, nurut sama Abang."
"Siap, Bunda."
"Kalian mau Bunda bawakan apa?"
Kompak mereka menggeleng. "Denger Bunda mau ke Indonesia saja, Al udah seneng banget, Bun."
Kalimat Alzayn mendapat anggukan dari kakak-kakaknya.
"Daddy ada kabar baik," seru Sandy tersenyum.
"Apa, Dad?" ketiganya kompak bertanya, selain Aiden tentunya, ia sedang fokus mengemudi.
Terlihat Sandy yang tersenyum mengelusi perut rata Stella, ketiganya menatap bingung, bahkan Aiden melirik pada ponsel yang sedang di pegang Alzayn yang sedang duduk di sampingnya, ia melihat tingkah ayahnya. Ke-empatnya saling tatap, kemudian...
"TIDAAAKKKKKK!!"
"YESS!! Uhuyyy, akhirnya gue jadi Kakak."
Sudah jelas dong siapa yang kegirangan akan berita ini. 😂
...***...
Selama mengikuti sang Mama berbelanja, tak sedikitpun wajah Kenneth menunjukkan kebahagiaan, yang ada wajahnya senantiasa tertekuk. Bagaimana tidak? Sudah hampir tiga jam dirinya bak bodyguard sang Mama, mengikuti langkah Ratu keluar masuk toko yang hanya membeli satu barang dengan menghabiskan waktu hampir satu jam untuk memilih.
Hendak protes? Tentu tidak bisa, percuma saja, sang ratu tetap akan menyeretnya. Begitulah nasibnya jika tidak mempunyai saudara perempuan.
Tak tahan lagi, Kenneth memutuskan untuk duduk di kursi tunggu sembari menunggu sang ratu menyelesaikan tugas negaranya yang entah kapan akan selesai. Meletakkan paper bag di lantai dengan kasar, menghempaskan diri di kursi, ia menarik nafas panjang. ‘Tiga jam, dan cuma dapat tiga biji. Ribet banget jadi perempuan,’ gerutunya dalam hati.
Kenneth mengeluarkan ponsel dari saku celana untuk mengecek beberapa notifikasi yang masuk. Ia menumpu kaki kanannya dengan kaki kiri seraya membalas beberapa chat yang masuk, sesekali memperhatikan sang Mama yang masih sibuk di dalam toko. Keningnya menyernyit menyadari sesuatu yang tidak asing tengah melintas di depannya. Dua gadis yang sedang berada di gendongan laki-laki yang jelas ia tahu siapa salah satu dari mereka. Netranya menatap lekat pada gadis yang berada di gendongan seorang pria yang lebih muda darinya. "Chiara?" gumamnya pelan.
📖
📖
📖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Sita Sakira
aihh gila sandy demen bener dah bikin anak hahah
2020-08-29
1
Awan Luluk
wkwkwk.pada mau punya adek lagi 😆
2020-04-16
7
Wike Nafisa
Ihhhh lanjut thorr.. Seruuuuu
2020-04-15
2