14. Aku tidak bohong

"Bahaya yang mengancam dari sebuah perjanjian di masa lalu, ayah."

"Maksud kamu, Nak? Apakah Budi pernah melakukan perjanjian dengan mahkluk halus?"

"Sudah aku katakan, anak itu punya hubungan tidak beres dengan mahkluk tak kasat mata," kata bunda.

"Bukan dia bunda."

"Bukan dia? Lalu?" tanya ayah cepat.

"Kakek buyutnya. Hutan belakang rumah adalah tempat mereka."

"Dari mana kamu tahu?" tanya bunda mulai perduli.

"Aku ... aku tahu dari seseorang yang menyampaikan padaku."

Bunda dan ayah saling pandang. Mereka sama-sama merasakan kekhawatiran terhadap anak mereka.

"Suci, apakah kamu sudah bisa melihat mahkluk halus lagi, nak?" tanya ayah.

"Tidak ayah. Aku hanya bisa merasakan kehadiran mereka. Tapi .... "

"Tapi apa, nak?" tanya bunda cemas.

"Ti--tidak ada. Lupakan saja, ayah, bunda."

"Bunda, aku mohon bunda mau menolong Budi. Kasihan dia, Bun." Suci memelas pada bundanya.

Bunda tidak menjawab apa yang Suci katakan. Bunda melihat kearah ayah. Ayah juga tidak memberikan tanggapan apa-apa. Mereka hanya saling pandang, lalu diam dengan pemikiran masing-masing.

"Sebaiknya kamu istirahat dulu nak. Pulihkan kondisimu terlebih dahulu. Jangan beratkan pikiranmu dengan memikirkan hal orang lain," kata bunda sambil membelai rambut Suci dengan lembut.

"Tapi bun .... "

"Suci, apa yang bunda kamu katakan itu ada benarnya, nak. Sebaiknya kamu istirahat untuk memulihkan tenaga kamu terlebih dahulu. Lupakan dahulu semua masalah yang memberatkan pikiranmu, nak," kata ayah pula.

"Ba--baik aya, bunda." Suci terlihat tidak bersemangat dan kesal dengan keputusan ayah dan bunda, namun dia tidak punya keberanian untuk membantah kedua orang tuanya.

Sementara itu di kamar Budi, dia sedang resah menantikan kabar Suci dari sang ayah. Ia cemas memikirkan keadaan Suci yang masih belum tahu baik ataukah buruknya saat ini. Budi bagun duduk bagun duduk dengan cemas sambil melihat layar ponselnya.

Sudah hampir dua jam dia menunggu, namun kabar Suci masih belum ia dapatkan. Ada niat untuk menghubungi ayah Suci duluan, namun ia batalkan. Budi tidak ingin mengganggu ayah terlebih dahulu.

Sebuah kemungkinan terus saja muncul dalam pikiran Budi saat ini. Membuat hatinya semakin bertambah resah dan resah.

Tiba-tiba, sebuah bayangan muncul dari tembok kamarnya. Bayangan hitam yang semakin lama semakin jelas menyerupai seorang wanita cantik. Dia adalah Yuni. Muncul dengan tiba-tiba, pergi juga dengan tiba-tiba, sesuka hatinya saja.

"Budi." Yuni memanggil Budi sambil tersenyum manis.

"Kamu! Mau apa kamu!"

"Aku ke sini untuk melihatmu."

"Pergi! Jangan pernah muncul di hadapanku!"

"Budi!"

"Se*tan lak*nat! Kamu sangat jahat. Tega-teganya kamu menyakiti Suci," kata Budi dengan amarah yang memuncak.

"Apa kamu bilang? Aku menyakiti kekasihmu? Tidak, aku tidak pernah menyentuh kekasihmu sedikitpun," kata Yuni dengan wajah kaget.

"Cih! Jangan pura-pura kaget kamu se*tan!"

"Budi. Aku benar-benar tidak pernah menyentuh kekasihmu sedikitpun."

"Bohong!"

"Aku tidak bohong Budi."

"Ternyata, selain kalian suka menganggu manusia, kalian juga suka bohong ya. Dasar se*tan lak*nat," kata Budi sangat kesal.

"Cukup Budi! Sekali lagi aku tegaskan bahwa aku bukan se*tan, dan aku bukan pembohong seperti yang kamu katakan. Aku tidak pernah menyentuh kekasihmu sedikitpun. Aku tidak menyakitinya. Aku memang tidak suka dengan hubungan kalian. Tapi aku tidak menyakitinya."

"Lalu siapa lagi kalau bukan kamu, hah!"

"Mana aku tahu. Yang penting bukan aku," kata Yuni dengan nada acuh.

Budi terdiam. Dalam hatinya masih merasakan ketidakpercayaan dengan semua perkataan yang Yuni ucapkan barusan. Ia masih berpikir apa yang Yuni katakan itu semuanya adalah bohong.

"Pergi!" kata Budi mengusir Yuni dengan keras.

"Budi!"

"Aku bilang pergi!"

Suara keras itu terdengar oleh mama yang sedang berbicara lewat telpon di ruang tamu. Sontak saja mama kaget. Ia menghentikan obrolannya sesaat untuk melihat apa yang sedang terjadi pada Budi.

"Ada apa, Bud?" tanya mama sambil membuka pintu kamar.

"Mama. Ti--tidak ada apa-apa, Ma," ucap Budi gelagapan. Ia lupa mengontrol suaranya karena emosi.

"Tidak ada apa-apa, tapi kok kamu teriak-teriak, Bud?"

"Tidak kok Ma. Budi gak teriak-teriak. Mama salah dengar mungkin."

"Oh, iya kali ya," kata mama sambil berpikir kalau mungkin saja dia salah dengar.

"Ya sudah, mama tinggal dulu. Ada apa-apa, cepat panggil mama atau yang lainnya."

"Iya Ma."

Budi mengelus dada, karena berhasil membuat mama percaya dengan perkataannya. Budi tidak bermaksud untuk membohongi sang mama, hanya saja, ia tidak ingin mamanya cemas ketika tahu dia masih di ganggu oleh mahkluk halus.

"Untung saja Yuni pergi tepat waktu, jika tidak, aku pasti akan membuat mama cemas terus-terusan."

"Maafkan Budi, Ma. Budi tidak bermaksud untuk membohongi mama," kata Budi lagi dengan wajah penuh rasa bersalah.

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

ceritanya menarik thor

2023-01-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!