Tim cheerleader sedang melakukan gerakan koreografi di ruang kesenian, pertandingan basket akan diadakan satu minggu lagi sehingga sebagai tim sorak mereka harus memberikan yang terbaik. Latihan kali ini di dampingi Bu Dian sebagai guru seni, beliau ikut andil menyaksikan secara langsung gerakan yang akan ditampilkan dalam acara basket yang akan datang.
"Vanya, sepertinya kamu tidak bisa ikut kali ini."
Vanya yang duduk di samping Bu Dian menoleh. "Tapi, Bu, kaki saya sudah baikan, kok, seminggu lagi juga pasti sembuh."
Terlihat Bu Dian menghela nafas. "Ini untuk kebaikan kamu, Vanya, kamu tetap bisa memantau mereka, Ibu tidak ingin terjadi sesuatu pada kakimu jika kamu memaksanya."
Vanya menunduk sebal.
"Sebagai kapten cheers tidak harus turun tangan juga, ‘kan?" Bu Dian mengelus lengan Vanya menenangkan.
Vanya mengangguk lesu.
"Ya, sudah, lebih baik kamu istirahat, nanti Ibu akan cari pengganti kamu. Anak-anak kemari sebentar," seru Bu Dian memanggil anggota cheers yang sedang latihan. "Berhubung Vanya tidak bisa ikut dalam kegiatan kali ini, jadi Ibu akan mencarikan pengganti sebagai leader. Sekalian juga Ibu mencari kapten cheerleader untuk tahun berikutnya karena Vanya sudah kelas dua belas dan sebentar lagi akan meninggalkan sekolah," tuturnya menjelaskan.
"Kira-kira siapa, Bu, pengganti saya?" tanya Vanya.
"Yang pasti Ibu akan mencari yang benar-benar bisa, karena kita cuma ada waktu enam hari."
"Aduhh.. Hanin apaan, sih?"
Semua yang ada di dalam ruang kesenian menoleh saat mendengar keributan yang terjadi di luar. Ternyata itu adalah Clarissa yang didorong paksa oleh Hanin dan Zia untuk memasuki ruang seni.
"Eh, eh, ada apa ini?" tanya Bu Dian menengahi.
"Maaf, Bu," sesal Clarissa menunduk. Ia melirik tajam dua temannya yang tak merasa bersalah telah mendorongnya. "Kalian apa-apaan, sih? Kenapa ngajak gue ke sini?" desisnya pelan.
Hanin dan Zia menyengir saja.
Vanya mendengus memperhatikan Clarissa, ia merasa kesal tiap kali bertemu Clarissa, terlebih mengingat ejekan yang Clarissa lakukan padanya di toilet.
"Bu Dian, Ibu sedang mencari pengganti Vanya, ‘kan? Ups, Kak Vanya maksud saya,” Hanin berujar.
Bu Dian mengangguk. "Iya, benar. Lalu? Ada apa kalian ke sini?"
"Nah, kebetulan, Bu. Clarissa mau masuk anggota cheerleader, dia jago nge-dance loh, Bu. Waktu di Jerman dia pernah jadi kapten dance,” jawab Zia menggebu menjelaskan bakat Clarissa.
Vanya melotot mendengar penuturan adik kelasnya. 'Sialan! Cari kesempatan dalam kesempitan,’ gerutunya kesal.
"Benar, Clarissa?" tanya Bu Dian memastikan.
"Minta unjuk bakat aja, Bu,” usul salah satu anggota cheers diangguki yang lain.
Bu Dian mengangguk-angguk. "Bagaimana, Cla? Kamu sanggup?"
Clarissa tersenyum. "Sanggup, Bu," jawabnya yakin.
Saat musik diputar Clarissa memulai gerakan dance-nya, meliuk-liukkan tubuhnya, gerakannya terlihat santai dan sama sekali tidak kaku. Beberapa anak mulai bertepuk tangan saat gerakan dan musik berhenti, tak luput, Bu Dian pun ikut bertepuk tangan.
"Oke, sepertinya Ibu sudah menemukan pengganti yang cocok untuk Vanya, jadi Clarissa, selamat bergabung di tim ini,” ucap Bu Dian tersenyum bangga.
Clarissa berlari ke arah dua temannya, ketiga melompat-lompat senang saling berpelukan.
"Cih, norak!" gerutu Vanya pelan.
"Clarissa, silahkan bergabung dengan tim, kita mulai latihan selanjutnya."
"Baik, Bu," jawab Clarissa senang.
"Kita balik dulu, Cla. Lo semangat ya, cayo!” ucap Zia mengepalkan tangan di udara.
"Hati-hati sama mak lampir,” bisik Hanin, kemudian ketiganya terkikik.
Clarissa mengangguk, kemudian mulai bergabung dengan tim untuk memulai latihan.
...***...
“Kak Ara!" teriak Clarissa ketika melihat Chiara berjalan membawa tumpukan buku.
Chiara berjengit. "Cla, kamu ngagetin Kakak tahu."
Clarissa menyengir. "Sorry.”
Chiara menatap curiga pada Clarissa. "Bahagia banget, kenapa?"
"Hari ini itu hari paling bahagia buat aku. Aku berhasil masuk anggota cheerleader, Kak," pekik Clarissa tertahan menghentakkan kakinya di lantai.
"Bukannya kamu gagal kemarin?"
Clarissa mengangguk. "Ini yang dinamakan keajaiban dunia," jawabnya seraya melebarkan tangan.
"Selamat, ya, hati-hati latihannya,” tanggap Chiara ikut senang. “Eh, iya, kapan acaranya?"
"Minggu depan, Kak. Jadi, kemungkinan mulai hari ini aku pulang telat, harus latihan dulu."
Chiara mengangguk. "Iya, nanti biar Kakak bilang sama Abang."
Chiara dan Clarissa menghentikan langkah saat Kenneth berdiri menjulang di hadapannya, keduanya harus mendongak karena postur tubuh Kenneth yang lebih tinggi.
Kenneth memperhatikan Chiara. “Lama,” ucapnya mengambil alih tumpukan buku dari Chiara.
"Eh?"
"Siapa dia, Kak?"
"Ken," panggil Chiara.
Kenneth berbalik, menaikkan sebelah alisnya.
"Em.. kenalin, dia Clarissa, adik gue, dan Cla, dia Kenneth, teman sekelas Kakak, ketua osis juga."
"Wahh Kakak ketua osis?” tanggap Clarissa penuh minat. “Selama ini aku cuma denger dari anak-anak, dan ternyata benar apa yang dikatakan mereka,” imbuhnya sengaja menjeda kalimatnya.
"Apa yang mereka bilang, Cla?"
Kenneth menatap datar kedua siswi di depannya.
Clarissa sengaja menatap Kenneth lekat. "Cool dan.. datar," ujarnya jujur.
Chiara menutup mulutnya menahan tawa. Sedangkan Kenneth memutar bola matanya kemudian berbalik meninggalkan dua saudari itu.
Chiara memukul lengan Clarissa. "Kalau ngomong jujur banget kamu, Cla," kekehnya.
"Dia kalau di kelas juga begitu, Kak?"
Chiara mengangguk.
"Huftt, pasti sangat membosankan berbicara dengannya,” keluh Clarissa.
Namun hati Chiara seakan membantah.
"Apa dia pernah tersenyum, Kak? Karena menurut teman aku, dia enggak pernah senyum. Ih, itu orang apa setan sih," Clarissa bergidik.
"Hust, sembarangan kalau ngomong, kalau setan mana mungkin bisa sekolah, jadi ketua osis lagi," bantah Chiara.
"Iya, juga, ya, hehe," Clarissa menggaruk keningnya yang gatal.
"Hai, adik ipar,” sapa Galang yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
Chiara dan Clarissa menoleh.
"Hai, calon pacar,” ucap Galang lagi pada Chiara.
"Ha? Oh, hai,” balas Chiara kikuk.
Clarissa terkikik geli menyadari respon Chiara.
"Ada yang masuk tim sorak, nih, ceritanya,” goda Galang mengambil duduk di kursi panjang.
Clarissa terkekeh. "Tahu aja lo, Kakak ipar," balasnya menepuk lengan Galang dan ikut duduk di sampingnya.
Galang menyugar rambutnya. "Apa yang tidak diketahui oleh Galang?" ujarnya sombong. "Gue juga tahu sebentar lagi Chiara jadi pacar gue, eaa..” ia terbahak mendengar ucapannya sendiri.
Clarissa mendorong pundak Galang. “Sarap lo,” ujarnya ikut tergelak.
Chiara melotot ngeri melihat tingkah Galang yang sangat-sangat kePeDean itu, kemudian ia menggelengkan kepala.
"Jangan serius gitu, Chi, mukanya, gue tahu kalau gue ganteng," terlihat Galang kembali menyugar rambutnya.
"Idih, pede banget sih, lo," balas Chiara.
"Gue emang pede dari lahir, Chi. Jadi lo jangan kaget oke," Galang masih terkekeh.
"Terserah deh."
"Sabar, ya, Kak Ara," Clarissa mengelus-elus lengan Chiara.
"Eh, lo enggak latihan basket, Lang?" tanya Chiara kemudian.
"Ciee mulai perhatian, nih, yee,” Galang semakin gencar menggoda.
Chiara memutar bola matanya jengah.
“Ehem,” Galang berdehem menetralkan suaranya. "Minggu depan lo lihat gue tanding, ya, Chi?” ujarnya serius.
"Kenapa?"
"Biar gue semangat.”
"Emang gitu, ya?"
Galang mengangguk. "Kalau lo ada di sana gue pasti lebih semangat lagi, Chi."
Clarissa mengangguk mengiyakan.
Chiara nampak berfikir. "Iya, deh, gue nonton, Clarissa ada di sana juga, ‘kan, sebagai tim sorak?”
"Iya, Kak."
"Yess!! Gue pastikan sekolah kita pasti pulang bawa kemenangan, Chi," ucap Galang yakin.
"Aminn."
Obrolan ketiganya terhenti saat Kenneth berjalan melewatinya.
Ekor mata Kenneth melirik pada Chiara yang tertawa lepas. Begitu pula dengan Chiara juga memperhatikan Kenneth. Untuk sesaat keduanya terlibat kontak mata hingga Kenneth memutuskan kontak lebih dulu.
Clarissa menyenggol lengan Chiara. "Kak Ara jangan sampai suka sama orang kaya gitu," bisiknya menyadari Chiara lekat memperhatikan ketua osis yang perlahan menjauh.
Chiara menoleh. "Kenapa?"
"Ya, bayangin aja, kita udah ngomong sampai berbusa, dianya cuma datar aja, enggak asik banget."
"Kamu ngomong apa sih, Cla?" bantah Chiara.
"Bener tuh kata, Clarissa. Selama ini dia emang jarang ngomong kalau enggak penting,” Galang menyahut.
"Dia pernah punya pacar nggak, sih?" tanya Clarissa penasaran.
“Gue nggak pernah lihat dia sama cewek selama hampir tiga tahun ini, cuma si Vanya itu yang gue lihat selama ini deket-deket sama dia, gue kira mereka pacaran,” jawab Galang terkekeh.
"Kenapa ketawa?"
"Ya, bego banget, lah, si Ken, kalau mau punya pacar kayak Vanya."
"Bener, tuh, hahaha."
Clarissa dan Galang kompak tertawa.
Sedangkan Chiara mencerna kalimat Galang. 'Jadi, Kenneth belum pernah pacaran?' Ia juga membantah ucapan Clarissa tentang tak menariknya seorang Kenneth. Sebab ia pernah sesekali berbicara dengan Kenneth dan itu membuatnya semakin tertarik untuk berbicara lebih lama. Dan jangan lupakan senyuman Kenneth yang pernah dilihat Chiara, Chiara yakin Clarissa pasti akan menarik kata-katanya dan juga terpesona sama seperti dirinya.
📖
📖📖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Nindita Larasaty
Jngn harap lu Galang bsa jadian sma Chiara. Gw lebih ska Chiara sma Kenneth dripada sma lu yg liar.
2021-05-30
1
detania
lanjut kak
btw tetap semangat
2020-04-20
1
Dhea Ayu Lestari
crazy up dong thorrr
2020-04-20
0