MENIKAHI TIGA BELAS WANITA

Setelah puas melamun dan membayangkan ketiga belas istrinya, Jiwo meraih handuk dan beranjak keluar kamar menuju kamar mandi. Sejak ada wanita lain di dalam rumahnya, Jiwo sekarang sudah jarang banget bertelanjang dada. Padahal bentuk tubuh Jiwo termasuk bentuk tubuh idaman. Kekar, atletis dan tegap.

Saat tidur juga, Jiwo sekarang lebih memilih memakai kaos. Biasanya dia lebih nyaman tidur hanya memakai kolor. Tapi sejak ada wanita yang tidur satu kasur bersama, Jiwo terpaksa tidur sambil mengenakan kaos.

Dua hari setelah menikah, kebiasan yang dilakukan Jiwo kini berubah drastis. Dari hal hal sepele seperti membuat kopi dan membereskan dagangannya, semua di ambil alih olah istri istrinya. Heran dan senang. Itulah yang ada di dalam hati dan pikiran pria sederhana itu.

Kebiasaan lain yang mendadak hilang dari Jiwo setelah ada wanita di rumahnya adalah menyanyikan lagu lagu india saat Jiwo berada di dalam kamar mandi. Biasanya jika sedang mandi, Jiwo akan menyanyikan potongan dari lagu india. Tapi sudah beberapa hari ini, dia tidak melakukannya lantaran rasa malu.

Seperti saat ini, dia memilih diam sambil melakukan ritual mandinya. Hanya ada suara guyuran air yang menghiasi kamar mandi. Hingga mandi selesai, Jiwo memilih tidak bersuara sama sekali. Pakaian gantinya pun, Jiwo bawa ke kamar mandi. Jadi jika selesai mandi dia langsung memakainya setelah mengeringkan badan.

"Mister, langsung makan saja ya? Saya tungguin," ucap Anum. Istri yang tadi ikut jualan, begitu dia melihat Jiwo masuk ke ruang tengah setelah selesai mandi.

"Bentar ya?" balas Jiwo. Lantas dia masuk ke kamar sejenak guna merapikan rambut yang masih basah. Tak butuh waktu lama, Jiwo terlihat keluar kamar menuju meja makan yang letaknya hampir menempel pada dinding pembatas antara ruang tengah dan dapur.

"Yang lain udah pada makan apa belum?" tanya Jiwo sambil mendaratkan pantatnya diatas kursi.

"Belum, mereka makannya nanti setelah kita," jawab Anum sambil mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi dan beberapa lauk yang ada. Kemudian dia meletakkannya di hadapan Jiwo.

"Terima kasih," ucap Jiwo. Lagi lagi hatinya menghangat mendapat pelayanan sederhana seperti itu.

"Kenapa bilang terima kasih? Ini kan memang tugas seorang istri," sahut Anum sambil meletakkan gelas besar berisi teh hangat. Jiwo hanya tersenyum tipis dan dia langsung melahap makanan yang sudah disiapkan di hadapannya.

Di ruang depan televisi, para istri yang lain sedang belajar bahasa negara sini bersama Emaknya. Meski menggunakan bahasa yang kaku, tapi sedikit demi sedikit mereka mulai bisa mengingat dan mengucapkannya dengan benar. Jiwo yang mendengar mereka belajar, sangat salut dengan kegigihan istri istrinya.

Hingga waktu terus beranjak, kini malam pun telah hadir. Jiwo memiilih duduk di teras rumah sendirian sambil menikmati rokok dan segelas kopi. Sedangkan istri istrinya kini ada yang mulai membantu Emak menyiapkan bahan dagangannya. Ada juga yang masih belajar bahasa indonesia.

"Kamu nggak beres beres barang dagangan, Wo?" suara tanya Emak sedikit mengagetkan Jiwo yang sedang melamun.

"Sudah beres, Mak. Oleh mereka," jawab Jiwo lalu mematikan batang rokok yang hampir habis. "Emak udah selesai?"

"Yah, berkat istri istrimu, Mak jam segini udah santai. Mereka sangat cekatan. Mungkin karena masih muda kali ya?" balas Emak begitu duduk di kursi sebelah.

"Besok mereka ada yang ikut jualan, Mak?" tanya Jiwo sambil meraih cangkir kopi dan lalu menyesap isinya.

"Ada, tiga orang malah yang ngikut. Nanti kalau mereka udah pada pandai, Emak disuruh istirahat aja. Biar mereka yang jualan."

Jiwo awalnya terkejut mendengar pengakuan Emak tapi tak lama kemudian dia nampak manggut manggut. "Berarti yang lain jaga rumah?"

"Ya iyalah, makanya, Wo. Coba carikan mereka kesibukan. Mereka pasti juga butuh uang buat pegangan kan?"

"Iya, Mak. Aku tahu. Aku juga sudah memikirkanya, tapi belum nemu yang tepat kira kira kegiatan apa yang bisa menghasilkan uang."

"Lah terus rencananya, kamu mau ngasih nafkah mereka berapa? Biar bagaimana pun, sekarang mereka istrimu."

"Aku tahu. Mungkin nanti aku akan bicarakan dulu sama mereka. Kalau aku langsung ngasih, pasti mereka bakalan nolak karena mereka masih meyakini, mereka disini nggak akan lama."

Kini giliran Emak yang nampak manggut manggut. "Ya udah seenaknya kamu aja, Wo baiknya gimana."

Jiwo mengiyakan dan mereka kembali larut dalam obrolan lainnya, hingga malam kian makin larut. Emak pamit masuk hendak tidur. Sedangkan Jiwo, masih merenung di teras rumah.

Saat Jiwo sedang asyik bermain dengan pikirannya sendiri, dia dikejutkan oleh suara dari pintu masuk.

"Mister! Udah malam, ayo tidur?" ajak salah satu istrinya.

Jantung Jiwo langsung berdegup kencang, hatinya berdesir. Dengan gugup dia menjawab. "Eh, iya ... ayo!"

...@@@@@@...