Hidden CEO

''Lepaskan aku, Ndra! Kita gak mungkin bisa bersama lagi.'' Yunan terus mencengkal tubuh Cassandra yang masih memeluknya. 

''Aku gak mau pisah darimu. Aku ingin menjadi istrimu.'' Mengeratkan pelukannya. Sedikitpun tak ingin lepas dari sang suami. 

Yunan menarik napas dalam-dalam. Mencoba untuk menjernihkan pikirannya yang dari tadi meradang. Membolak-balikkan hatinya yang terkadang sedikit ragu. Kasihan dengan keadaan Cassandra yang sangat kacau. Namun, kesalahannya kali ini memang tidak pantas lagi mendapatkan maaf. 

''Keputusanku sudah bulat. Aku ingin berpisah darimu,'' ucap Yunan yakin. 

Tangan yang tadinya melingkar erat terasa kendur. Akhirnya Cassandra melepaskan pelukannya. Wanita itu mendongak menatap wajah tampan Yunan yang tampak datar tak bersahabat. 

''Kamu yakin ingin berpisah denganku?'' tanya Cassandra memastikan. 

Yunan mengangguk tanpa suara. Yakin dengan keputusannya kali ini. Demi ibu dan ayahnya, ia harus melepaskan sang istri dan berharap mendapatkan kebahagiaan dari wanita lain. 

Cassandra tak bisa mendesak lagi karena Yunan sudah benar-benar yakin dengan keputusannya. Sedikitpun tak ingin menerima dirinya sebagai istri. 

''Sebelum kita berpisah, aku ingin meminta sesuatu dari kamu, anggap saja ini permintaan terakhirku, Yunan,'' ucapnya memohon. 

''Apa?'' tanya Yunan singkat dan penasaran.

Tidak biasanya Cassandra meminta sesuatu darinya. Wanita itu sering menolak semua barang-barang yang ia belikan. Jika suka hanya dipajang di lemari, tapi jika tidak menyukainya pasti langsung dibuang. Akan tetapi, sekarang justru meminta. Sangat aneh. 

Cassandra meraih tangan Yunan dan mengajaknya ke kamar. Menutup pintu. Keduanya berdiri di samping ranjang saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat. Bahkan, mereka bisa merasakan hembusan napas lawan. 

''Izinkan aku melayanimu, sekali saja. Aku ingin memberikan keperawananku untukmu,'' ucap Cassandra dengan bibir bergetar. 

Yunan menggelengkan kepala. Melangkah mundur menjauh. Tentu, permintaan itu membuatnya kaget bukan kepalang. Bagaimana bisa, Cassandra menyerahkan keperawanannya yang dijaga disaat mereka hampir berpisah, konyol bukan? Apakah ini hanya jebakan supaya perceraian itu batal.

''Jangan gila, Ndra. Aku gak bisa memenuhi permintaanmu,'' tolak Yunan mengalihkan pandangannya. 

''Aku gak gila. Aku masih waras, dan itu adalah permintaan terakhirku sebelum kita pisah.'' Cassandra mendekat. 

Memegang kedua lengan Yunan dan menghadapkan ke arahnya. Menatap setiap jengkal wajah pria itu. Sungguh, baru menyadari memiliki seorang suami yang begitu tampan tanpa celah. Bahkan membuatnya jatuh cinta entah sejak kapan ia menyadarinya. 

Tanpa aba-aba Cassandra mencium bibir Yunan dengan lembut. Menikmati benda kenyal itu dengan mata terpejam. Tangannya mulai merayap menyusuri dada sang suami yang dibalut kemeja putih. Menyentuh kancing bagian atas dan membukanya satu-persatu. 

Munafik jika Yunan tak menginginkan ciuman dan juga tubuh seksi itu, faktanya ia terhanyut dalam suasana yang memabukkan. Menggigit kecil bibir sang istri yang terasa begitu manis. Mendekapnya dan menggiring menuju ranjang. Namun, aksinya berhenti begitu saja saat teringat dengan pesan ibunya.  

''Maaf, aku gak bisa melakukan itu. Kamu harus memberikannya pada laki-laki yang kamu cintai, bukan aku.'' Merapikan bajunya yang sedikit berantakan. 

Mengatur napasnya yang sedikit tersengal karena lamanya berciuman. Hampir saja tenggelam dalam sebuah alunan cinta yang menyesatkan. Pun Cassandra, wanita itu kembali memeluk Yunan yang sibuk mengancingkan baju. Mengusap kening sang suami yang dipenuhi keringat. Mungkin gugup karena ini pertama kali bagi mereka berdua. 

''Kamu bilang akan pergi dua tahun, 'kan?" tanya Cassandra memastikan. 

Yunan mengangguk tanpa suara. 

''Aku akan menunggumu. Setelah dua tahun, kamu gak boleh pergi lagi meninggalkanku.'' Akhirnya Cassandra melepas kepergian Yunan, tapi dengan harapan baru saat kembali nanti.

''Aku gak bisa janji padamu. Aku takut tergoda dengan wanita lain yang lebih sempurna dari kamu,'' jawab Yunan menusuk. 

Sengaja, supaya Cassandra mundur dan mau bercerai dengannya. Namun, sepertinya sangat sulit membuat wanita itu menerima, bahkan sudah mengatakan kesanggupannya untuk menunggu selama dua tahun lamanya. 

Harus kuat, begitulah hati Cassandra berkata. Apapun yang terjadi, ia tak boleh menyerah begitu saja. Yunan pernah berjuang demi mendapatkan hatinya, dan mungkin saat ini gilirannya untuk melakukan itu. 

''Sekarang aku antar kamu pulang. Sebentar lagi aku akan segera berangkat.'' Mengambil tas milik Cassandra dan mengajak wanita itu keluar. Ia tak mau berlama-lama yang ujung-ujungnya terjadi sesuatu hal tak diinginkan. 

Melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sesekali menoleh ke samping, di mana Cassandra masih betah menangis. Entah apa yang dipikirkan saat ini, Yunan tidak ingin tahu. Takut ragu dengan niatnya pergi. 

''Jangan menangis lagi. Ada pertemuan pasti ada perpisahan. Meski kita tidak bisa bersama, aku beruntung pernah menjadi bagian dari hidupmu.'' Mengusap lembut rambut Cassandra. 

''Tetap menjadi Cassandra yang aku suka, jangan lemah, karena orang akan memanfaatkan kondisimu yang seperti itu,'' imbuhnya menenangkan. 

Isakan kecil mewarnai sepanjang perjalanan menuju kediaman Margareth. Cassandra mengira ini akhir dari segalanya. Entah apa yang terjadi setelah ini, yang pasti ia akan jauh dari Yunan. Pria yang selalu ada untuknya dan melindunginya. 

''Kita sudah sampai.'' Yunan menghentikan mobilnya di depan gerbang. 

Cassandra mengusap pipinya yang basah. Sekali lagi ia memeluk Yunan dengan erat, mencium pipinya. 

''Aku akan selalu merindukanmu,'' ucap Cassandra di tengah tangisannya. 

''Terimakasih.'' Yunan tak kuasa melihat kekacauan sang sitri. Ia mengecup kening wanita itu dengan lembut dan lumayan lama. Mungkin itu akan menjadi perpisahan yang paling manis untuk keduanya. 

Setelah memastikan Cassandra masuk ke rumah, Yunan menghubungi seseorang dan berbicara serius. Kemudian kembali melajukan mobilnya. Kali ini akan datang ke rumah ayahnya untuk mengambil barang-barang yang akan dibawa pergi. Selain itu, juga kangen pada Layin, yang hampir tiga hari ini tak ditemuinya. 

''Darimana saja kamu, Ndra?'' tanya Margareth dari ruang tamu. 

Cassandra menoleh dan tersenyum sinis. Karena wanita itulah, pernikahannya hancur. Mungkin ia tak mencintai Yunan, namun tanpa dorongan ibunya, tidak mungkin ia berbuat jahat yang berlebihan. 

''Kenapa matamu bengkak? Apa yang terjadi? Memindai sekujur tubuh sang putri dari atas hingga bawah, depan, belakang. 

''Di mana Louis?'' Menatap ke arah pintu depan yang terbuka lebar. 

''Mulai hari ini aku akan tinggal di apartemen. Aku gak mau ibu mencampuri urusanku lagi. Sudah cukup aku menjadi boneka, tidak untuk sekarang. Barlalu menuju kamarnya. Mengabaikan teriakan Margareth yang terus memanggil namanya. 

Memasukkan semua baju-bajunya ke dalam koper. Tekadnya sudah bulat ingin belajar mandiri dan mencari kebahagiaan sendiri tanpa campur tangan ibu dan ayahnya.

Kepergian Cassandra pun mengundang teka-teki bagi Margareth. Entah apa yang terjadi semalam, hingga membuat wamita itu berubah. Lebih angkuh dari biasanya, seperti... ada masalah yang serius.