Bibir sewarna cherry Liu terus mengembang saat melihat betapa kesalnya Qaireen. Gadis itu terus saja bersungut-sungut sambil menggumamkan umpatan yang tidak jelas. Liu sangat yakin sekali, andai saja gadis itu tidak terjebak di dunianya, pasti ia sudah mencakar wajahnya sampai tak berbentuk.
“Berhenti memasang tampang menyebalkan itu atau aku tidak akan pergi bersamamu!” ancam Qaireen dengan nada kasar. Ia tidak lagi peduli siapa sosok yang sedang ia ajak bicara. Yang ada di kepalanya hanya bagaimana cara menyalurkan rasa kesalnya memenuhi ubun-ubun.
Liu terkekeh, masih dengan ekspresi santai yang membuat Qaireen semakin kesal. “Oh, benarkah? Kau ingin aku meninggalkanmu di sini?” Liu menoleh, tersenyum menggoda, “Sungguh?” tambahnya tanpa ampun. Qaireen menyentak tangannya sekuat tenaga. Tapi apa daya, genggaman tangan Liu semakin kuat. Detik berikutnya, ekspresi Liu tampak begitu serius. Daun telinganya bergerak-gerak. Kedua bola matanya dengan cepat memindai sekitar.
Menyadari gelagat Liu yang aneh, Qaireen langsung membuka mulut untuk bertanya. Tapi, secepat kilat Liu langsung membekap mulut yang hendak menyuarakan isi pikirannya itu. Begitu saja, tanpa peringatan, Liu menarik tubuh Qaireen ke balik rimbun semak belukar. Membuat Qaireen langsung memberontak dengan kedua mata melotot galak. Siapa yang akan pasrah diam saja diperlakukan seperti itu?
“Sssshht! Kumohon, diamlah,” bisik Liu tepat di telinga Qaireen. Setelah berkata demikian, Liu langsung memejamkan kedua mata untuk berkonsentrasi. Menyelubungi tubuh mereka dengan energi magis level tinggi yang tak akan mampu terdeteksi oleh pasukan berpangkat jendral sekalipun.
Qaireen nyaris saja menggigit tangan Liu yang membekap mulutnya andai saja kedua matanya yang terbuka lebar tidak melihat satu bataliyon pasukan kerajaan yang melintas di hadapan mereka. Tampilan mereka cukup membuat nyali Qaireen menciut. Tubuh tinggi kekar dengan sorot mata tajam penuh kewaspadaan. Pedang yang mengkilat tajam menggantung di sisi tubuh mereka seperti pengirim sinyal kematian. Qaireen menelan ludah, bahkan tanpa sadar ia menahan napas. Tidak bergerak sama sekali meski napas Liu terasa hangat menggelitik tengkuknya.
“Apa kau yakin energi Pangeran berada di sekitar sini?” tanya sosok yang memiliki aura seperti seorang pemimpin. Suaranya terdengar dalam dan tegas. Membuat Qaireen enggan bergerak meski hanya untuk sekadar berkedip.
“Sangat yakin, Jendral Li. Pangeran Liu bersama seorang gadis manusia berada di sekitar sini bebera saat yang lalu, tapi ….”
“Tapi apa?” tanya sang jendral tak sabar. Sudah dua hari ia dan pasukannya menyisir seluruh kawasan Hutan Terlarang. Tapi jejak pangeran tak pernah ia temukan. Bahkan angin pun seolah bekerja sama untuk menyembunyikan keberadaannya.
“Sinyal itu telah lenyap begitu saja. Seperti hilang ditelan bumi dengan tiba-tiba,” si pelapor tampak berpikir keras, lalu tiba-tiba, seolah teringat sesuatu ia berseru, “Jendral Li, mungkinkah Pangeran Liu telah menguasai teknik rahasia itu?”
Sosok tinggi tegap yang dipanggil dengan nama Jendral Li itu menatap anak buahnya lekat, dahinya berkerut semakin dalam mempertimbangkan kemungkinan yang baru saja disampaikan anak buahnya. Setelah berkutat selama beberapa saat dengan pikirannya, Jendral Li menggeleng pelan. “Tidak mungkin. Teknik itu baru bisa dipelajari ketika Pangeran Liu telah menikah. Kaisar tidak mungkin begitu ceroboh mengajari Pangeran Liu teknik rahasia yang sangat berbahaya itu,” simpul Jendral Li penuh pertimbangan. Membuat sang bawahan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ini adalah rekor terlama mereka dalam mengejar seseorang. Jika hal ini terus berlanjut tanpa hasil, reputasi mereka sebagai pasukan elit kerajaan akan dipertanyakan.
Mereka tidak tahu bahwa pangeran mereka yang terkenal suka semaunya sendiri itu memiliki kegeniusan berkali-kali lipat di atas rata-rata. Ia akan dengan mudah mempelajari teknik rahasia meskipun tanpa bimbingan kaisar. Dan itulah yang telah ia lakukan selama ini.
“Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang, Jendral Li? Apakah kita akan pulang dan melaporkannya pada Kaisar?”
“Tidak. Kita tidak akan pulang sebelum menemukan Pangeran Liu,” tegas Jendral Li dengan rahang mengeras. Ia tidak akan gagal. Pantang baginya menyandang gelar jendral jika pekerjaan semudah ini saja tidak mampu ia lakukan.
Setelah mengambil keputusan final. Sang jendral memerintahkan pasukannya menuju ke Utara, dekat perbatasan. Menurutnya, ada kemungkinan Pangeran Liu dibawa oleh pasukan kerajaan Utara sebagai tahanan. Jika hal itu terjadi, ia tak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri. Karena itu, ia menuju ke perbatasan untuk melakukan pengintaian dan memastikan bahwa Pangeran Liu tidak menjadi sandera.
Liu membuka kedua matanya perlahan ketika ia sudah tidak merasakan keberadaan pasukan kerajaan di sekitar mereka. Tangannya yang membekap mulut Qaireen merosot perlahan. Kepalanya bahkan jatuh lunglai di pundak Qaireen.
Menyadari hal itu, Qaireen langsung menoleh. Dan rasa panik langsung menguasainya ketika ia melihat wajah Pangeran Liu tampak pucat. Pandangannya meredup dengan cepat. “Liu, hey, kau baik-baik saja?” tanyanya khawatir. Memutar tubuh dan meletakkan kepala Liu yang lunglai di pangkuannya.
“Aku baik-baik saja. Kita sudah aman. Biarkan aku beristirahat sebentar,” gumam Liu pelan, sangat pelan. Bahkan Qaireen harus mendekatkan telinganya agar bisa mendengar dengan jelas. Setelah berkata demikian, kedua mata Liu langsung terpejam. Napasnya terlihat sedikit berat.
Qaireen tak mampu menyembunyikan kecemasannya. Ia meraih tangan Liu, dan sedikit tersentak ketika menyadari betapa dingin tangan pemuda itu. Tanpa pikir panjang, Qaireen langsung menggenggamnya erat untuk menyalurkan energi panas dari tubuhnya. Suara sang jendral tentang betapa berbahayanya teknik rahasia yang mungkin saja digunakan Liu membuat jantung Qaireen serasa diremas. Terlebih ketika menyadari Liu menggunakan teknik itu untuk menyelamatkannya. Rasa bersalah langsung menghantam benak Qaireen tanpa ampun. Bibirnya bergetar, butiran hangat kristal luput dari manik hitamnya yang jernih, “Hey, Liu Brengsek! Kau jangan mati! Kau tidak boleh mati. Bukankah kau bilang akan melindungiku? Cepat bangun atau aku akan menedang pantatmu sampai kau terlempar jauh menembus gurun!” bentak Qaireen, mengusap kasar bulir-bulir hangat yang membasahi pipinya dengan punggung tangan.
Liu terkekeh pelan, masih dalam keadaan mata terpejam. Ia sungguh tak menyangka teknik rahasia yang baru saja ia gunakan menguras banyak energinya sampai ke dasar. Ia merasa tubuhnya sangat lemas tak berdaya. Tapi, ia tak mampu menahan senyum ketika melihat Qaireen begitu mengkhawtirkannya. Gaya bicaranya memang serampangan, tapi ia tahu gadis itu sangat mencemaskannya. “Kau ini seorang gadis, bicaramu kasar sekali,” gumamnya pelan, lantas perlahan membuka mata, kembali memaksakan diri untuk tersenyum, sedikit mengernyit saat menyadari Qaireen yang berambisi menghabisinya terlihat sangat cemas. Ada kilatan kesedihan dari netra sepekat malamnya yang jernih. Refleks, Liu menggerakkan tangannya yang lemah untuk mengusap sisa air mata yang membasahi pipi Qaireen. “Bodoh, aku ini seorang pangeran. Aku tidak mungkin mati semudah itu. Jangan khawatir,” gumamnya pelan, mengusap lembut pipi Qaireen dengan telapak tangannya yang kokoh. “Biarkan aku istirahat sebentar untuk memulihkan energi. Setelah itu, kita lanjutkan perjalanan kembali.”
Qaireen balas menyeringai, terkekeh pelan dengan nada jengkel. “Aku menyesal telah mengkahwatirkanmu. Sekarang istirahatlah. Aku akan menjagamu,” tukas Qaireen. Hendak mengangkat tangannya dari atas tubuh Liu. Tapi, pemuda yang sudah kembali terpejam itu kembali menarik tangan Qaireen dan menggenggamnya erat di atas dadanya. Qaireen sedikit tersentak, tapi ia membiarkannya. Ia bahkan menahan kakinya yang kesemutan. Tidak berani bergerak karena takut menganggu tidur Liu.
Apa ini? Kenapa tiba-tiba ia merasa begitu nyaman berada di dekat Liu? Apakah pikirannya sudah terganggu?
Qaireen menggelengkan kepalanya untuk mengusir segela pikiran dan perasaan asing yang menyelinap ke dalam hatinya. Tapi, siapa yang bisa menolak takdir?
***
“Kita sudah menyisir seluruh tempat tanpa terkecuali. Tapi tak ada tanda-tanda Qaireen di tempat ini. Sekarang, apa yang harus kita lakukan, Senior Hans?” tanya salah seorang rekan Hans yang turut menyisir lokasi menghilangnya Qaireen sejak tengah malam hingga pagi menjelang. Raut wajahnya tampak kelelahan.
“Kalian istirahat saja dulu di pos. Sebentar lagi aku akan menyusul untuk mengatur strategi yang mungkin layak dicoba,” setelah berkata demikian, Hans meniggalkan ketiga rekannya. Berjalan mendaki ke bukit tempat di mana Qaireen terakhir kali berada.
Ketika Hans sudah berada di bukit tempat di mana Qaireen terakhir kali terlihat, di sana sudah ada Harry yang tengah duduk termenung.
Pemuda jangkung yang mewarisi genetik seorang pria Perancis itu berdiri sejenak di sana. Menatap sahabatnya prihatin. Tidak pernah ia melihat sahabatnya yang selalu tampil rapi dan elegan itu terlihat begitu berantakan dan tampak sangat kacau sebelumnya. Hans mengusap wajahnya yang kebas sebelum mengambil posisi duduk di dekat sahabatnya yang tampak sangat menyedihkan dengan tatapan kosong itu.
Tadi malam, mereka tiba di Danau Tirto Wening tepat tengah malam. Setelah bertemu dengan Yusuf dan menerima informasi yang dibutuhkan, mereka langsung bergerak tanpa sedikit pun niatan untuk beristirahat. Mengabaikan peringatan dari petugas setempat yang mengatakan mungkin saja kabut malam akan turun lebih pekat dari biasanya. Hingga pagi ini, matahari sudah naik sepenggalan dan mereka baru memutuskan beristirahat. Menghentikan sementara aktivitas pencarian untuk memulihkan tenaga.
“Harry, kita pasti menemukannya,” gumam Hans pelan. Sebetulnya, ia sama khawatirnya seperti Harry. Tapi mentalnya sudah terlatih selama bertahun-tahun menghadapi situasi seperti ini, yang sedikit banyak mempengaruhi ketenangannya dalam berpikir.
Harry menoleh, sinar matanya yang selalu tampak cerah kini meredup dengan cepat. Dipenuhi dengan kabut kesedihan yang mendalam. “Hans, bagaimana jika kita tidak bisa menemukan Qaireen?” tanyanya dengan nada pilu yang membuat hati siapa pun yang mendengarnya runtuh.
Pemuda yang ditanya menghela napas panjang. Menghembuskannya perlahan, ia juga tidak tahu. Tapi ia memiliki kebulatan tekad, “Kita pasti akan menemukannya. Aku tidak akan menyerah. Jika dalam waktu satu hari kita belum menemukannya, aku akan terus mencarinya sampai ketemu. Tidak peduli bahkan sampai bilangan tahun. Aku akan terus mencarinya,” tegas Hans tanpa sedikit pun keraguan dalam nada suaranya. Matanya menerawang kejauhan. Mengundang perhatian Harry. Terlebih ketika ia mendapati sahabatnya itu mengatakan isi hatinya dengan sangat tulus dan tanpa keraguan sedikit pun.
Harry terkekeh pelan, sugguh terdengar ironi ketika hatinya diselimuti kabut kesedihan. “Kurasa, bukan hanya aku yang merasa sangat kehilangan atas menghilangnya Qaireen tanpa jejak,” tukas Harry, menghela napas panjang untuk meredakan rasa sesak yang menghimpit dadanya.
Wajah Hans langsung bersemu merah, seketika sadar apa yang baru saja ia deklarasikan mengandung makna yang sangat jelas. “Tentu saja. Qaireen, gadis manis itu sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Bagaimana mungkin aku akan membiarkannya ditelan masa tanpa jejak?” kilah Hans. Berusaha menyembunyikan perasaannya agar tidak terlihat begitu jelas di mata orang lain. Terutama kakanya yang merangkap sebagai sahabat terdekatnya.
“Hans, apa kau mendengar berita yang beredar baru-baru ini?” tanya Harry, berusaha sekuat tenaga mengendalikan gejolak emosinya. Sejak semalam, ayah dan ibunya sudah berkali-kali menghubunginya untuk menanyakan keberadaannya, dan berkali-kali pula Harry harus membohongi mereka. Dan ia tidak mungkin selamanya akan berbohong, bukan?
Hans mengernyit, mencoba mengingat-ingat berita terhangat yang singgah di telinganya akhir-akhir ini, yang memiliki keterkaitan dengan dunia pendakian. “Apakah tentang seorang gadis yang nyaris tenggelam dan diselamatkan seorang pangeran?” tebak Hans.
Harry mengangguk, “Benar. Bagaimana menurutmu tentang kejadian itu?” tanya Harry balik. Ingin mendengar bagaimana pandangan seorang pakar alam liar tentang hal mistis yang begitu kental dengan dunia pendakian.
“Hal itu mungkin saja terjadi. Meski banyak orang yang menganggap bahwa gadis itu hanya berhalusinasi. Tapi aku bukan salah satunya. Aku percaya ada kerajaan besar yang bersemayam di Pegunungan Respati. Kau tidak berpikir kalau─” Hans menelan kembali kalimatnya yang sudah sampai di tenggorokan. Mengurungkan niatnya untuk menutarakan isi pikirannya dengan gambalang. Tapi Harry bukan orang bodoh. Kebiasaannya membaca membuatnya begitu peka terhadap perubahan gerak tubuh sekecil apa pun itu. Kepekaannya telah terlatih tanpa pernah ia sadari.
“Kurasa, kita memiliki pemikiran yang sama,” lanjut Harry. Memungut kelopak arka yang tertiup angin dan menempel pada wajahnya.
“Jika demikian adanya, kita tidak akan pernah menemukan Qaireen jika kita mencarinya dengan jalur konvensional. Bagaimana jika─”
“Meminta bantuan para normal?” lanjut Harry dengan raut penuh tanya dan nada keberatan sekaligus.
“Apakah kau menemukan cara yang lebih baik?” tanya Hans balik.
Harry kembali menghela napas panjang. Meluruskan kedua kakinya yang kesemutan, “Kita tidak bisa melihat bangsa mereka. Kita juga tidak pernah tahu seperti apa kerajaan yang dimaksud para leluhur, cerita itu hanya diwariskan secara turun temurun tanpa bukti otentik yang kuat. Tapi aku percaya mereka ada. Terlebih lagi Qaireen menghilang tanpa jejak. Kita juga sudah menyelam di Danau Tirto Wening sampai ke dasar, tapi Qaireen juga tidak ada di sana. Aku tidak pernah percaya pada apa yang dikatakan paranormal. Tapi aku juga tidak tahu harus bagaimana,” urai Harry dengan nada pelan bercampur rasa putus asa yang samar.
“Kita cari lagi sampai tiga hari ke depan, jika keberadaannya tetap tidak terjangkau, aku akan menghubungi seorang paman yang mungkin bisa membantu kita menemukan Qaireen,” putus Hans yang disambut anggukan kepala pelan oleh Harry.
Beberapa kali ponsel Harry berdering. Tapi ia mengabaikannya. Ia merasa tidak tertarik pada apa pun lagi untuk saat ini. Termasuk pada hubungan asmaranya. Auranya menggelap penuh penyesalan. Andai hari itu ia bersikeras ikut Qaireen mendaki dan mengabaikan pertemuan dengan keluarga Hermawan, pasti hal buruk tidak akan menimpa adik kesayangannya. Karena apa pun yang terjadi, ia tak akan pernah melepaskan gadis itu dari jangkauan penglihatannya. Harry kembali menarik napas panjang dengan berat, berusaha memasukkan sebanyak mungkin oksigen ke dalam rongga paru-parunya yang terasa begitu sesak, seperti ada batuan besar yang menghimpit dadanya.
Hans menepuk-nepuk pundak Harry perlahan, menyalurkan ketenangan melalui sentuhan tangan. Ia tahu betapa sahabatnya itu sangat menyayangi adik perempuannya lebih dari apa pun di dunia ini. Karakter sosok Qaireen memang membuat siapa pun akan mudah mengorbankan diri untuknya. Termasuk Hans yang tidak pernah terlihat dekat dengan gadis mana pun. Ia akan dengan senang hati menukar keselamatan Qaireen dengan dirinya andai waktu bisa terulang. “Harry, kita pasti akan menemukannya. Apa pun yang terjadi,” gumam Hans dengan sinar mata berkilat penuh tekad.
Harry menoleh dengan tatapan sendu, mata coklat jernihnya tampak berkilat dan sedikit berembun. Hans yakin sahabatnya itu pasti sudah menangis andai ia tak ada di sampingnya saat ini. Bibir sewarna cherry itu tampak sedikit bergetar saat menggumamkan terima kasih. “Kita pasti akan menemukannya,” gumamnya pelan. Menatap lurus di kejauhan dengan rahang mengeras penuh bara tekad. Ia tahu hal terburuk bisa saja terjadi. Mungkin Qaireen memang ditemukan, tapi dalam keadaan yang sungguh berbeda dengan apa yang diharapkan semua orang. Ia tahu betul kemungkinan Qaireen kembali dalam keadaan selamat hanyalah sekian persen, tidak lebih dari angka sepuluh. Tapi ia tidak peduli. Adiknya itu telah berjanji padanya akan kembali dengan selamat. Ia harus menepati janjinya atau ia tidak akan pernah memaafkan kecerobohannya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Sumiati
trimakasih Thor
ceritanya bagus banget👍👍
visualnya kece2😍😍
2020-09-12
1
May maulida
cerita nya menarik sekali selalu bikin penasaran....semangat thorrr
2020-08-28
1
Tasya Eko
semangat semangattt😘😘😘😘
2020-08-27
1