"Mama kemana, ti? Kok ndak pulang - pulang?"
-----------
"Nek nanti ada yang ajak kamu pergi, meskipun itu mamak mu, jangan ikut yo, Nduk!"
-----------
"Nggak usah urusin hidup gue! lu urus aja hidup lu sendiri yang rusak!"
-------------
"LEA! JANGAN DENGER DIA!!"
-------------
"GUE CUMA MAU HIDUP! GUE PENGEN HIDUP NORMAL!! HIKS!! HIKS!!"
-------------
"Kamu.. Siapa??"
----
Sejak kematian ibunya, Thalea atau yang lebih akrab di sapa dengan panggilan Lea tiba - tiba menjadi anak yang pendiam. Keluarga nya mengira Lea terus terpuruk berlarut larut sebab kematian ibunya, tapi ternyata ada hal lain yang Lea pendam sendiri tanpa dia beri tahu pada siapapun..
Rahasia yang tidak semua orang bisa tahu, dan tidak semua orang bisa lihat dan dengar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 23. Layang layang itu terbang bersama harapan.
Lea nangis keras setelah dia melihat dengan mata ke kepalanya sendiri tangan hangus dan berdarah - darah itu merambat ke arah nya. Dia langsung berteriak dan langsung lari menghampiri uti nya dan memeluk nya.
"Huaaa!! huaa!!" Tangis Lea.
"Iki bocah kenapa?" Ujar lek Bowo.
"Uti, ada tangan geseng (gosong) tadi." Ujar Lea dia menangis sambil memeluk utinya.
"Tangan geseng opo? Ndak ada, nduk." Ujar utinya.
"Itu, kesana." Lea menunjuk ke arah tempat nya duduk sebelum nya.
"Ndak ada lho nduk." Ujar utinya, dia ikut takut juga sebenar nya.
"Uti pangku, Lea takut." Tangis Lea.
"Wong sudah gede lho, pangku - pangku pie. Ndak usah aneh - aneh, ndak ada tangan buntung." Ujar lek Bowo.
"Ada tadi lek." Ujar Lea, dia ketakutan.
"Mak bawa turu saja sana lah, berisik." Ujar lek Bowo.
"Bobok yo nduk, ayo." Ujar utinya, lalu menggandeng tangan Lea pergi.
Lea sampai mau anya berjalan di depan utinya, sampai membuat utinya kesusahan jalan dan nyaris jatuh sebab Lea menggelayut di depan utinya.
"Ndak ada, wes - wes cep jangan nangis." Ujar utinya.
Lea di bawa ke kamar, dan karena takut dia terus memeluk utinya. Lea jelas - jelas melihat tangan itu merangkak ke arah nya, tangan nya hangus seperti terbakar dan berdarah - darah lengket dan meleleh seperti karamel. Tapi uti dan lek Bowo nya tidak melihat itu.
KE ESOKAN HARINYA..
Setelah selesai sarapan, sekitar jam 8 pagi Lea akhir nya berangkat bersama utinya, berjalan kaki. Mereka menyusuri jalanan sambil utinya Lea menjinjing kantong plastik berwarna merah, sampai akhir nya mereka sampai di depan rumah mak tua..
Sepi, adalah kesan pertama yang terlihat. Yang ada hanya buyut nya Lea yang sedang duduk di bawah pohon kersen sambil mengunyah kinang nya.
"Assalamualaikum." Salam utinya Lea.
"Waalaikumsalam, eh cah ayu.." Buyut nya senang melihat Lea.
Lea salim tangan, lalu duduk. Hari itu di dasana banyak anak laki - laki seusia nya sedang bermain layangan, Lea memperhatikan nya dengan antusias. Ada juga beberapa di antara nya yang sedang memanjat pohon kersen lain di sekitaran sana.
"Sana nduk main, itu banyak temen nya." Ujar buyut, Lea mengangguk.
Meski tidak kenal, tapi Lea mendekat. Dia mendekat sebab antusias dengan layang - layang, dia memperhatikan cara anak laki - laki di sana menerbangkan layang - layang. Tiba - tiba ada anak laki - laki yang mengambil sesuatu dari dekat Lea berdiri, dan menyapa Lea.
"Koe adik nya Firman, yo?" Tanya seorang anak laki - laki.
"Iya." Sahut Lea.
"Koe lanang apa wedok toh?" Tanya yang lain.
"Aku wedok, namaku Lea." Sahut Lea.
"Ndak keliatan wedok, rambutmu kayak batok kelapa. Hahaha.." Ujar anak laki - laki itu dan tertawa.
Lea ikut tertawa, Lea tidak tahu itu candaan atau hinaan. Anak laki - laki itu kemudian menyentuh rambut Lea dan berlari sambil ketawa..
"Batok, sini pegangi layanganku yo." Ucap nya pada Lea, padahal Lea sudah memperkenalkan namanya.
Lea manut saja, dia memegangi layangan itu karena dia memang tertarik dengan cara bermain layangan. Dan setelah layangan nya terbang Lea tersenyum merekah menatap Layangan itu makin terbang tinggi.
Lea lalu melirik ke arah utinya dan buyut nya yang sedang mengobrol, Lea tidak tahu mereka mengobrolkan apa tapi dia melihat utinya sampai menggenggam tangan buyut sambil sesekali mengusap wajah nya. Lea hendak menghampiri utinya tapi anak laki - laki tsdi memanggil nya lagi.
"Batok, kamu mau main ndak?" Teriak nya.
"Aku ndak bisa main layangan." Ujar Lea.
"Peganin saja." Ujar nya, karena Lea penasaran akhir nya dia mendekat.
"Nih di pegang, jangan di tarik yo. Iku lagi ngleneng (anteng), tungguin musuh lewat." Ujar anak itu.
"Musuh?" Lea heran.
Seru dengan permainan nya, Lea sampai lupa untuk menghampiri utinya. Dia begitu antusias dengan pertarungan layangan itu, sampai saat Lea tak sengaja melirik ke arah utinya, utinya tidak ada.. Lea spontan melepas senar yang di genggam nya, membuat layangan itu akhir nya kalah.
"Lho! Kok di lepas toh, batok!" Anak laki - laki itu berlarian mengejar templong (kaleng) yang di ikat di senar layangan nya.
Lea sendiri langsung berlari dari sana dan menghampiri buyut nya dan bertanya..
"Uti mana, yut?" Tanya Lea.
"Anu, utimu lagi ambil barang, nanti kesini lagi." Ujar buyut Lea.
"Di mana?" Tanya Lea.
"Di rumahmu, nanti kesini lagi nduk." Ujar buyut nya.
"Sini duduk sama buyut. Kamu suka toh maian di sini?" Tanya buyut nya, Lea mengangguk.
Lea mendengar dari kejauhan anak laki - laki itu mengomel karena layangan nya putus dan terbang menghilang, Lea juga melihat layangan itu terbang terombang - ambing. Para anak laki - lali tadi berlarian mengejar layangan yang putus itu tapi Lea hanya diam di sana menatap layangan itu melayang - layang.
"Uti.." Lea mulai merasa tidak nyaman.
"Nanti utimu balik, nduk." Ujar buyut.
Tapi lama Lea menunggu utinya tidak juga kunjung kembali, sejak detik itu sampai siang hari dan ke sore hari utinya Lea belum datang. Lea sudah menangis di bawah pohon mangga di dekat pagar tanaman, dia duduk di sana terus menunggu utinya datang.
"Nduk, mrene.. maem." Panggil buyut nya.
"Uti.. Hiks.. Hiks.." Lea menangis.
"Iki kenapa Lea kok di sini sendirian, nyai?" Tanya seorang tetangga.
"Arep tinggal si sini." Sahut buyut, mendengar itu Lea makin menangis.
"Uti.. Hiks.. Hiks.. Uti.. Lea mau pulang." Tangis Lea.
"Nduk, sini dulu iki lho, buyut punya jajan." Panggil buyut nya tapi Lea tidak menggubris.
"Utiii.. Hiks.. Hiks.." Lea menangis seperti anak hilang.
"Buyut, uti mana hiks.. Hiks.. Lea mau pulang sama uti." Ujar Lea.
"Besok uti kamu kesini lagi, malam ini nginep dulu yo di sini." Ujar buyut Lea.
"Ndak mauu.. Lea mau pulang." Ujar Lea.
Tak lama Lea melihat kakung nya pulang dari sawah dengan cangkul di pundak nya, kakung nya terkejut melihat Lea ada di sana, Lea juga takut melihat kakung nya sampai dia tahan suara tangis nya.
"Kenapa bocah iku di sini?" Tanya kakung pada buyut.
Lea tidak mendengar apa lagi percakapan kakung dan buyut nya, yang jelas setelah itu Lea hanya mendengar umpatan kasar dan makian kasar yang terdengar dari kakung nya. Terdengar juga beberapa benda di banting dari dalam rumah, Lea makin takut dan makin menangis di bawah pohon mangga itu.
"Utiii.. Hiks.. Hiks.."
"Meneng (diam) koe! Nangis saja bisanya!!" Teriak kakung Lea dari teras rumah.
"Jangan berani - berani koe masuk rumah iki!!" Teriak kakung nya lagi.
Lea yang tidak tau apapun hanya bisa duduk memeluk dirinya sendiri di bawah pohon mangga sambil menahan suara tangis nya, tapi meski suaranya di tahan, air matanya deras mengalir. Beberapa tetangga yang melihat itu hanya bisa menonton daei kejauhan, mereka tidak tahu apa yang terjadi.
Sampai menjelang maghrib, Lea masih duduk di bawah pohon mangga, dia mesih menunggu uti nya. Firman, anak bungsu mak tua nya lewat di sebelah nya dan hanya melirik lalu pergi dengan pakaian kok nya. Tak lama buyut nya datang menghampiri Lea.
"Nduk, ayo masuk dulu.. iki sudah maghrib nanti ada wewe gombel." Ujar buyut nya.
"Lea mau pulang yut." Ujar Lea, dia kembali menangis.
Matanya sudah sangat sembab, di tawari makan pun Lea tidak mau. Dia hanya duduk di sana sejak siang, dia mau pulang..
"Buyut ndak bisa anter, buyut kan jalan nya susah. Besok utimu ke sini lagi, sekarang masuk rumah dulu yo, nanti hujan." Ujar buyut nya.
"Lea mau pulang.." Ujar Lea berulang kali mengucapkan kata itu
"Besok yo nduk, sekarang sudah malam." Ujar utinya.
Naas nya, tidak ada ayah nya di sana, ayah nya sudah kembali melaut. Sugeng sudah berangkat merantu, mak tua juga sudah kembali berangkat merantau. Di rumah itu hanya ada buyut Lea, kakung nya dan lek Firman nya. Tidak ada yang bisa mengantar nya pulang..
"Ayo masuk." Ujar buyut Lea, tapi Lea menggeleng.
"Mau tunggu uti, hiks.. hiks.." Ucap Lea.
Buyut nya menyerah, sudah puluhan kali di bujuk tapi Lea tidak mau sama sekali beranjak dari sana. Akhir nya Lea di tinggalkan di sana..
"Uti.. Hiks.. Hiks.."
Lea melihat kesana kemari, dia masih berharap utinya akan datang menjemput nya. Tapi yang ada bukan utinya, melainkan seseorang memakai jubah merah yang berdiri di bawah rumpunan bambu, yang berada tepat di jam 12 Lea duduk saat ini.
Lea tidak bisa melihat wajah nya tapi dia berdiri seolah menatap Lea.
"Cah ayu.. Melu aku."
BERSAMBUNG..
Tinggal sama demit mungkin lebih baik😅, daripada sana sini gak diterima
Lalu kendalikan tuh para setan, buat nakut2 para orangtua yang tak bertanggungjawab....
atau jadi dukun sekalian ....
balikkan keadaan ,jadikan dirimu wanita sukses.
Lea sdh berkembang lagi
miris nasibnya Lea ,
jgn2 nenek2 itu yg mengawali terbuka nya mata batin Lea
mata batinnya mulai terbuka rupanya.
dan nenek2 yg selalu menyapa lea ,semoga saja ( kalau dedemit )baik .
Anak memang kewajiban orangtua yang mengurus..
di kasus ini Lea tidak mau ke rumah bapaknya,karena ,tidak nyaman dan merasa tidak di terima oleh keluarga bapaknya.
sedari lahir sudah sama uti nya ...
Bowo yang sabar, ....siapa tahu daganganmu laris manis lek.
Ajari Lea berdagang ,ajak dia pasti dia senang dan akan belajar dengan sendirinya ,daripada uring2an terus.