12. Kepanasan

"Iya, aku dengar."

"Lalu, mengapa tidak kamu katakan secepatnya?" tanya Budi kesal.

"Baiklah, baiklah, aku akan katakan. Kamu manusia tidak sabaran ternyata," kata Yuni sambil tersenyum mengejek.

"Jangan banyak bicara, katakan saja apa syaratnya."

"Baik, aku punya satu syarat yaitu, pacarmu harus menjauhi kamu," kata Yuli sambil tersenyum.

"Tidak!" Budi membentak dengan sangat keras, sampai-sampai, Suci yang ada di sampingnya menjadi kaget.

"Ada apa sih, Bud? Apa yang dia katakan?"

"Dia ingin kamu menjauh dari ku. Itulah syarat yang ia punya jika kamu ingin dia membantumu membuka kembali indra keenam mu yang telah tertutup."

"Jika itu syaratnya, maka aku ucapkan terima kasih banyak padamu, Yuni. Aku tidak butuh bantuan darimu lagi kalo gitu," ucap Suci dengan tegas tanpa ragu.

"Kamu sudah dengar bukan, apa yang Suci katakan barusan. Aku harap kamu mengerti dan punya harga diri, Yuni," ucap Budi dengan hati yang bahagia karena Suci menolak menuruti syarat yang Yuni berikan.

"Ayo Ci, aku antar kamu pulang," kata Budi sambil tersenyum.

Suci mengangguk tanda setuju dengan apa yang Budi katakan. Panas di tubuhnya tidak ia hiraukan lagi sekarang. Panas itu perlahan menghilang dengan sendirinya. Seiring dengan kemunculan Yuni sebelum mereka ngobrol tadinya.

Karena sebenarnya, panas itu akibat dari ulah makhluk halus yang Yuni tugaskan untuk mengikuti ke manapun Budi pergi. Makhluk itu tidak suka dengan keberadaan Suci, apalagi Suci yang memperingati Budi akan keberadaannya.

"Budi, kamu tidak akan pernah bisa lolos dari aku. Ingat itu," kata Yuni sambil menggenggam erat tangannya dengan geram.

__________

"Bagaimana keadaan mu?" tanya Budi saat mereka bertemu keesokan hari.

"Aku baik-baik saja. Kamu?"

"Sama. Aku juga baik-baik aja."

"Hmmm, aku mau ngucapin makasih banyak padamu, Chi," kata Budi lagi.

"Terima kasih untuk apa?" tanya Suci sambil menaikkan satu alisnya karena bingung.

"Untuk penolakan kamu pada Yuni."

"Oh," ucap Suci singkat.

"Kok cuma, oh doang sih."

"Lalu, aku harus bilang apa?"

"Ya, ngomong apa kek gitu."

"Hmmm, bingung mau ngomong apa. Yang jelas, aku hanya punya kata oh aja."

"Ih, kamu." Budi terlihat kesal dengan apa yang Suci katakan.

"Sudahlah, tidak perlu merasa kesal seperti itu. Asal kamu tahu, aku melakukan semua itu demi kamu, hanya demi kamu."

"Maksudnya?" tanya Budi kebingungan.

"Sudahlah, nanti juga kamu akan tahu apa yang aku maksudkan. Oh ya, apa dia ada menemui kamu setelah kejadian kemarin?"

"Tidak. Kenapa?"

"Tidak ada, aku hanya bertanya saja."

"Oh. Apa kamu cemburu?" tanya Budi.

"Ih, ogah banget aku cemburu dengan dia."

"Kamu yakin?"

"Banget."

"Aku tidak percaya."

"Terserah kamu, mau percaya atau tidak."

"Aduuuh!" Suci tiba-tiba saja mengeluh kesakitan saat mereka sedang asik ngobrol berdua.

"Ada apa, Chi?" tanya Budi sangat kaget.

"Panas," ucap Suci sambil menahan rasa panas yang tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Panas kenapa?" Budi mulai panik karena wajah Suci yang mulai memerah akibat menahan rasa sakit.

"Aduuuh, aku juga tidak tahu. Tapi ini rasanya sangat amat panas. Aku merasa seperti terbakar api," ucap Suci sambil menyapu tangannya dengan cepat.

"Bertahanlah Suci, aku akan cari bantuan."

"Tidak perlu. Antar kan saja aku pulang, Budi."

"Bagaimana bisa pulang, kamu sedang kesakitan seperti ini."

"Lakukan saja apa yang aku katakan. Antar aku pulang."

Budi tidak bisa menolak. Ia melakukan apa yang Suci katakan. Budi mengendong Suci dengan cepat, untuk mengantarkan Suci pulang ke rumah.

Warga desa yang melihat Budi mengendong Suci, merasa aneh. Mereka sibuk ngerumpi apa yang mereka lihat kali ini. Budi tidak peduli dengan semua itu. Ia abaikan semua tatapan aneh yang warga desa berikan pada mereka berdua. Yang ada dalam hatinya saat ini hanyalah, bagaimana Suci bisa ia tolong.

Ketika sampai depan rumah, bunda Suci sedang berada di teras. Ia merasa aneh dengan pemandangan Budi yang mengendong Suci.

"Ada apa ini, Budi?" tanya bunda sambil bangun dari duduknya.

"Suci bibi."

"Iya, ada apa dengan Suci?"

"Suci kepanasan." Hanya itu yang mampu Budi katakan. Ia tidak tahu harus bicara apa pada sang bunda untuk menjelaskan apa yang terjadi pada Suci.

"Kepanasan kenapa?" tanya bunda bingung.

"Nak, kamu kenapa?" tanya bunda pada Suci yang sudah terbaring lemas di atas tikar di ruang tamu.

Tentu saja Suci tidak menjawab. Ia seperti orang yang sudah tidak sadarkan diri saat ini. Tubuhnya benar-benar lemah tanpa ada tenaga sedikitpun.

"Ya Tuhan! Kamu kenapa, Nak? Kenapa ini Budi? Anak ku kenapa bisa begini?" tanya bunda bertubi-tubi setelah menyadari tubuh Suci yang memerah seperti udang rebus.

"Ma--maaf bibi, saya juga tidak tahu apa yang terjadi pada Suci."

"Kenapa kamu bisa tidak tahu apa yang terjadi pada anakku. Bukankah kamu sedang bersamanya sebelum dia seperti ini, iya kan?"

Bunda terlihat sangat marah dengan kondisi Suci saat ini. Ia seolah-olah menyalahkan Budi atas apa yang anaknya alami sekarang.

"Maaf bibi, saya tidak tahu. Yang saya tahu hanyalah, Suci merasa kepanasan, lalu minta saya antar pulang, itu saja."

"Ini pasti ada hubungannya dengan kamu Budi. Jika tidak, anakku pasti tidak akan seperti ini!"

"Maaf bibi, saya .... "

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

Dibalik kesetiaan Nayla mampir ya thor

2023-01-18

0

Anisbasri

Anisbasri

Lanjutin Thor, cerita mu bagus

2021-09-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!