Kisah perjalanan sepasang saudara kembar memiliki sifat yang berbeda, juga pewaris utama sebuah perusahaan besar dan rumah sakit ternama milik kedua orang tuanya dalam mencari cinta sejati yang mereka idamkan. Dilahirkan dari keluarga pebisnis dan sibuk tapi mereka tak merasakan yang namanya kekurangan kasih sayang.
Danial dan Deandra. Meski dilahirkan kembar, tapi keduanya memiliki sifat yang jauh berbeda. Danial yang memiliki sifat cuek dan dingin, sedangkan Deandra yang ceria dan humble.
Siapakah diantara dua saudara kembar itu yang lebih dulu mendapatkan cinta sejati mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Dihukum
"Kak, kak Danial." Meldy menepuk-nepuk bahu Danial, untuk membangunkan nya.
Danial tersentak. "Meldy?." Danial sadar, dan mendapati dirinya masih ada di balkon kamar, bukan diatas kasur seperti yang dia rasakan. "Jadi tadi cuma mimpi?." Batin Danial.
"Ngapain tidur diluar sih kak? Emangnya perut lo udah sembuh?." Tanya Meldy. Dia bangun sudah pindah diatas kasur dan tak melihat Danial didalam kamar.
"Tadi panas didalam, makanya gue keluar cari angin." Bohong Danial mencari alasan.
"Panas gimana? AC nyala kok. Lo masih sakit ya?." Meldy menempelkan punggung tangannya di kening Danial.
"Nggak panas kok, tapi kok aneh gitu?."
"Lo yang aneh. Udah lah, gue mau lanjut tidur ke kamar gue." Jantung Danial kembali berdegup kencang saat didekat Meldy. Tak ingin kelihatan salah tingkah nantinya, Danial memutuskan untuk pindah saja ke kamar nya.
"Dasar aneh. Efek makan ketoprak emang gitu kali ya." Gumam Meldy. Kembali keatas kasurnya yang empuk, dan kembali melanjutkan tidurnya yang sempat terpotong.
Danial menutup pintu kamarnya dan mengunci. Dia kembali teringat dengan mimpi aneh tadi. "Mimpi apa sih lo Dan." Danial menepuk-nepuk pipinya sendiri. Masuk kedalam kamar mandi untuk mencuci muka berharap mendapatkan kembali akal sehatnya.
Setelah itu Danial naik ketas kasur, berharap untuk tidur. Miring kanan, miring kiri, kanan lagi, kiri lagi, matanya tak mau tidur. Bayangan mimpi tadi masih saja berputar-putar dikepalanya.
"Ayolah Danial, itu cuma mimpi. Lo harus tidur, kalau nggak besok lo bisa telat berangkat sekolah." Danial merutuki dirinya sendiri.
Satu jam, dua jam tetap saja, Danial tak bisa tidur. Bahkan jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi.
Segala cara telah Danial lakukan, dari push up, lari-lari keliling kamar biar capek dan olahraga ringan lainnya dan berharap matanya mengantuk, tapi tetap tak bisa. Danial akhirnya frustasi, menghempaskan tubuhnya kembali keatas kasur. "Akkhhh, kalau gini gue bisa ngantuk besok dikelas." Kesal, Danial mengusak kasar rambutnya.
°°
Meldy bangun seperti biasa, menyiapkan sarapan lalu bersiap-siap untuk kesekolah. Tunggu! Meldy menyadari hal yang aneh, dari awal dia masak sampai sudah siap berangkat sekolah, dia belum melihat Danial.
"Kok ada yang aneh ya? Biasanya kak Danial lari pagi sebelum mandi, kok hari ini nggak kelihatan ya?." Tanya Meldy, pada dirinya sendiri.
"Kak, kak Danial." Meldy mengetuk pintu kamar Danial. "Kak, lo udah bangun belum?." Meldy kembali mengutuk pintu kamar itu, tapi tak ada sahutan dari dalam.
Meldy mencoba membuka pintu, untung saja tidak terkunci. Tadi malam Danial sempat keluar lagi dari kamarnya untuk mengambil air minum dan tak menguncinya lagi.
"Ya ampun kak Danial, belum bangun lo?." Ternyata Danial masih tertidur pulas dibalik selimut tebalnya.
"Kak bangun..." Meldy menarik selimut Danial, tapi kembali ditarik oleh Danial.
"Kak, bangun. Udah siang loh ini, nanti lo telat kesekolah." Meldy kembali menarik selimut yang menutupi tubuh Danial.
"Gue ngantuk, sana lo, ganggu aja tau nggak." Menjelang subuh Danial baru bisa tertidur, makanya sekarang matanya sudah sekali untuk dibuka.
"Kak hampir jam 7 loh ini." Meldy masih tak menyerah, berusaha membangunkan Danial.
"Lima menit lagi deh." Danial bernegosiasi.
"Kak, gue siram lo ya." Meldy berjalan ke kamar mandi Danial. Mengambil air dengan gelas yang ada dimeja nakas Danial, lalu menyiramkan ke wajah Danial.
Byuurrrr.... Wajah Danial basah seketika.
"Apa-apaan sih lo?." Danial bangun dengan perasaan kesal.
"Bangun nggak, atau gue siram lagi nih?." Ancam Meldy.
Danial menarik napas panjang, menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ganggu tidur gue aja sih lo, keluar sana."
"Nggak." Meldy menarik paksa tangan Danial, menyeret nya kekamar mandi.
"Mandi, habis itu siap-siap ke sekolah lo. Awas aja kalau lo bolos hari ini, gue aduin sama bunda." Ancaman yang paling ditakuti Danial. "Gue berangkat dulu, Pijar udah jemput." Meldy menutup pintu kamar mandi.
Malas. Itulah yang Danial rasakan saat ini, entah bersih atau tidak, Danial telah selesai mandi, lalu bersiap berangkat sekolah. Nggak buru-buru kok, karena sudah pasti telat. Sekarang saja jam sudah menunjukkan pukul 07.15 yang artinya gerbang sekolah sudah ditutup.
Sampai disekolah, Danial tak langsung masuk ke kelas karena harus menjalani hukuman karena dia telat. Hormat di tiang bendera sampai bel istirahat pertama berbunyi, itulah yang harus Danial lakukan sekarang.
Dikelas, Meldy kepikiran Danial terus, sampai-sampai dia tak fokus dengan pelajaran. Meldy kepikiran apakah Danial berangkat sekolah atau tidak. Tak mau mat* pemasaran, Meldy izin dengan guru yang mengajar dengan alasan ingin ke toilet, tapi nyatanya dia ingin ke kelas Danial, memastikan apakah suaminya itu berangkat sekolah atau tidak.
Meldy menelusuri koridor sekolah, begitu melewati lapangan Meldy melihat seorang murid laki-laki tengah berdiri hormat didepan tiang bendera.
"Kasihan banget sih dia, panas-panas gini malah dihukum kayak gitu." Ucap Meldy, belum tau kalau murid laki-laki itu adalah suaminya sendiri.
"Kok kayak kenal ya." Meldy menajamkan matanya. Mulut Meldy membulat. "Kak Danial, itu benaran dia?."
"Tau rasa kan, susah dibangunin sih. Dihukum jadinya." Meldy merasa kasihan melihat Danial kepanasan.
"Tau gini mending tadi gue nggak usah sekolah." Danial menggerutu sendiri. "Meldy sih, pake ngancem ngadu ke bunda segala." Sesekali Danial menyeka keringat yang mengalir di pipinya.
"Nih, minum." Seseorang memberikan air minum untuk Danial.
Danial menoleh. "Meldy? Ngapain lo? Bolos ya?."
"Enak aja, tadi gue izin ke toilet, nggak sengaja lihat lo dihukum. Makanya kalau dibangunin itu bangun, ini malah tarik selimut lagi." Omel Meldy.
"Kalau ngomel nggak usah disini deh. Udah panas, kaki gue pegel, tambah lagi kuping gue sakit dengarin lo ngomel-ngomel." Ucap Danial, posisi nya masih sama yaitu hormat ke bendera.
"Mau minum nggak nih? Kalau nggak gue bawa lagi."
"Kalau ngasih yang ikhlas lah."
"Ya udah, nih terima." Meldy menyodorkan botol minuman yang dia beli.
"Lo buta? Nggak lihat gue lagi ngapain?."
"Yang hormat tangan kanan lo, kiri nganggur kan?."
"Ya trus, bukanya gimana Maemunah???."
"Ya udah deh nih." Meldy membuka tutup botol dan membantu Danial untuk meminumnya.
Danial meneguk air mineral dari tangan Meldy. "Terimakasih." Ucap Danial. Elah Dan, bilang aja kamu modus kan pengen disuapin Meldy....
"Sama-sama, gue balik ke kelas. Minum nya gue taro disini ya." Meldy meletakkan botol minum itu dibawah tiang bendera, lalu dia kembali ke kelas.
Danial menatap punggung Meldy yang perlahan menjauh. "Kenapa hati gue nyaman ya dekat dia." Danial senyum-senyum sendiri. Setelah ngobrol bersama Meldy, rasa capek yang dia rasakan tadi menghilang, yaaa walaupun masih ada ribut-ribut nya sih.