Promiscuity After

Joy pulang ke rumahnya dengan wajah kesal masalahnya dia tidak bisa pergi ke tempat tujuannya karena selain pahanya yang sedikit sakit juga celana panjang nya yang berwarna putih terlihat sangat kotor.

Sebenarnya setelah ngopi bareng, dia dan teman-temannya para ibu sosialita itu akan pergi mengunjungi beberapa panti asuhan. Mereka memiliki agenda sebulan sekali untuk menyisihkan uang mereka lalu menyumbangkannya dalam bentuk uang, sembako, peralatan sekolah maupun perlengkapan lain yang mereka butuhkan. Terkadang mereka juga menyalurkan uang mereka ke posko bencana alam. Jadi perkumpulan mereka bukan sekedar berkumpul foya-foya saja.

"Ahh benar kata reader, gara-gara ghibah karma dibayar tunai. Padahal orang yang di ghibahin anak aku sendiri hiks...," Joy menjatuhkan dirinya di sofa ruang keluarga sembari melipat celana panjangnya ke atas hingga terlihat lukanya.

Kopi itu bukan kopi yang sudah lama diseduh, karena kopi itu sangat panas dan baru di sajikan di meja Joy. Lalu beberapa detik kemudian Seseorang menyenggolnya.

Benar saja kata Jeng Elmuna, jika kulitnya akan mleyot alias melepuh dan memerah. Joy memeriksa apakah ada air di dalamnya. Ternyata ada tetapi tidak banyak.

Ia pun berniat untuk mengambil salep luka bakar yang ada di kotak P3k. Tetapi sebelum ia beranjak, Wasabi sang suami memeluknya dari belakang dan mengecupi pipinya.

"Kok sudah pulang? Katanya mau sampe sore hemm?" Setelah puas menciumi pipi sang istri, ia pun melirik luka Joy di paha kirinya.

"Loh kenapa paha kamu?" tanya Wasabi dan kemudian ia segera mengambil kotak P3K nya dan kembali dengan sangat cepat.

"Kena kopi panas yang baru diseduh," ucap Joy sedikit jutek. Dia bukan jutek dengan suaminya tetapi kesal jika mengingat wajah Dina.

"Makannya jangan ceroboh sayang," Wasabi duduk disamping Joy sambil mengoleskan paha Joy dengan salep luka bakar.

Joy menceritakan runtutan kejadian pada Wasabi, dan pria itu hanya menanggapi dengan senyum.

"Yang sabar ya sayang, kalau sabar nanti aku sayangi, mau dimana dikamar? Di bath up di dapur aku jabanin deh," ucap Wasabi

"Hihi bener ya sayang, makin cinta deh, muach," dan mereka pun bercumbu mesra.

Joy kemudian baru menyadari penampilan Wasabi yang rapi dan terlihat rapi, juga wangi.

"Kamu mau kemana?"

"Ada dua orang yang hilang secara misterius, dan para polisi itu meminta aku untuk menyelidikinya. Salah satunya anak konglomerat, orang tuanya sampai marah-marah dan menyalahkan kinerja polisi-polisi itu,"

"Jadi, kamu mau terjun lagi nyelidikin kasus itu?" terka Joy yang hanya dijawab anggukan oleh Wasabi

"Aku udah ijin sama kamu tapi telepon aku gak diangkat, SMS juga ga dibales. Yaudah nungguin istriku ini pulang dulu, siapa tau pulang cepet. Nah kan bener firasatku, kamu pulang cepet," sambil mencubit hidung Joy

Sebenarnya Joy sudah melarang Wasabi untuk tidak terlibat penyelidikan apapun, dia tidak mau jika Wasabi mempunyai musuh dan membalaskan dendam padanya. Wasabi pernah terkena tembakan yang membuat pria itu koma, padahal saat itu Joy baru saja mengandung.

Joy terlihat menimang, tetapi dia juga tidak mungkin mengurung suaminya untuk dirumah menghabiskan masa pensiunnya. Wasabi juga setia membantu Joy berjualan pakaian di butik miliknya. Dan akhirnya wanita itu pun mengijinkannya.

"Tapi harus hati-hati ya? Dan jangan ngelirik wanita lain,"

"Astaga, aku rugi kalo liat yang lain. Karena wanita seperti kamu itu impossible. Kamu yang terbaik buat ku selamanya," dan lagi-lagi pasangan yang umurnya sudah berkepala 5 itu mengumbar kemesraan saling bercumbu dan malah melakukan hubungan suami istri di sofa itu.

Selesai memberikan nafkah batin sebagai seorang suami, Wasabi pun pamit.

"Memang orang yang hilang itu namanya siapa?"

"Yang satu remaja, namanya Vinno. Dan yang satunya seumuran Barra namanya Yoga. Muach... aku pergi ya," Wasabi pamit dengan mengecup kening istrinya.

.

.

.

Di Negara lain, Inggris.

Cassie mendatangi kamar Mbak Markonah. Gadis itu berjalan dengan satu tangan mengangkat botol infus. Cassie malas jika harus mendorong-dorong alat penyangga botol infus.

Sebelum masuk, Cassie membuka pintu itu sedikit dan mengintip. Rupanya Mbak Markonah sudah bangun, jadi gadis itu pun masuk.

"Pagi Mbak Mar, gimana keadaan mbak?" tanya Cassie yang disambut senyuman.

"Alhamdulillah baik Non. Benjolnya juga udh mengempes, Kata suster, sebentar lagi infusnya bisa dicabut,"

"Loh mbak bisa bahasa Inggris?"

"Ya pake google translate dong non, Saya suruh dia ngomong lewat google translate. Nah abis tu saya tinggal baca artinya hehe,"

"Genius juga ya si mbak,"

Dan mereka pun berbicara tentang hal lain. Cassie tidak ingin mengganggu waktu mbak Mar, karena pagi ini waktunya mandi. Gadis itu pun kembali ke kamar yang sedikit jauh.

Saat Cassie akan melewati ruangan lobby untuk para pengunjung. Dia mendengar seseorang dengan menyebut nama Barra, dan gadis itu pun bersembunyi dibalik dinding.

"Barra, kamu tidak bisa membatalkan kerja sama itu. Kamu bisa rugi milyaran dollar,"

"Saya belum mengeluarkan uang apapun jadi saya tidak rugi,"

"Maksud Saya, kamu bisa kehilangan kesempatan yang bisa menghasilkan banyak uang," ucap Marcel

"Gadis itu ingin ke Indonesia, dan saya sudah berjanji untuk selalu berada disampingnya,"

"Are you Crazy in Love?"

Barra hanya tertawa kecil dan berkata, "Jika seorang pria telah berjanji, mau dengan siapapun dia harus menepatinya,"

"Hah sudahlah, capek saya. Ya sudah saya akan temui mereka dan membatalkan semuanya. Masih ada waktu satu jam untuk berpikir kembali," ucap Marcel yang berbicara bahasa Inggris dan ia pun pergi meninggalkan Barra

Jadi Om Barra membatalkan kerjasama yang bernilai milyaran dollar. He Is Crazy batin Cassie

Barra sedang berjalan menuju kamar Cassie, sebelum pria itu jauh, Cassie memanggilnya.

"Om Barra,"

Barra menoleh ke belakang

"Loh kamu dari mana?" Barra berjalan mendekati Cassie

"Dari kamarnya Mbak Mar,"

"Memangnya sudah baikan? Kok malah jalan-jalan," ucap Barra

Kerjain Om Barra ah, batin Cassie

"Aduuh Om, pusing nih," Cassie pun berakting pusing dengan memegang kepalanya dan sengaja melimbungkan diri.

Barra merangkulnya agar bisa berdiri, "Kamu sandaran di dinding dulu ya, Saya ambilkan kursi roda,"

Namun Cassie menggelengkan kepalanya.

"Jangan ah Om, kayak orang sakit,"

Kan emang sakit gimana sih ni orang, batin Barra

"Gendong aja Om, biar simpel," ucap Cassie dengan wajah sakit yang dibuat-buat.

Tanpa ijin dan belum juga Barra menjawabnya, satu tangan gadis itu sudah meraih leher Barra bersiap untuk di gendong. Sementara tangan satunya masih memegang botol infus.

"Kamu ini, jadi Saya harus gendong gitu?"

Cassie mengangguk tanda benar, "He'em ala ala bridal style,"

Akhirnya Barra pun menggendong gadis manja itu, tidak berat dan sangat enteng. Barra diam, dia tidak berkomentar apapun. Selain malu di lihat para suster dia juga deg-degan. Sementara Cassie terus memandangi wajah tampan Barra.

Brewoknya cepet banget tumbuhnya, udah lebat aja. Tapi kok bisa ya dia ganteng gitu, batin Cassie

"Kamu kenapa liatin saya terus? Ntar naksir loh," ucap Barra asal

Cassie tidak menjawab ucapan Barra, gadis itu malah mengungkit kejadian yang lalu.

"Sampai sekarang Cassie belum bisa lupain kejadian itu, permintaan ketiga aku," ucap Cassie masih memandang wajah Barra

Barra semakin berdegup mendengarnya, ia membalas tatapan Cassie. Wajah gadis itu merona meski tanpa makeup dan sangat cantik di mata Barra. Biasanya Cassie hanya memakai bedak tipis serta lip gloss tanpa warna, tetapi kali ini tanpa makeup sedikit pun. Keduanya saling diam dan saling memuji dalam hati.

Dia cantik, polos dan dia nyata, apakah aku layak untuknya? batin Barra

Kenapa rasanya aku ingin menghentikan waktu, ini terlalu nyaman untukku. Apakah aku bisa memilikinya? batin Cassie