hi redear cecan n cogan
aq msih usaha buat crazy up
tapi eh tetapi author terserang flu
jadi harap maklum ya ayang2ku semua
kita cuss lanjut yuk!!!
happy reading,moga2 kalian suka
----------------------------------------
Tawa Zidane seketika pecah di akhir cerita Lara.
"Haha .... Serius La? Lo mau jadi pembantu, haha. Lo yakin bisa, hah? Lo biasa kerja melototin komputer, terus sekarang lo mau jadi pembantu?" ejek Zidane.
Lara yang kesal memukul pundak Zidane yang sedang berdiri di samping meja kerjanya.
Plakk!
Lara memukul Zidane sembari bangun dari kursinya. Lara berjalan menuju sofa panjang di depan meja kerjanya. Sofa itu biasa Lara gunakan untuk berbaring saat dia sudah lelah menatap layar komputer.
"Please, ya, Zid! Kamu ralat kata pembantu itu! Aku bukan jadi pembantu, tapi pengasuh," ucap Lara dengan wajah cemberut.
Lara menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Kenapa baju lo, La?" tanya Zidane yang baru sadar kalau baju sweater kesayangan Lara itu berubah warna dari putih jadi coklat.
"Nah, tuh, dia. Aku mau ngomong sama kamu. Aku pulang untuk ganti baju dulu, setelah itu langsung berangkat ke rumah Seren dan menginap dua hari di sana. Selama aku kerja jadi pengasuh Seren, aku ingin tugasku kamu gantikan dulu, Zid. Kamu bisa kan?"
"Gak bisa. Lo itu owner caffe ini. Orang yang udah bekerja keras membangun bisnis ini. Kalo lo kasih tanggung jawab lo ke gue, emang lo ga takut gue korupsi atau bikin bangkrut caffe lo?" Zidane bertanya dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Caffe ini kita bangun berdua, Zid. Otomatis, kamu pemilik kedua dari caffe ini. Mana mungkin kamu bikin usaha kita bangkrut." Lara menjawab dengan senyum.
Zidane selalu kalah kalau Lara sudah bicara dengan senyum indah merekahnya. Zidane sangat mengagumi malaikat kecil ini. Ya, bagi Zidane kebaikan Lara bak malaikat. Ditambah wajah cantik dengan senyum yang bisa membuat semua mata lelaki jatuh cinta.
"Ya udah, aku ganti baju dulu. Takutnya Seren pikir aku bohong padanya kalau aku tidak cepat kembali kesana lagi." Lara pamit pada Zidane. Keluar dari caffe dan menuju ke rumahnya di samping caffe tersebut.
"Ah, rasanya lengket. Sebaiknya aku mandi dulu." Lara pun memutuskan mandi terlebih dulu. Selesai mandi, Lara memakai dress putihnya, dress dengan lengan sedikit di bawah sikut, dengan ikat pinggang kecil berwarna hitam, dan panjangnya sebatas lutut.
Lara bersiap pergi karena tak terasa sudah dua jam lebih, dari waktu dia meninggalkan rumah Syahdan. Saat keluar dari rumahnya tepat dengan Zidane yang keluar dari caffe hendak mengantarkan tas Lara ke rumah.
"Pas banget lo dah keluar. Nih! Tas, Lo. Tadinya mau gue anterin ke rumah." Zidane berkata sembari menyodorkan tas ke arah Lara.
"Oh, iya. Aku lupa. Terima kasih,ya. Aku jalan dulu." Lara berpàmitan dan menempelkan pipinya ke pipi Zidane.
Dari seberang jalan depan caffe, Syahdan menatap sedih melihat mereka berdua. Di mata Syahdàn, mereka terlihat seperti suami istri yang sangat romantis.
Lara menaiki taksi untuk pergi ke rumah Syahdan. Syahdan putar balik ke arah semula dia hendak pergi yaitu kota B.
***
Dua jam yang lalu.
Ponsel syahdan bergetar di saku jasnya. Syahdan melihat nama yang tertera 'my princess'.
"Halo, sayang." Syahdan menjawab panggilan di ponselnya.
"Papa! Tante Lala mana, Pah? Kok gak datang-datang. Selen mau Tante Lala, Pah. Hiks hiks," jawab Seren dari seberang telepon.
"Ya udah, Papa juga belum jauh dari rumah Tante. Kalau begitu, Papa jemput dan bawa Tante sama kamu, ok, Sayang! Jadi, Seren jangan nangis lagi, ya."Syahdan menutup panggilan telepon dari Seren.
Sebenarnya Syahdan sudah lumayan jauh dari rumah Lara, tapi entah kenapa, dia sangat senang mendapat telepon dari Seren. Syahdan mempunyai alasan untuk bertemu Lara kembali. Jadi, dia tidak merasa repot walau harus putar balik.
Setengah jam kemudian dia sampai di seberang jalan di depan rumah Lara. Syahdan melihat Lara keluar dari caffe dan masuk ke rumah di samping caffe.
Syahdan memutuskan untuk menunggu sampai Lara keluar lagi dari rumah. Karena Syahdan melihat Lara belum berganti baju.
Saat Lara keluar dari rumah, Syahdan terpukau melihat penampilan Lara. Syahdan tersenyum penuh kagum, tapi senyum itu hilang melihat Lara mengecup pipi seorang pria.
Syahdan menebak usia pria itu.
Siapa pria itu? Dari usianya, sepertinya laki-laki itu lebih cocok menjadi suami atau pacarnya Lara, pikir Syahdan.
Hatinya makin hancur melihat pria itu masuk ke rumah Lara dengan bebas.
"Sudah jelas, laki-laki itu pasti suami Lara. Kenapa saat ada orang yang bisa menggetarkan hatiku yang lama mendamba, justru orang itu sudah milik orang,"
gumam Syahdan dengan senyum pilu.
Dia putuskan putar balik kembali dan melanjutkan perjalanan ke kota B
***
Lara sampai di rumah Syahdan. Disambut pak Samin.
"Siang, Non. Ban mobilnya sudah saya ganti. Ban kempesnya belum saya masukkan ke mobil, soalnya terkunci," kata pak Samin.
"Terima kasih, ya, Pak. Maaf, sudah merepotkan. Nanti, biar saya aja yang memmasukkan bannya," jawab Lara.
"Tante! Aahhh!" Seren berlari memanggil Lara dan terjatuh. Kaki Seren berdarah dan sepertinya lukanya cukup lebar. Luka itu akan terus mengeluarkan darah jika tidak segera diobati.
Lara terkejut melihat Seren terjatuh dan pingsan.
"Ya ampun, Sayang. Kamu kenapa lari-lari begitu," ucap Lara dengan khawatir karena bukan hanya luka lecet dikakinya yang terus berdarah tapi juga Seren pingsan.
"Bi, biar saya bawa Seren ke rumah sakit. Bibi kabari Pak Syahdan!" perintah Lara pada Bi Eli.
"Baik, Non!" jawab Bi Eli.
Syahdan yang sudah menerima telpon dari Bi Eli, segera putar balik. Ia langsung melajukan mobilnya ke arah yang ditunjukkan oleh Bi Eli.
______________
ayo dong readers dukung author nih
biar semangat terus buat lanjut
jngn lupa y like n koment aq tunggu
jngn lupa jg klik favorite,,,,
terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
susi 2020
🥰🥰🥰
2023-11-03
0
susi 2020
😘😘
2023-11-03
0
Debbie Teguh
ud putar balik 2x nih, gak sampe2 dah wkwkwk
2022-06-06
1