8. Pesan mama

Sementara itu, di kamar Budi setelah kepergian Suci. Sesosok gadis cantik muncul tiba-tiba Entah dari mana datangnya, yang jelas, gadis itu gadis yang sangat Budi kenali.

"Yu--Yuni?"

"Ya, ini aku. Apakah kamu merindui aku?" tanya Yuni sambil senyum manis. Semanis apapun senyum Yuni, bagi Budi, senyum itu sangat menakutkan.

"Dari mana kamu datang?"

"Ha ha ha ... jangan tanya dari mana aku datang. Yang jelas, aku bisa datang dari mana saja dan kapan saja aku inginkan."

"Untuk apa kamu datang ke rumah ku?"

"Untuk melihat kamu."

"Pergi kamu! Kamu tidak sudi kamu lihat," kata Budi dengan suara tinggi.

"Kenapa kamu tidak sudi? Kamu itu adalah calon suami aku."

"Gila. Benar-benar gila. Kamu itu adalah setan, sedang aku, aku manusia. Kita sangat jauh berbeda. Lagi pula, aku sudah punya kekasih."

"Apakah gadis yang baru saja pergi itu kekasih mu, Budi?" tanya Yuni dengan nada kesal.

"Ya, dia adalah pacarku. Kamu sudah lihat bukan?"

"Mengapa kalau kamu sudah punya pacar?"

"Kamu tidak bisa menjadikan aku sebagai calon suamimu karena aku sudah ada calon istri yang akan aku nikahi nanti."

"Kalau begitu, aku bunuh saja kekasih mu agar kamu tidak punya calon istri lagi," ucap Yuni dengan sangat enteng.

"Setan! Jangan coba-coba kamu menyakiti Suci. Sedikit saja kamu sentuh dia, maka kamu akan aku musnahkan," kata Budi sangat marah.

Suara Budi terdengar sampai ke luar rumah sangking kerasnya Budi bicara. Budi benar-benar kesal dan marah dengan apa yang Yuni katakan. Rasa takut yang ia rasakan, kini telah lenyap. Yang ada hanya rasa marah yang membara.

Mama yang mendengar keributan itu langsung menuju kamar Budi. Ia tidak ingin Budi kenapa-kenapa lagi.

"Budi!" kata mama sambil membuka pintu kamar.

"Ada apa, Nak?" tanya mama dengan sangat cemas.

"Dia datang, Ma. Dia datang ke rumah kita."

"Dia siapa Bud? Siapa yang datang ke sini?" tanya mama bingung.

"Gadis itu," kata Budi sambil mengarahkan telunjuknya menunjuk sudut ruang kamar.

Mama melihat kearah tersebut. Mama tidak melihat apa-apa. Yang mama lihat hanyalah tembok yang berwarna biru tua.

"Bud, tidak ada siapa-siapa, Nak."

"Masa sih mama gak ngeliat dia."

Mama hanya terdiam saja. Bulu kuduk mama berdiri tegak. Mama merasa merinding sekarang. Ia ingat dengan perkataan pak Bujang sebelum orang tua itu pamit pulang.

"Bu Nunung, pak Edi, anak kalian sedang dalam pengawasan makhluk halus. Makhluk itu selalu berada di sekitar anak kalian. Kalian harus hati-hati dengan mahkluk ini. Karena anak kalian tidak hanya di awasi oleh satu mahkluk, tapi ada beberapa makhluk yang mengawasinya."

"Ba--bagaimana bisa seperti ini pak Bujang? Apa yang salah dengan Budi? Apakah kesalahan yang telah Budi perbuat sehingga anak saya sampai diawasi oleh mahkluk halus?" tanya mama dengan sangat sedih.

"Saya masih belum bisa mengetahui apa penyebab sebenarnya bu Nunung. Jujur saja, ilmu yang saya miliki masih berada setingkat di bawah mahkluk halus tersebut. Makanya, saya sangat sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi."

Lalu bagaimana pak Bujang? Apa yang harus kami lakukan untuk melindungi anak kami?" tanya papa pula.

"Untuk sekarang belum ada. Tapi, sebaiknya, kalian tidak membiarkan pikiran Budi kosong. Karena ketika pikiran anak kalian kosong, maka makhluk itu akan mudah mencuri sukma anak kalian, lalu menggantikan sukma itu dengan diri mereka, masuk ke dalam tubuh Budi dan menguasainya."

"Apakah tidak ada hal lain yang bisa kita lakukan pak Bujang?" tanya papa.

"Seperti yang saya katakan barusan, untuk saat ini belum ada."

"Ma, mama." Budi memanggil mama.

Seketika, sang mama tersadar dari lamunannya. "Iy--iya Bud. Ada apa, Nak?"

"Mama kok melamun sih?"

"Mama gak melamun kok. Mama hanya berpikir soal perkataan kamu barusan. Sebaiknya, kamu tidak menghiraukan apa yang kamu lihat ya, Nak. Abaikan saja jika kamu melihat sesuatu yang menurutmu aneh."

"Apa mama bisa melihat dia?" tanya Budi penasaran.

"Tidak," ucap mama sambil menggelengkan kepalanya.

"Apa mama berpikir kalau aku sedang berhalusinasi?"

"Tidak, nak. Mama percaya dengan apa yang kamu katakan. Makanya mama pesan padamu, abaikan apa yang kamu lihat. Biarkan saja mereka berkeliaran. Kamu harus ingat, dunia kita dan dunia mereka berbeda."

Budi mengangguk pelan. Ia mengerti dengan apa yang mama katakan. Meskipun sulit untuk melakukannya, tapi mungkin bisa ia coba.

"Ya sudah, jangan banyak pikiran yang tidak perlu. Sebaiknya, kamu istirahat agar tubuhmu kembali pulih seperti semula."

"Mama mau ke mana?" tanya Budi ketika melihat mamanya beranjak dari tempat duduk.

"Mama mau keluar dulu."

"Mama gak mau temani aku, Ma?"

"Sayang, mama mau temani kamu. Tapi kamu gak akan istirahat dengan nyaman kalo mama temani. Pasti kamu gak akan tidur jika mama masih berada di sini, iyakan?"

"Hmm," ucap Budi sambil mengangguk pelan.

"Ya sudah, mama pergi dulu ya. Ada apa-apa cepat panggil mama atau papa," kata mama sebelum pergi.

"Iya ma."

Sepeninggalan mama, Yuni segera menampakkan dirinya kembali. Ia duduk di samping tempat tidur Budi. Ia pun memegang tangan Budi.

Budi yang sudah tahu kalau itu adalah Yuni, dia memutuskan untuk menahan diri. Dia tidak ingin membuka matanya untuk melihat Yuni.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!