"Saat aku sudah lelah mencari anak sapi kita yang hilang, aku duduk di bawah pohon ara yang ada di belakang rumah kita."
"Lalu?" tanya Irfan tak sabar.
"Sambil melihat kiri kanan, aku memukul ranting kayu yang aku pegang sedari awal aku mencari anak sapi itu. Rasa lelah dan putus asa menyelimuti hatiku, sehingga aku memilih pasrah dan mengikhlaskan anak sapi itu hilang untuk selamanya."
"Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya?" tanya Budi pada Irfan.
Irfan menjawab pertanyaan itu dengan gelengan. Mana mungkin dia tahu apa yang terjadi selanjutnya, karena dia bukan Budi, dia bukan orang yang ada di sana.
"Seorang gadis dengan pakaian aneh menghampiri aku. Saat itu, aku merasa sedikit gugup dan panik. Karena gadis itu datang secara tiba-tiba dan entah dari mana asalnya."
"La--lalu?" tanya Irfan gelagapan dan tak sabar lagi.
Budi pun melanjutkan ceritanya. Dia mengatakan kalau perempuan itu sangat cantik dengan gaun putih yang melekat di tubuhnya. Gadis cantik itu seperti seorang putri dari kerajaan zaman dahulu kala.
Bukan hanya cantik, gadis itu juga terkenal sangat ramah. Itu terlihat dari caranya menyapa Budi dan menenangkan Budi yang sedang panik akibat kedatangannya.
Walaupun ramah dan cantik, tapi tetap saja, Budi merasa seram dengan kehadiran sang gadis. Sebisa mungkin ia menyembunyikan apa yang ia rasakan, agar gadis itu tidak tahu apa yang dia rasakan saat itu.
Gadis itu terus mengajak Budi ngobrol berbagai hal, hingga sampai pada pokok pembahasan yang membuat Budi tertarik. Yaitu soal anak sapi Budi yang hilang dua hari yang lalu.
Gadis itu bilang, kalau dia tahu di mana anak sapi itu berada sekarang. Jika Budi mau, dia akan mengantarkan Budi menemui anak sapi tersebut. Tapi jika tidak, maka dia tidak akan memaksa dan Budi akan kehilangan anak sapi itu untuk selamanya.
Setelah berpikir sejenak, Budi memutuskan untuk menemui anak sapinya. Karena anak sapi itu adalah anak sapi kesayangan Budi. Hal itu mengalahkan rasa takut yang sebelumnya muncul dalam hati Budi.
Budi pun mengikuti langkah sang gadis menuju hutan lebat yang ada di belakang rumahnya. Awal perjalanan, Budi merasa masih wajar karena mereka melintasi semak belukar. Tapi, semua itu berubah setelah ia berjalan kurang dari sepuluh langkah.
Hutan lebat itu kini menjadi taman yang indah dengan bunga yang tumbuh bermekaran dengan aroma yang wangi. Kayu ara tempat ia duduk menjadi gerbang megah sebuah istana yang sangat megah, indah, dan berdiri sangat kokoh.
Budi begitu kaget dan tak percaya dengan penglihatannya saat ini. Ia kucek-kucek matanya agar apa yang ia lihat sekarang bukan hanya tipuan belaka.
"Di--di mana ini?" tanya Budi dengan sejuta kebingungan.
"Ini istana ku," ujar gadis itu dengan santai sambil disertai senyum manis yang menawan namun terkesan menakutkan buat Budi.
"Istana?" tanya Budi tak percaya.
"Ya, inilah istana Gading yang megah."
"Tidak mungkin. Ini tidak mungkin."
"Tidak mungkin? Kenapa tidak mungkin?" tanya gadis itu.
"Istana gading tidak ada."
"Jika tidak ada, lalu apa yang kamu lihat saat ini?"
"Ini hanya ilusi," ucap Budi sambil menampar pipinya.
"Ilusi? Ha ... ha ... ha .... " Gadis itu tertawa membuat tubuh Budi ketakutan.
"Terserah kamu mau anggap ini nyata atau ilusi. Yang penting kamu sudah berada di istana ku saat ini," kata gadis itu lagi.
"Tuan putri Yuni, ayah tuan putri sedang menunggu tuan putri sekarang," kata salah seorang dari banyaknya perempuan yang ada di istana ini.
"Baik. Di mana ayah ku sekarang?"
"Di ruang makan."
"Oh, baiklah."
Gadis itu berjalan dengan anggun meninggalkan wanita yang berbicara dengannya dengan hormat barusan. Ia mengabaikan Budi yang masih kebingungan dengan situasi saat ini.
"Tunggu!" ucap Budi dari belakang.
"Ada apa?"
"Aku ingin pulang."
"Pulang?"
"Ya, pulang."
"Pulang kemana?" tanya gadis itu enteng.
"Ya pulang ke rumah ku. Pulang ke tempat di mana seharusnya aku berada."
"Tempat di mana seharusnya kamu berada itu di sini, di istana ku."
"Tidak!" ucap Budi dengan nada tinggi.
"Ada apa ini, putriku? Kenapa ribut-ribut?" tanya seorang laki-laki dengan wajah sangar.
"Tidak ada apa-apa Ayah. Oh ya, aku datang bersama calon menantu ayah," kata gadis itu sambil tersenyum melihat kearah Budi.
Budi yang mendengarkan perkataan gadis itu, langsung melotot karena kaget. Ia tak percaya dengan apa yang telinganya dengar barusan.
"Siapa yang kamu maksud calon suami mu?" tanya Budi untuk memastikan.
"Kamu."
"Kenapa aku? Aku tidak ingin menjadi bagian dari dunia kalian. Dunia kalian ini dunia halusinasi."
"Ha ha ha ... anak muda, apa yang kamu katakan?"
"Sudah jelas apa yang aku katakan, aku tidak ingin menjadi bagian dari kalian. Kalian bukan manusia!" kata Budi dengan lantang.
"Manusia atau bukan, itu bukan urusan kamu. Yang terpenting sekarang adalah, kamu tidak punya pilihan lain selain mengikuti apa yang aku inginkan," kata anak gadis itu dengan nada yang tak kalah tinggi dari Budi.
"Sudahlah. Kalian tidak perlu berdebat. Yuni, ajak Budi makan sekarang," kata laki-laki sangar itu menjadi penengah.
"Aku tidak ingin makan. Aku ingin pulang. Antar kan aku pulang sekarang!"
"Baik-baik. Kamu akan aku antar pulang setelah makan," kata gadis itu.
"Tidak! Aku tidak lapar. Antar kan aku pulang sekarang juga."
"Dasar manusia keras kepala," ucap gadis itu dengan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Nani Seftiyani
aku pikir Budi dibawa wewegombel, ternyata gadis cantik...lanjut
2023-02-25
0
Putri Minwa
mantap thor
2023-01-12
0
Sisilia Nopita Sari
ceritanya cukup menarik,,lanjuut thor
2021-08-02
2