Tepat seminggu, audisi pemilihan anggota cheerleader sedang diadakan di dalam ruang kesenian. Clarissa sudah siap sedari tadi, dirinya tengah duduk di antara peserta, menunggu gilirannya untuk menunjukkan bakat.
"Peserta selanjutnya, Clarissa Alanis," ucap salah satu anggota cheerleader senior.
Clarissa menunduk memberi hormat pada senior, musik mulai diputar dan ia mulai menggerakkan tubuhnya sesuai irama lagu. Tak perlu diragukan, dulu sewaktu sekolah menengah pertama dirinya sudah menjadi anggota dance, bahkan menjadi kapten selama setahun.
"Gimana, Cla?" tanya Hanin —teman sebangkunya. saat Clarissa keluar dari ruang seni.
Clarissa memberikan jempolnya. "Beres, semoga gue keterima jadi anggota cheerleader," senyum bahagia terpatri di wajah cantiknya.
"Gue yakin lo pasti lolos, Cla,” sahut Zia menepuk pundak Clarissa. "Kantin yuk?" ajaknya kemudian.
...***...
"Suit, suit."
"Hai, cantik."
Niko dan Joni terus saja mengeluarkan jurus untuk menggoda siswi yang lewat di koridor. Sedangkan Galang tengah menunduk memainkan ponselnya, tidak menghiraukan kedua sahabat somplaknya.
"Eh, itu anak baru, ‘kan?"
"Yo’i, yang kelas sepuluh itu, ‘kan?"
Galang mendongak mendengar cuitan temannya tentang anak baru, ia memperhatikan tiga siswi yang berjalan menuju ke arahnya. Ia beranjak dari duduknya, menyenderkan punggungnya di pilar seraya memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. "Selamat siang, adik ipar,” sapanya ketika ketiga siswi itu sampai di depannya.
Niko dan Joni yang hendak membuka suara mengurungkan niat setelah mendengar ucapan Galang, bahkan mulut keduanya masih terbuka.
Ketika siswi itu saling tatap, seakan berucap, siapa yang diajak bicara?
Galang berdehem, “Lo lupa sama gue?"
Pernyataan Galang belum juga dijawab oleh ketiganya.
Galang menghembuskan nafas pelan. "Elo Clarissa, ‘kan? Adiknya Chia-ra,” tanyanya menatap gadis dengan rambut sebahu yang berdiri di tengah.
Clarissa mengangguk. "Iya, Kak. Gue Clarissa adiknya Kak Ara, Kakak sekelas sama Kak Ara, ya?"
"Ohh pantesan," seru Niko dan juga Joni mengangguk-angguk mengerti.
Galang mengulurkan tangan. "Gue Galang, calon Kakak ipar lo,” ungkapnya percaya diri.
"Hah?" Clarissa terkejut, ia menatap kedua temannya, sedangkan temannya hanya menggeleng dan mengangkat bahu. "Eh, i-iya, Kak,” balasnya menyambut uluran tangan Galang. "Em, gue permisi, Kak. Mau ke kantin,” pamitnya kemudian. Jujur saja Clarissa merasa aneh berdekatan dengan Galang. Ganteng, sih, cuma agak kepedean menurutnya, dan apa tadi ia bilang, calon kakak ipar? astaga.. apa benar Kak Ara pacaran sama Galang?
"Itu yang namanya Kak Galang, Cla,” cetus Hanin memberitahu.
"Dia itu ketua basket, ganteng, ya?"
Clarissa menoleh pada Zia yang tengah senyum-senyum tidak jelas.
"Eh, emang bener dia calon Kakak ipar lo? Berarti dia pacaran sama Kak Ara dong?"
"Gue enggak tahu, Zi. Entar coba gue tanya sama Kak Ara."
...***...
"Hai, Ken.”
Entah darimana asalnya, tiba-tiba Vanya sudah muncul di antara Kenneth yang sedang berjalan di koridor menuju kelasnya, dan langsung menyambar lengannya.
"Eh, elo kayak jelangkung tahu nggak? Datang tak diundang, pulang tak diantar," ujar Alex penuh sindiran.
"Sirik aja lo."
"Lepas,” hardik Kenneth melepaskan tangan Vanya yang berada di lengannya.
"Eh, Ken. Pulang sekolah kita jalan yuk?" Bukannya melepas tangannya, Vanya justru menyenderkan kepalanya di bahu Kenneth.
"Jiahh.. si Oneng."
"Lo kek ulet bulu tahu nggak? Geli gue."
Alex, Julio, Deni dan Toriq bergidik ngeri dengan tingkah Vanya yang seperti cabe-cabean, berulang kali ditolak Kenneth, masih saja tidak punya muka, heran.
Vanya melirik sinis ke-empat siswa itu, kemudian beralih menatap Kenneth dengan senyuman.
"Nggak!" jawab Kenneth datar dan dingin.
Vanya mengerucut sebal. "Kenapa, sih, kamu selalu nolak ajakan aku," protesnya dengan nada lembut dan wajahnya terlihat sedih.
"Huwekkk."
"Anjirrr."
"Kebelet boker gue dengernya."
"Tiba-tiba perut gue juga mules, nih."
"Diem lo!” hardik Vanya yang mulai risih dengan ocehan teman-teman Kenneth.
"Wohoho santuy mbaknya," Deni mengangkat kedua tangan di udara.
"Hai, Chiaraa..” Julio melambaikan tangan pada Chiara yang baru saja keluar kelas, sepertinya akan membuang sampah.
"Hai, Chiaraa.." ketiga temannya kompak mengikuti apa yang ketua kelas mereka lakukan.
"O-h, hai,” balas Chiara kikuk. Tanpa sengaja ia memperhatikan tangan Vanya yang melingkar di lengan Kenneth.
Vanya tersenyum sinis memperhatikan Chiara. “Sok kecantikan,” gerutunya pelan, ia semakin mengeratkan pelukan di lengan Kenneth.
"Mau Abang bantuin?" tawar Julio menarik perhatian Chiara dari Vanya.
Chiara menggeleng. "Eh, enggak usah, makasih,” jawabnya tersenyum.
"Aduhhh meleleh hati Abang, Dek."
"Udara mana udara," Deni mengibaskan tangannya serta mulutnya yang seperti sedang memakan angin.
"Jangan kebanyakan senyum, Ra. Entar gue diabetes, eaaa," goda Alex tergelak.
Vanya berdecih. “Cakepan juga gue,” cibirnya pelan.
Kenneth bergeming memperhatikan teman-temannya yang sedang menggoda Chiara. Sebenarnya ia tengah berfikir kenapa Chiara menyembunyikan identitas aslinya.
"Kalian bisa aja, gue masuk duluan, ya?"
"Eh, bareng aja, yuk, biar dikira pasangan," seloroh Julio segera menempatkan diri di samping Chiara.
"Boleh," jawab Chiara membuat Julio girang.
"Gue duluan, ye, dah jomblowers,” cetus Julio melambai.
"Anjir."
"Enggak nyadar kalau dia juga jomblo."
"Kelamaan jomblo, tuh, suka halu."
"Ken, jadi gimana?" lanjut Vanya masih keukeh dengan ajakannya.
Kenneth menatap tajam pada Vanya. "Kalau gue bilang nggak, ya nggak!” hardiknya keras.
Nyali Vanya menciut mendengar bentakan Kenneth, ia menundukkan wajahnya lesu.
"Lepasin tangan lo,” desis Kenneth mengancam.
Vanya mendongak menatap Kenneth, menyadari tatapan tajam Kenneth membuat tangannya terlepas dengan sendirinya.
Tanpa berucap, Kenneth berjalan memasuki kelas meninggalkan Vanya yang mematung.
Toriq menepuk pundak Vanya, sang empu menoleh. "Gue turut berduka."
Alex menonyor kepala Toriq. "Berduka pala lo, siapa yang meninggal, ogeb!”
“Lah, dia, 'kan?” Toriq menunjuk Vanya dengan dagunya. “Elo lihat, ‘kan, tadi Ken nolak dia, pasti sekarang hatinya patah, kalau hati patah, ‘kan, ko.id," celetuknya tanpa dosa.
Deni menoel pipi Toriq. "Tumben lo cerdas," kekehnya.
Toriq berdehem, "Mon maap, gue udah pinter dari dalam kandungan."
"Heleh, bisul kadal."
"Diem lo semua!" hardik Vanya keras, ia sangat kesal akan penolakan yang Kenneth berikan. Sekarang ketiga teman Kenneth justru mengejeknya.
"Cieee marah."
"Eh, ada suara nggak ada orang,” timpal Alex celingukan.
"Hah, serius lo? Jangan-jangan udah jadi hantu gentayangan dia,” sahut Toriq bergidik.
"Gue jadi merinding. Lihat, bulu mata gue sampai berdiri."
Alex dan Toriq kompak menonyor kepala Deni.
"Bulu kuduk, monyet."
"Mana ada bulu mata berdiri, lo kira bulu mata anti badai ala Syahrini."
"Heh, bisa diem nggak lo bertiga!" bentak Vanya murka, ia melotot tajam seakan bola matanya hampir terlepas.
Ketiganya yang tadinya tertawa terbahak kompak menghentikan tawa dan berlari memasuki kelas, mereka sudah puas mengerjai Vanya.
Vanya mendengus kesal. "Kenapa, sih, Ken, lo nolak gue mulu," keluhnya. "Awas saja kalau anak baru itu berani deketin Kenneth, gue pastiin dia bakal keluar dari sekolah ini,” gumamnya bertekad. Entah mengapa ia merasa tersaingi dengan kehadiran Chiara sebagai anak baru. Vanya telah mendengar beberapa obrolan para penghuni sekolah yang membanding-bandingkan kecantikan Chiara dan juga dirinya. Serta beberapa murid yang mengatakan kalau sebutan primadona sekolah kini digantikan oleh Chiara, bukan dirinya lagi. Dan lagi, beberapa kali dirinya mendapat informasi kedekatan antara Kenneth dan juga Chiara. Hal itu membuat dirinya semakin tidak menyukai Chiara sebagai anak baru.
Vanya menyeringai. "Bukan cuma lo yang jadi incaran gue, tapi orang terdekat lo juga bakal kena imbasnya."
📖📖📖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Dewa Dewi
😂😂😂😂😂
2024-12-03
0
Felisha Almaira
kamu salah pilih lawan 😏😏😏😏
2022-11-26
0
Felisha Almaira
kompak banget gila nya🤣🤣🤣🤣
2022-11-26
0