hai reader
maaf nih author belum bisa up bnyak
tapi next author usahain,,,,ok!!
jangan lupa y like n koment n favoritenya ttp aq tunggu
kita cuss lanjut^^^
mudah2an reader suka
-----------'------------'------------'
"Hiks ... hiks ... hiks." Tiba-tiba Seren menangis.
"Tante, Selen cuma mau punya teman belmain," isaknya.
Lara merasa tidak tega melihat Seren. Namun, jika Seren baik-baik saja, itu berarti Lara tidak bersalah karena tidak membuat Seren terluka. Jadi, Lara tidak perlu menjadi pengasuh Seren.
Melihat Seren yang menangis terisak membuat Lara benar-benar tidak tega. Lara memang orang yang baik, tidak tegaan dan selalu lebih mementingkan orang lain dibanding diri sendiri.
Syahdan tidak enak hati karena Lara tahu kalau putrinya sudah membohongi dia. Dengan rasa canggung Syahdan meminta maaf kepada Lara.
"Maaf, Lara. Putriku sudah membohongimu."
"Tidak apa-apa, Pak, jika soal itu, cuma ...." Ucapan Lara menggantung.
"Cuma ... apa?" tanya Syahdan.
"Cuma ...." Lara ragu untuk melanjutkan ucapannya, karena dia takut Seren akan semakin sedih.
Syahdan benar-benar penasaran dengan apa yang ingin diucapkan Lara. Gadis itu hanya diam karena dia merasa bingung. Bagaimana caranya menyuruh Seren melepaskan pelukannya. Lara tak sampai hati kalau harus melepas paksa pelukan Seren.
"Lara kamu ngomong aja! Tidak apa-apa, saya paham kalau kamu marah karena sudah dibohongi. Sungguh saya sudah berusaha membujuk Seren untuk membatalkan niatnya menjadikan kamu pengasuhnya. Seperti yang kau lihat sekarang, dia menangis seperti ini juga semalam."
Syahdan menjelaskan panjang lebar, mencoba membuat Lara memahami situasinya.
Rasa iba pada Seren membuat Lara bingung. Apa yang harus dia lakukan. Lara bukanlah seorang pengangguran yang tidak punya tanggung jawab. Lara bertanggung jawab mengurus caffe yang didirikannya bersama sepupunya Zidane.
Lara memang selalu lebih mementingkan orang lain. Seren menarik-narik lengan baju Lara, membuat Lara menundukan wajah untuk menatap mata Seren. Mata Seren sudah sembab karena menangis. Mata sendu dari gadis kecil yang kesepian.
"Tante, maafin Selen. Selen udah bohong sama Tante, hiks hiks. Selen gak punya teman belmain, Tante." Seren berkata sambil mendongak menatap mata Lara.
Logika Lara kalah oleh hatinya karena logikanya seharusnya Lara senang tidak harus menjadi pengasuh Seren. Akan tetapi hatinya selalu lemah pada orang yang sedih di hadapannya. Lara pun menghela napas berat.
"Hah. Ya sudah, Tante mau jadi teman main Seren, tapi ada syaratnya."
Syahdan membelalak kaget dengan jawaban Lara. Namun, sesegera mungkin ia menetralkan kembali pandangan matanya.
"Lara, kamu tidak usah memaksakan diri untuk mengasuh Seren, karena ka ...." Ucapan Syahdan dipotong oleh Lara.
"Saya tidak terpaksa, kok, Pak." Lara menegaskan bahwa apa yang ia lakukan bukanlah karena terpaksa.
"Tapi, Seren harus menerima persyaratan dari Tante," tambahnya. Lara berjongkok menatap dan mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi badan Seren.
"Apa salatnya, Tante? Selen, mau kok nulut apa kata, Tante," jawab Seren dengan sumringah. Dia tidak lagi menangis.
Lara melanjutkan ucapannya sembari tangan kanannya mengusap sisa air mata di pipi Seren.
"Tante harus pulang dulu dan Seren, sementara waktu bermain dengan bibi dulu, ya. Oke."
"Oke, tapi Tante tal nginep di sini, kan?" tanya Seren.
"Sayang, Tante mana boleh nginep. Nanti keluarga Tante nyariin kalo, Tantenya tidak pulang." Syahdan mencoba memberi pengertian pada Seren.
"Kalo begitu, Selen saja yang nginep di lumah Tante," rengek Seren.
"Tapi, Sayang ...." Ucapan Syahdan terhenti.
"Oke, Tante nanti nginep di sini. Selama papa Seren kerja di luar kota. Sekarang, Tante harus pulang. Tante harus ganti baju dan meminta izin sama keluarga Tante," ucap Lara sambil tersenyum. Seren membalas dengan anggukkan.
Syahdan tidak mengira kalau Lara sama sekali tidak marah sudah dibohongi Seren. Lara juga tetap mau mengasuh Seren. Syahdan terpesona menatap bibir tipis Lara saat tersenyum.
Syahdan merasakan kebahagiaan saat melihat mereka berdua bagai ibu dan anak. Dia membayangkan Lara menjadi istrinya dan menjadi ibu untuk Seren.
Ah, sial! Apa yang kupikirkan ini. Dia baru kukenal kemarin, bagqimana bisa pikiranku sudah sejauh itu, batin Syahdan.
Lara berdiri dan melepaskan pegangan Seren padanya. Menatap Syahdan lalu berpamitan.
"Ya sudah, Pak. Kalau begitu, saya permisi pupang. Bapak juga harus pergi, kan?" tanya Lara.
"Saya antar kamu pulang, ya?" Syahdan menawarkan diri.
"Gak usah, Pak. Saya bawa mobil sendiri," tolak Lara dengan halus. Ia membungkuk sekali di depan Syahdan dan berlalu keluar dari rumah itu.
Syahdan sedikit kecewa melihat Lara pergi. Dia mengalihkan pandangannya ke arah Seren, mencium keningnya dan pamit pergi pada Seren.
"Seren, Papa pergi dulu. Jangan nakalin Tante Lara nanti, ya!"
"Siap, Pah. Selen janji gak nakal."
Syahdan beranjak keluar. Saat sampai di halaman, dia melihat Lara belum pergi dari sana. Dia melihat Lara yang sedang menendang-nendang ban depan mobilnya. Syahdan menghampiri Lara.
"Lara, saya kira sudah pergi tadi. Kenapa dengan mobilnya?" tanyanya.
"Ini, Pak. Sepertinya ban mobil saya kempes," jawab Lara.
"Ya sudah, saya antar saja kalau begitu. Ban mobilnya biar diganti sama Mang Samin. Tinggal aja di sini tidak apa-apa, kan? Kamu bawa ban serep?"
Lara mengeluarkan ban serep dari bagasi mobil pinknya. Setelah itu dia menyusul Syahdan yang sudah lebih dulu naik ke mobil hitam di samping mobil Lara.
Syahdan menurunkan kaca mobilnya karena melihat Lara hanya mematung dan tidak segera masuk ke mobilnya.
"Kenapa? Tidak mau naik?"
"Em ... saya duduk dimana, Pak?" Lara bertanya dengan senyum canggung.
"Ya di depanlah. Kamu pikir, saya ini sopir," jawabnya sambil tertawa kecil.
"Ma-maaf, bukan maksud saya seperti it ...." Ucapan Lara dipotong oleh Syahdan.
"Sudah, cepat masuk! Saya antar kamu pulang. Kamu tidak mau, kan, saya terlambat gara-gara kamu," pangkas Syahdan.
Lara membuka pintu mobil dan melangkah masuk ke mobil. Syahdan menyalakan mesin dan segera menginjak tuas gas. Mobil pun berlalu meninggalkan halaman rumahnya.
Sepanjang perjalanan, Syahdan selalu mencuri pandang ke arah Lara. Baju sweater putih dan rok ketat coklat sebatas betis itu terlihat pas di tubuh rampingnya. Meski sweater itu sudah tidak lagi putih di bagian depan, tapi tetap terlihat cantik.
Syahdan tertegun saat melihat jari tangan kiri milik Lara. Di jari manis sebelah kiri itu tersemat sebuah cincin. Bentuk cincin itu seperti cincin pernikahan atau pertunangan. Ada kekecewaan dalam hatinya.
"Syahdan, Syahdan, apa yang kamu pikirkan, heh? Wanita cantik dan super baik seperti Lara, pasti dia sudah ada yang memiliki." Syahdan merutuk di dalam hatinya.
___________
Hayo tebak reader cincin apa ya yg di jari Lara
please like,koment,dan favorite ya
yang komen jangan khawatir ya author orangnya baik kok.komenan jujur kalian aq tunggu ya
makasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Muawanah
hmmm.... apa kah lara sudah punya tunangan,,,???
2022-05-27
1
Tuti Setiawati
atau cincin d ksh nenek siapa tahu.. eeh.. eeh .. jd kduga lanjut thor
2022-02-13
1
Dayu Sri
cincin pemberian ibunya mgkn..🤔
2021-12-15
1