Episode 15. Kembali

Harry baru saja keluar dari kamar mandi yang berada di dalam kamar Hans ketika sebuah getaran dari atas meja mengejutkannya. Dengan langkah lebar, ia bergegas menghampiri benda itu. Sebuah pesan beruntun masuk

memenuhi notifikasi pada layar ponsel miliknya. Harry mengernyit ketika mendapati sebuah nomor baru yang tidak ia kenal. Didorong oleh rasa penasaran, Harry segera membuka pesan-pesan itu. Dan jantungnya langsung berlompatan ketika Si Pengirim Pesan menyebutkan identitasnya.

“Aira?” gumam Harry pelan tanpa sadar. Sudut bibirnya langsung terangkat. Ada kebahagian yang menelusup dalam hatinya ketika tahu siapa yang menghubunginya. Begitu tahu siapa sosok yang berada di balik nomor

baru itu, Harry langsung membuka beberapa pesan lainnya. Dan seketika langsung tertegun.

“Harry, apa kabar? Maaf, bukan maksudku turut campur dalam urusanmu. Meskipun kita baru saja bertemu secara resmi, tapi aku sudah mengenalmu sejak  setahun silam. Kita masuk di universitas yang sama. Dengan jurusan yang sama. Kita memang tidak pernah saling bertegur sapa, apalagi berbincang. Tapi aku tahu pasti kau bukanlah tipe pria yang suka berbohong. Tentang tugas dari universitas yang menjadi alasanmu meninggalkan makan malam itu, bukankah tidak pernah ada? Kau memang terlihat tersenyum ketika pergi, tapi kau menyimpan kegelisahan yang begitu besar. Dua hari telah berlalu, kau tak kunjung kembali. Kau juga tidak menghubungiku. Apa kau sedang ada masalah? Atau, kau tidak menginginkan perjodohan kita? Jika kau keberatan, kita bisa bicarakan baik-baik. Aku tidak akan memaksamu. Aku hanya membutuhkan kejelasan. Kuharap kau senantiasa dalam kebaikan. ─Aira.”

Harry menghela napas panjang ketika selesai membaca pesan dari satu-satunya gadis yang mampu membuka hatinya. Ada perasaan bersalah sekaligus penyesalan ketika membiarkan gadis itu menunggu tanpa sepatah kata pun darinya.

Dengan perasaan sedikit bimbang, Harry menekan icon bergambar telepon berwarna hijau. Ia menggigit bibir ketika dering pertama terdengar. Tangannya mulai basah oleh keringat ketika beberapa saat berlalu dan panggilannya belum mendapat jawaban. Pemuda itu hampir saja memutuskan untuk menutup panggilannya ketika suara lembut tapi tegas mengalun merdu menyapa gendang telinganya. Membuat pemuda itu langsung memejamkan mata dilingkupi perasaan yang sulit sekali dipahaminya. Satu hal yang pasti, jantungnya berdegup kencang. Ia kembali menggigit bibir untuk menenangkan degup jantungnya yang diluar kendali. Mengalirkan perasaan gugup yang asing baginya.

“Halo?” sapaan itu kembali terdengar ketika Harry tak kunjung menyahut.

Harry menutup layar ponsel di tangan kanannya dengan telapak tangan kiri dengan maksud menyembunyikan suara tarikan napasnya. Sebelum akhirnya kembali mendekatkan posnsel itu di telinga dan memutuskan untuk berbicara. “Aira, ini aku Harry,” kata Harry dengan nada suara setenang mungkin. Berusaha agar debaran jantungnya tidak terdengar lawan bicaranya, atau jika tidak, pasti akan sangat memalukan.

“Ya, Harry. Kau pasti sudah membaca pesanku. Jika tidak, kau pasti tidak akan menghubungiku,” terdengar kekehan renyah di ujung kalimat gadis itu. Membuat Harry yang sudah susah payah menenangkan debaran

jantungnya harus berusaha lebih keras lagi. “Apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan?” sambung gadis itu langsung pada intinya.

Harry menghela napas, tersenyum lembut meski lawan bicaranya tidak bisa melihatnya. Aira tetaplah Aira. Gadis yang memiliki pemikiran yang jauh lebih matang dari rata-rata gadis seusianya. Ia selalu realistis dan bersikap bijaksana. Sebuah posona yang mampu memikat Harry tanpa kegagalan. Karena itulah, Harry memutuskan untuk mengatakan kebenaran yang terjadi tanpa berusaha menutup-nutupinya lagi.

“Maafkan aku, Aira. Aku terpaksa berbohong. Malam itu, sahabat Qaireen yang menghubungiku. Ia mengatakan bahwa Qaireen menghilang sejak pagi ketika berada di lembah saat menikmati pesona arka. Malam itu juga

aku langsung ke sana bersama beberapa orang teman. Berusaha keras menemukan keberadaan adikku yang malang itu. Tapi …” hening sejenak,dari seberang telepon Aira pasti bisa mendengar suara tarikan napas berat. Membuatnya tak mampu berkata-kata. “Sampai detik ini, kami belum berhasil menemukan jejaknya,” jelas Harry.

“Harry,” gumam gadis itu dengan suara lembut penuh simpati. “Maafkan aku. Tidak seharusnya aku menambah beban pikiranmu dengan pesan yang baru saja kukirimkan,” sambung Aira dengan nada penyesalan yang sangat.

Harry terkekeh pelan, “Tidak apa, Aira. Aku mengerti. Aku sama sekali tidak keberatan dengan perjodohan kita. Sebaliknya, aku … aku senang bawah gadis yang dipilihkan orangtuaku ternyata adalah kamu,” gumam Harry pelan, sepelan desau angin yang menyibak lembut kelopak bunga tabebuya yang bermekaran di taman. Membuat wajah Aira langsung disengat rasa panas yang membuatnya terlihat memerah laksana lobster yang direbus.

“Kau ada di mana sekarang? Sebelum ke luar negeri, aku tergabung dalam tim SAR pendakian. Mungkin ada beberapa hal yang bisa kulakukan,” sela Aira cepat, mengalihkan topik pembicaraan.  Hal yang langsung membuat

Harry tersenyum. Aira tidak menolak atau pun membantah kalimat pernyataannya, apakah itu berarti gadis itu juga memiliki perasaan yang sama dengannya?

“Terima kasih atas niat baikmu, Aira. Tapi Hans sudah menyebar anak buahnya sekarang. Aku sendiri sedang dalam perjalanan pulang bersama Hans untuk memberitahu Ayah dan Ibu, sekaligus menemui seorang paman kenalan Hans di Lembah Tersembunyi yang mungkin bisa membantu menemukan Qaireen,” jelas Harry.

“Oh, ini pasti akan berat bagi Tante. Jam berapa kau datang? Aku akan menemani Tante,” sahut Aira penuh ketulusan.

Demi mendengar pertanyaan itu, hati Harry langsung dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Berbagai spekulasi pun muncul dalam benaknya layaknya seorang gadis yang sedang dilanda asmara. Tapi tidak, ia harus tetap realistis. Aira tulus mengatakan ingin menemani ibunya. Aira bukanlah tipikal gadis yang suka berbasa-basi dan bermanis-manis di mulut. Tapi, tetap saja. Ada perasaan jahil yang sulit dikendalikan dalam diri Harry.

“Kau sungguh calon menantu yang baik,” kelakarnya dengan seringai lebar. Tersenyum membayangkan betapa wajah lembut gadis itu pastilah dipenuhi semburat merah karena malu.

Terdengar suara deham ringan sebelum suara tegas menyusul, “Bicara sesukamu, Harry. Tapi kau harus tahu, ini bukan saat yang tepat untuk merayuku,” balas gadis itu dengan nada tegas. Meski demikian, Harry yang memiliki pendengaran setajam kelelawar masih mampu mendeteksi getar kegugupan di sana, walau samar. Membuatnya tersenyum dan semakin tertarik menjahili gadis pujaan hatinya.

“Apakah itu artinya aku bisa merayumu─”

Suara deheman keras memutuskan kalimat Harry yang terkejut dan langsung menoleh hanya untuk mendapati Hans sudah berdiri di ambang pintu kamarnya seraya melipat kedua tangannya di dada. Berjalan mendekat dengan sangat mencurigakan. Membuat Harry langsung memiliki firasat buruk.

“Beraninya kau menghubungi wanita lain di kamar kita, Sayang!” serunya dengan suara melambai yang disengaja. “Apa kau lupa apa yang kita lakukan semalam, huh?” sambungnya dengan nada keras nan provokatif. Membuat Harry langsung terbeliak dan membuka mulutnya bingung. Apa-apaan? Kesambet setan jenis apa makhluk ini?

Sebenarnya, Hans hendak memanggil Harry karena ia sudah selesai makan. Mengajaknya bergegas dan bermaksud menarik paksa jika sahabatnya itu masih asyik berendam air hangat. Tapi, percakapan Harry dengan

seorang gadis yang pasti merupakan hal yang sangat, sangat, sangat langka, membuat jiwa jahilnya terusik. Sejak kapan seorang Harry berbicara begitu lembut dengan seorang gadis di telepon? Senyum jahil pun terbit dari kedua

bibir tipisnya.

“Har-ry?” Harry langsung panik ketika mendengar suara terbata penuh tanya dari ponsel yang masih menempel di telinganya. Aira pasti telah mendengar segala bentuk omong kosong Hans. Tidak, dia tidak boleh salah paham.

“Jangan dengarkan dia, Aira! Dia Hans. Teman yang kuceritakan. Dia suka makan rumput seperti keledai, karena itulah otaknya sedikit bermasalah. Sepuluh menit lagi aku sampai di rumah. Sebaiknya kau segera datang,” jelas Harry cepat. Dan tanpa pernah ia duga, gadis di seberang sambungan justru tertawa renyah. Eh, dia tidak marah? Harry menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa kesulitan memahami perasaan wanita.

“Baiklah. Hati-hati di jalan. Sampai jumpa,” kata gadis itu sebelum menutup telepon. Bahkan sisa tawa masih mengekori setiap kalimat yang ia ucapkan. Membuat Harry tersenyum, meski ia tidak begitu mengerti apa yang lucu dari ucapannya yang membuat gadis itu tertawa sedemikian menyenangkan. Tapi senyum itu tidak bertahan lama. Ia merasakan ada sesuatu yang menusuk punggungnya. Dan segera berbalik untuk memastikan dugaannya. Benar saja, Si Tuan Muda Hans tengah berdiri di sana dengan tatapan mendelik tajam sempurna dengan bibir yang mengerucut seperti pantat ayam. Membuat Harry nyaris tergelak.

“Beraninya kau menyebutku seperti keledai, huh? Aku harus menghukummu!” ancamnya galak. Berjalan cepat merangkul leher Harry dan menyeretnya keluar kamar sambil menggeram, “Cepat katakan, siapa gadis itu, huh? Bagaiamana bisa kau berbicara begitu lembut dengannya?”

Harry meronta kesakitan, tapi Hans sama sekali tidak terpengaruh. Harry tahu betul sifat Hans. Ia tidak akan melepaskannya sampai ia mendengar apa yang ingin ia dengar, “Oke-oke! Dia calon istriku, puas? Sekarang

lepaskan aku, Idiot! Aku tidak bisa bernapas!” seru Harry dengan napas tersenggal. Hans terus saja menggiringnya sampai ke ruang tamu dengan posisi sedemikian merusak reputasinya sebagai pria keren.

Keterkejutan membuat Hans terhenti. Ia menatap sahabatnya itu dengan mulut terbuka tak percaya, lantas tertawa, “Oh astaga! Istri? Kau bilang calon istri? Sejak kapan? Bahkan tiga hari yang lalu kau masih jomlo terhormat yang menolak segala macam jenis gadis yang mendekatimu?” tanya Hans penuh selidik.

“Dia gadis yang dijodohkan orangtuaku tepat sehari sebelum Qaireen pergi. Dan tepat di malam aku mendengar Qaireen menghilang, aku meninggalkannya begitu saja di acara jamuan rekan bisnis Ayah. Kami sudah kenal lama. Teman satu universitas. Bahkan satu jurusan dan satu kelas,” jelas Harry sambil bersungut-sungut membenarkan kerah kaos polonya setelah Hans tanpa sadar melepaskannya karena rasa kejamnya terkalahkan oleh rasa penasaran.

“Oh, oh, tapi aku tahu kau luar dalam, Kawan. Bahkan ukuran celana dalammu pun aku tahu,” Hans mengerling jahil, membuat wajah Harry langsung memerah karena malu, merutukki dirinya yang membeli pakaian dalam bersama Hans kala masa sekolah dulu. “Kau tidak mungkin langsung bisa berbicara selembut itu meskipun ia calon istrimu jika kau tidak menyimpan perasaan apa pun sebelumnya, katakan jika aku salah?” sambung Hans tanpa ampun menguliti isi pikiran Harry. Dan tertawa bahak ketika wajah sahabatnya itu semakin merah, semburat merah memenuhi seluruh wajahnya yang seputih salju.

Harry berdeham untuk menetralkan rasa malunya. “Tutup mulut, Hans! Kita harus bergegas!” selanya cepat. langsung berjalan menuju mobil, sama sekali tidak memberi kesempatan bagi Hans untuk terus melontarkan godaan padanya.

Hans hanya tersenyum dan mengangkat bahu, sebelum akhirnya menyusul Harry. Ada hal yang lebih penting saat ini yang harus menjadi prioritas daripada kisah asmara sahabat sok kerennya ini.

Hans duduk di balik kemudi dengan tenang. Meski demikian, kakinya menginjak pedal gas dengan sangat kuat. Melajukan kendaraan jenis jeep itu layaknya mobil balap. Memangkas hampir separuh dari waktu yang diperlukan

dalam kecepatan normal. Harry sama sekali tidak protes dengan gaya mengemudi Hans, karena ia tahu Hans adalah raja jalanan. Yang menguasai medan terjal maupun datar. Ia sudah sangat lihai mengemudi di jalanan becek, berkelok, dan terjal di tengah hutan. Aspal yang mulus dengan puluhan kendaraan yang melaju bukanlah masalah baginya.

Hanya butuh waktu kurang dari tujuh menit mereka telah sampai di kediaman keluarga Dharmawan.

Harry langsung melompat turun ketika melihat ibunya tengah berdiri di taman, terlihat sibuk memangkas batang mawar agar tumbuh tunas baru yang lebih besar dan sehat. Pemuda itu langsung memeluk ibunya erat. “Ibu, maafkan Harry,” gumam Harry sambil menenggelamkan wajahnya di bahu ibunya yang terlihat kebingungan. Putranya ini sudah dua hari tidak pulang dengan alasan mengerjakan tugas kuliah. Lalu tiba-tiba datang dan langsung memeluknya dan meminta maaf. Ada apa?

“Anak nakal,” gerutu wanita 40 tahunan yang masih terlihat sangat cantik itu. “Hai, Nak Hans, apa kabar?” sapa wanita itu pada Hans yang terlihat tersenyum canggung melihat Harry menghambur memeluk ibunya. Sekeren dan semenakjubkannya Harry di luaran sana, ia tetaplah anak mama yang tanpa rasa malu mengekspresikan perasaannya.

“Baik, Tante. Tante sendiri apa kabar?” balas Hans. Obrolan mereka pun berlanjut sampai ke ruang tamu. Saling bertanya kabar dan hal-hal ringan. Sementara itu, Harry terlihat lebih pendiam daripada biasanya. Pikirannya dipenuhi kabut kebimbangan. Ia mengalami kebingungan bagaimana ia harus mulai bercerita.

Tapi ia tak punya pilihan. Batas yang diberikan Hans untuk awak media agar tidak mengekspos berita hilangnya Qaireen hanyalah tiga hari. Terhitung sejak pagi hari menghilangnya Qaireen. Dan mereka hanya memiliki waktu sehari lagi untuk menemukan Qaireen tanpa pemberitaan. Jika besok Qaireen tidak juga ditemukan, maka berita-berita di saluran informasi pasti akan langsung menapilkan isu terhangat ini. Harry tahu betul betapa update-nya

Ayah dan Ibunya terhadap segala informasi. Tentu tidak akan baik jika orangtuanya mengetahui perihal putrinya yang hilang dari media informasi. Tidak. Harry tidak punya pilihan. Bagaimana pun caranya, ia harus mengatakannya sekarang. Ia melirik jam tangannya gelisah. Menunggu kedatangan Aira dan dengan segera akan menyampaikan berita pahit itu pada ibunya. Ayahnya sedang berada di kantor. Kehadiran Aira akan sangat membantu terutama ketika ia harus segera pergi bersama Hans ke Lembah Tersembunyi.

Tidak lama kemudian, suara bel berbunyi dari pagar depan. Menandakan kedatangan seseorang. Harry melirik melalui jendela, menghela napas lega ketika gadis yang ditunggunya telah datang.

Begitu memasuki ruang tamu yang langsung disambut hangat oleh ibunya, pandangan Aira dan Harry saling bertemu, kilatan canggung tampak jelas terlihat dari pendar kedua mata mereka. Membuat Hans yang sangat jeli langsung tersenyum ketika menyadari situasi yang terjadi. Aira gadis yang sangat cantik dengan wajah polos tanpa sedikit pun makeup yang menghiasi wajahnya. Sinar matanya tampak sangat cerdas. Sopan. Dan apa adanya. Ia terlihat sangat anggun bahkan hanya dengan kaos panjang dan celana katun yang longgar menyerupai kulot. Senyumnya yang tulus dan terlihat sangat natural akan dengan mudah membuat kaum pria jatuh terjerembab dalam pesonanya. Pantas saja Harry terpikat olehnya. Tanpa sadar, Hans mengangguk-angguk setelah melemparkan tatapan penuh penilaian secara samar pada sosok tinggi semampai yang tengah berbincang dengan calon mertuanya. Membuat Harry menyikut perut sahabatnya itu sedikit lebih keras, yang efeknya langsung terasa. Hans meringis kesakitan.

Setelah perkenalan singkat, Hans merasa gadis itu memberikannya tatapan bersahabat sekaligus tawa tertahan. Membuat pemuda itu mengangkat sebelah alis dan tersenyum maklum.

“Sekarang waktunya,” bisik Hans.

Harry beranjak berdiri, mengambil posisi duduk tepat di samping kanan ibunya. Sementara di samping kiri, ada Aira yang juga telah siap memberikan pelukan pada ibunya jika ada sesuatu yang tidak diinginkan.

Setelah meminta maaf, Harry pun dengan lancar menceritakan apa yang terjadi. Segala hal mulai dari acara jamuan makan malam hingga kepulangannya saat ini. Berusaha tidak melewatkan detail apa pun dalam ceritanya. Seperti yang telah ia duga, ibunya langsung lunglai dengan air mata deras mengalir, kedua bibirnya terus memanggil nama putrinya dengan suara yang membuat hati Harry seperti tercabik.

Aira langsung mengambil perannya, merangkul tubuh lunglai calon ibu mertuanya. Memberikan ketenangan melalui pelukan lembutnya.

Sementara Hans, ia dengan nada suara yang terdengar penuh keseriusan─bahkan Aira pun sedikit terkejut karena kepribadian Hans yang ia lihat sangat bertolak belakang dengan kelakuannya ketika ia berbicara dengan Harry melalui telepon─mulai meluncurkan kata-kata menenangkan layaknya sebuah hipnotis. Membuat Harry merasa sedikit lebih lega saat ibunya terlihat lebih tenang. Hans juga berjanji akan melakukan segala cara untuk menemukan Qaireen. Kesemapatan itu ia gunakan untuk mengutarakan tujuannya sekarang. Ia dan Harry harus

menemui seseorang yang mungkin bisa membantu. Dan memohon do’a agar urusan mereka dipermudah dan diringankan.

Harry mengecup lembut kening ibunya sebelum berpamitan. Dan ibunya langsung menangkup wajah putranya dengan tatapan penuh harapan, “Ini semua salah Ibu, Nak. Andai saja waktu itu Ibu mendengarkanmu, pasti tidak akan ada kejadian hari ini,” isaknya pilu.

“Tidak, Ibu. Tidak ada yang bisa menyalahkan takdir. Semua sudah terjadi. Tidak ada yang perlu disesali. Ibu, Aira akan di sini menemani Ibu sementara Harry dan Hans akan mencari cara untuk menemukan Qaireen. Bagaimana

pun caranya.” Setelah berkata demikian, Harry memohon pamit pada ibunya. Mengucapkan terima kasih pada Aira yang menatapnya lembut penuh dukungan. Cukup. Tatapan itu sudah cukup memberinya kekuatan untuk tidak pernah menyerah atas Qaireen. Tunggu Kakak, Anak Nakal! Aku pasti akan membawamu pulang!

Terpopuler

Comments

Lidia kando nababan Lidia

Lidia kando nababan Lidia

wowwww
cakep benar tu harry 😳😳

2021-03-14

1

Sumiati

Sumiati

cakep 😅😅

2020-09-12

1

lihat semua
Episodes
1 Episode 1. Qaireen - Sejarah? What The Hell!
2 Episode 2. What The Meaning Of Prince?
3 Episode 3. Qaireen - Sweety Brother
4 Episode 4. The Stubborn Prince
5 Episode 5. Qaireen - Nightmare
6 Episode 6. Pasukan Kerajaan
7 Episode 7. Qaireen - Warm Chat
8 Episode 8. The Beginning!
9 Episode 9. Qaireen - Perkampungan Dimensi Lain
10 Episode 10. Warm Heart!
11 Episode 11. Qaireen - The Lion King
12 Episode 12. Young Master Hans
13 Episode 13. Petunjuk Raja Singa
14 Episode 14. Kaisar Liu Xing
15 Episode 15. Kembali
16 Episode 16. Care About You
17 Episode 17. Feeling
18 Episode 18. Jalak Putih
19 Episode 19. Bagaspati
20 Episode 20. Master Lao
21 Episode 21. Green Valley
22 Episode 22. Three Disciple
23 Episode 23. Qaireen - Martial Arts
24 Episode 24. Ghost Sunglasses
25 Episode 25. Northern Mainland Kingdom
26 Episode 26. Blood Rose
27 Episode 27. Volcano Crater
28 Episode 28. Danadyaksa
29 Episode 29. Gold Shield
30 Episode 30. She Has Gone
31 Episode 31. Clearly Feeling
32 Episode 32. Moonlight
33 Episode 33. Move
34 Episode 34. The Decision of Emperor Liu Xing's
35 Episode 35. Coz You're My Precious One
36 Episode 36. Blue Research
37 Episode 37. The Time Has Come!
38 Episode 38. The Light From Southern
39 Episode 39. She's Come Back!
40 Episode 40. The New History Teacher
41 Episode 41. Pengumuman.
42 Episode 42. Sebuah Awal
43 Episode 43. Sosok Pengganti
44 Episode 44. Istana di Atas Awan
45 Episode 45. Pertemuan dengan Kaisar Liu Xing
46 Episode 46. Taman Kesetiaan
47 Episode 47. Pengakuan
48 Episode 48. Balai Pertemuan
49 Episode 49. Tangga Pertama
50 Episode 50. Menyusun Rencana
51 Episode 51. Pakaian
52 Episode 52. Hunter
53 Episode 53. Pohon Pemujaan
54 Episode 54. Ular Hitam
55 Episode 55. Luka Mematikan
56 Episode 56. Masa Kritis
57 Episode 57 Menjaga
58 Episode 58. Perbatasan
59 Episode 59. Kawasan Isolasi
60 Episode 60. Guru Shang
61 Episode 61. Mengatur Rencana
62 Episode 62. Solusi Pertama
63 Episode 63. Dihibrid Virus
64 Episode 64. Pembakaran Gudang Obat-Obatan
65 Episode 65. Stay With Me
66 Episode 66. Isaac
67 Episode 67. Pengkhianatan
68 Episode 68. Li Young
69 Episode 69. Guardian
70 Episode 70. Sleep Tight
71 Episode 71. Gerbang Perbatasan
72 Episode 72. Reunion
73 Episode 73. He Chose to Retreat
74 Episode 74. Kehangatan
75 Episode 75. Harapan Adalah Milik Mereka Yang Percaya
76 Episode 76. Dua Insan
77 Episode 77. Saatnya Pergi
78 Episode 78. Cincin Pengikat
79 Episode 79. Pembunuh
80 Episode 80. Sumber Informasi
81 Episode 81. Interogasi
82 Episode 82. Merpati Pos
83 Episode 83. Kesiur Angin
84 Episode 84. Perjalanan I
85 Episode 85. Perjalanan II
86 Episode 86. Sisa Harapan
87 Episode 87. Luka Lama
88 Episode 88. Sergapan
89 Episode 89. Teman
90 Episode 90. Teman II
91 Episode 91. Teman III
92 Episode 92. Teman IV
93 Episode 93. Teman V
94 Episode 94. Pintu Maaf I
95 Episode 95. Pintu Maaf II
96 Episode 96. Pintu Maaf III
97 Episode 97. Pengkhianatan I
98 Episode 98. Pengkhianatan II
99 Episode 99. Pengkhianatan III
100 Episode 100. Pengkhianatan IV
101 101. Mengatur Rencana
102 102. Keputusan Liu
103 103. Jebakan Kabut
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Episode 1. Qaireen - Sejarah? What The Hell!
2
Episode 2. What The Meaning Of Prince?
3
Episode 3. Qaireen - Sweety Brother
4
Episode 4. The Stubborn Prince
5
Episode 5. Qaireen - Nightmare
6
Episode 6. Pasukan Kerajaan
7
Episode 7. Qaireen - Warm Chat
8
Episode 8. The Beginning!
9
Episode 9. Qaireen - Perkampungan Dimensi Lain
10
Episode 10. Warm Heart!
11
Episode 11. Qaireen - The Lion King
12
Episode 12. Young Master Hans
13
Episode 13. Petunjuk Raja Singa
14
Episode 14. Kaisar Liu Xing
15
Episode 15. Kembali
16
Episode 16. Care About You
17
Episode 17. Feeling
18
Episode 18. Jalak Putih
19
Episode 19. Bagaspati
20
Episode 20. Master Lao
21
Episode 21. Green Valley
22
Episode 22. Three Disciple
23
Episode 23. Qaireen - Martial Arts
24
Episode 24. Ghost Sunglasses
25
Episode 25. Northern Mainland Kingdom
26
Episode 26. Blood Rose
27
Episode 27. Volcano Crater
28
Episode 28. Danadyaksa
29
Episode 29. Gold Shield
30
Episode 30. She Has Gone
31
Episode 31. Clearly Feeling
32
Episode 32. Moonlight
33
Episode 33. Move
34
Episode 34. The Decision of Emperor Liu Xing's
35
Episode 35. Coz You're My Precious One
36
Episode 36. Blue Research
37
Episode 37. The Time Has Come!
38
Episode 38. The Light From Southern
39
Episode 39. She's Come Back!
40
Episode 40. The New History Teacher
41
Episode 41. Pengumuman.
42
Episode 42. Sebuah Awal
43
Episode 43. Sosok Pengganti
44
Episode 44. Istana di Atas Awan
45
Episode 45. Pertemuan dengan Kaisar Liu Xing
46
Episode 46. Taman Kesetiaan
47
Episode 47. Pengakuan
48
Episode 48. Balai Pertemuan
49
Episode 49. Tangga Pertama
50
Episode 50. Menyusun Rencana
51
Episode 51. Pakaian
52
Episode 52. Hunter
53
Episode 53. Pohon Pemujaan
54
Episode 54. Ular Hitam
55
Episode 55. Luka Mematikan
56
Episode 56. Masa Kritis
57
Episode 57 Menjaga
58
Episode 58. Perbatasan
59
Episode 59. Kawasan Isolasi
60
Episode 60. Guru Shang
61
Episode 61. Mengatur Rencana
62
Episode 62. Solusi Pertama
63
Episode 63. Dihibrid Virus
64
Episode 64. Pembakaran Gudang Obat-Obatan
65
Episode 65. Stay With Me
66
Episode 66. Isaac
67
Episode 67. Pengkhianatan
68
Episode 68. Li Young
69
Episode 69. Guardian
70
Episode 70. Sleep Tight
71
Episode 71. Gerbang Perbatasan
72
Episode 72. Reunion
73
Episode 73. He Chose to Retreat
74
Episode 74. Kehangatan
75
Episode 75. Harapan Adalah Milik Mereka Yang Percaya
76
Episode 76. Dua Insan
77
Episode 77. Saatnya Pergi
78
Episode 78. Cincin Pengikat
79
Episode 79. Pembunuh
80
Episode 80. Sumber Informasi
81
Episode 81. Interogasi
82
Episode 82. Merpati Pos
83
Episode 83. Kesiur Angin
84
Episode 84. Perjalanan I
85
Episode 85. Perjalanan II
86
Episode 86. Sisa Harapan
87
Episode 87. Luka Lama
88
Episode 88. Sergapan
89
Episode 89. Teman
90
Episode 90. Teman II
91
Episode 91. Teman III
92
Episode 92. Teman IV
93
Episode 93. Teman V
94
Episode 94. Pintu Maaf I
95
Episode 95. Pintu Maaf II
96
Episode 96. Pintu Maaf III
97
Episode 97. Pengkhianatan I
98
Episode 98. Pengkhianatan II
99
Episode 99. Pengkhianatan III
100
Episode 100. Pengkhianatan IV
101
101. Mengatur Rencana
102
102. Keputusan Liu
103
103. Jebakan Kabut

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!