NovelToon NovelToon
Bukan Lagi Istri CEO

Bukan Lagi Istri CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Janda / Kehidupan di Kantor / Slice of Life
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Yazh

Cerita yang memberikan inspirasi untuk wanita diluar sana, yang merasa dunia sedang sangat mengecewakannya.
Dia kehilangan support system,nama baik dan harapan.

Beruntungnya gadis bernama Britania Jasmine ini menjadikan kekecewaan terbesar dalam hidupnya sebagai cambukan untuk meng-upgrade dirinya menjadi wanita yang jauh lebih baik.
Meski dalam prosesnya tidak lah mudah, label janda yang melekat dalam dirinya membuatnya kesulitan untuk mendapat tempat dihati masyarakat. Banyak yang memandangnya sebelah mata, padahal prestasi yang ia raih jauh lebih banyak dan bisa di katakan dia sudah bisa menjadi gadis yang sempurna.

Label buruk itu terus saja mengacaukan mental dan hidupnya,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kakak adik

Selamat membaca.

.

.

.

Pagi itu, udara di ftiness center seperti biasa, dingin dari AC, bercampur bau samar karet matras dan keringat yang baru saja mulai muncul. Musik up-beat berdentum dari speaker di sudut ruangan, tapi bagi Britania, dentuman itu hanya jadi latar kosong yang tak mampu meredam gelombang emosi di kepalanya. Isi kepalanya riuh sulit untuk ia tenangkan sendiri. Biasanya Brii akan sangat mudah menghadapi masalah di sekitarnya, ia akan pandai bersikap tenang dalam berbagai situasi.

Oh Tuhan… ia butuh pelampiasan. Sejak kemarin, Nathan berhasil membuat darahnya mendidih. Dan ke mana lagi kalau bukan dengan gym? Setidaknya di sini, ia bisa menyalurkan amarah sekaligus membentuk badan. Win-win, solution kan?

Kakinya sudah terpasang mantap di leg press. Dorongan demi dorongan terasa memeras habis tenaganya, tapi itu justru yang ia mau. Semakin ototnya menegang, semakin ia berharap pikirannya ikut menghempas bayangan wajah frustasi Nathan.

Di sebelahnya, ada Chacha, santai saja berlarian ringan di treadmill dengan earphone menggantung di leher. Hanya mereka berdua pagi ini. Brianda? Sudah jelas diblokir dari jadwal olahraga bersama. Satu alasan sederhananya karena Brianda selalu datang berdua dengan Nathan. Dan Britania… sedang berusaha keras untuk menetralisir racun yang sudah lelaki itu tanam di hatinya.

“Jadi lo beneran cut off sama Nathan, Brii?” suara Chacha memecah dentuman musik. Ia menatap sahabatnya sambil mengatur kecepatan treadmill, ia merasa harus peduli pada hubungan Brii dan Nathan. Bukan ingin ikut campur, tapi Nathan adalah orang pertama yang berhasil membuat Brii kalang kabut seperti ini, setelah bertahun-tahun Chacha mengenalnya. “Nggak mau main belakang dulu gituu?” cetus Chacha.

Britania mengangkat kepala sebentar, keringatnya mengalir cukup deras dari pelipis. “Harusnya memang gitu, Cha. Aku salah aja sempat mikir mau mulai hubungan sama dia. Harusnya aku tetap keukeuh seperti biasanya. Tidak memberi ruang siapapun buat bikin aku jatuh cinta. Bodoh memang aku.” Napasnya tersengal, tapi nada suaranya tegas. “Apalagi aku baru tahu kalau Nathan itu… abangnya Ray.” Bibirnya mencebik. “Huhhh! Makin ribet aja hidup aku.”

Chacha melambatkan langkahnya, keningnya berkerut. “Lo baru tahu?”

Britania mengangguk, ingat betul percakapan semalam. Rayyan, yang biasanya pelit cerita soal keluarganya, tiba-tiba blak-blakan—gara-gara keceplosan sendiri saat Bri sedang misuh-misuh tentang Nathan di ruang tamu.

Awalnya, Britania pikir itu cuma sepele. Tapi semakin banyak Rayyan bercerita, semakin ia paham betapa ruwetnya masalah keluarga Maheswara. Tentang alasan Rayyan kabur. Tentang OD. Tentang beban mentalnya yang tak pernah sembuh.

Britania sempat ingin marah, ingin menyuruh Rayyan kembali ke rumah, memperbaiki hubungan dengan orang tuanya. Tapi setelah bertahun-tahun hidup bersama Rayyan, ia tahu persis: pria itu tidak bisa dipaksa. Ia seperti pintu besi yang hanya terbuka kalau pemiliknya sendiri menghendaki. Semakin keras Brii menyuruhnya pasti akan semakin kuat juga Rayyan menolaknya.

“Ck… Gue dukung lo, Bri, waktu lo mau move on ke Nathan,” kata Chacha, menepuk tepian treadmill, “Tapi yaa… kalau dipikir-pikir keluarga konglomerat gitu biasanya kolot. Masih mending kalau Nathan mau lawan orang tuanya.”

Bri menghela napas, menghentikan gerakan leg press-nya sebentar. “Capek, Cha. Aku berjuang terus, kapan merdekanya? Dan aku juga udah nggak ada semangat buat berjuang, kalah aja udah.” Tatapannya meredup, tapi di balik itu ada tidak terima yang ia sembunyikan. “Sekarang gini… aku bermasalah sama Nathan, terus Rayyan hidup sama aku. Hufhh… bisa-bisa aku  dikira nyandera anak mereka demi tahta, hahahaha…” Tawa itu hambar, nyaris pahit, dan hanya meninggalkan sisa getir di dada. Dan untuk yang mendengarnya, siapa saja pasti akan ikut merasa pilu untuknya.

Chacha tertawa singkat, meski matanya menyiratkan kekhawatiran. “Gila lo. Tapi Ray gimana? Mau pulang setelah tahu ini?”

“Nggak.” Bri menggeleng. “Dia udah nggak ada niatan mau pulang dari dulu. Bahkan waktu pertama kali ketemu Nathan di rumah singgah, mereka udah berseteru. Ray udah terlanjur sakit hati sama keluarga Maheswara.” Ia menunduk, menatap sepatu training-nya. “Aku mau bujuk dia pun percuma. Kalau dipaksain… takutnya Ray balik lagi kayak dulu. Kamu tahu kan serusak apa dia dulu, sekarang hidupnya sudah mulai tertata, aku yang nggak rela dia kembali hanya untuk hancur yang lebih dalam lagi.”

Suara langkah sepatu laki-laki bergema di lantai gym yang mengilap, memecah percakapan mereka.

Britania spontan mengernyit, matanya menangkap dua sosok pria yang berjalan santai ke arah mereka. Dan salah satunya… tentu saja, Nathan.

Seakan sudah menjadi mekanisme pertahanan, Britania kembali fokus pada leg press-nya. Menekan. Menarik napas. Menghembuskan. Mengabaikan. Sedangkan Chacha, tanpa beban, malah menyambut mereka dengan senyum ramah.

“Udah seksi banget nggak perlu segitu kerasnya membentuk badan, Brii…” suara itu pelan tapi jelas, menusuk telinga Britania. Nathan selalu tahu bagaimana membuat satu kalimat terasa seperti gangguan sekaligus godaan untuk wanitanya.

Otot paha Britania menegang, bukan cuma karena beban alat, tapi juga karena dorongan untuk menahannya di tempat. Ia sudah kehabisan cara untuk mengacuhkannya. Lelaki ini—entah kenapa—selalu menemukan jalan untuk menembus pertahanannya.

“Mas…” suaranya datar tapi penuh tekanan, “Kalau nggak ada kerjaan, mending pulang aja deh. Jangan gangguin aku gini.”

Nathan tersenyum tipis, mau berapa kali pun Brii menolak dan terkesan memusuhinya, ia tidak peduli.

“Kamu nggak capek? Dari kemarin gangguin aku mulu…” lanjut Bri, melirik Nathan di sampingnya. Nadanya kali ini sarat kekesalan yang tak lagi bisa ia redam. Sedangkan pria itu, hanya mengulum senyumnya, setiap sikap ketus Bri adalah hal yang menyenangkan untuknya.

Tidak ada yang tahu, di balik ucapan Brii, ada denyut di dadanya—perpaduan antara lelah, rindu yang tidak diakui, dan luka yang belum sembuh. Ia ingin marah, tapi sebagian dari dirinya takut kalau marah itu justru membuka ruang untuk mengingat semua hal manis yang pernah Nathan lakukan.

Dengan begini saja ia sudah kalah lagi.

Haloo, berharap balikan nggak nihh Brii sama pak CEO?

1
Roxanne MA
ceritanya bagus
Yazh: Terima kasih kak, nanti aku mampir ceritamu juga/Smile/
total 1 replies
Roxanne MA
semangat ka
Yazh: Iyaa, semangat buat kamu jugaa😊
total 1 replies
Roxanne MA
haii kak aku mampir nih, janluo mampir juga di karya ku yg "THE ROCK GHOST"
Yazh: siap kak, terima kasihh💙
total 1 replies
Eliana_story sad
bagus tapi gue kurang ngerti ingres
Yazh: hehehe,, cuma sedikit kak kasih bahasa inggrisnya buat selingan.
total 1 replies
Eliana_story sad
hay mampir ya
Yazh: hai juga kak,, siap mampir,,
total 1 replies
KnuckleDuster
Menarik dari setiap sudut
Yazh: terimakasih kakk
total 1 replies
Yazh
ok kak,, terima kasih.. gass mampir 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!