Perasaan Yang Tak Terungkap

Suasana kantin sekolah siang itu ramai seperti biasa. Nadya duduk bersama dua sahabatnya, Citra dan Lidya, di salah satu meja dekat jendela. Mereka asyik mengobrol sambil menikmati makan siang mereka.

"Nadya, kamu udah ngerjain tugas Matematika yang buat besok?" tanya Lidya sambil mengaduk jus jeruknya.

Nadya menghela napas. "Belum. Soalnya tadi malam aku ketiduran. PR-nya susah banget."

Citra terkekeh. "Aku aja sampai nanya ke kakakku. Kalau nggak, pasti kelabakan besok."

Lidya mengangguk setuju. "Iya, soal terakhirnya bikin pusing. Eh, ngomong-ngomong, nanti ada rapat ekskul di aula. Kamu jadi ikut, Nadya?"

Nadya mengangguk. "Iya, aku mau lihat dulu gimana ekskulnya. Kalian ikut juga, kan?"

"Pastilah!" seru Citra dengan semangat.

Mereka kembali terhanyut dalam percakapan, sampai tiba-tiba seseorang menarik perhatian mereka. Seorang cowok tinggi dengan wajah tampan dan gaya yang begitu effortless baru saja masuk ke kantin.

"Oh my God, itu Reza!" bisik Citra heboh, mata berbinar.

"Duh, dia makin ganteng aja!" Lidya menambahkan sambil tersenyum lebar.

Nadya menatap Reza dengan ekspresi campur aduk. Reza adalah kakak kelasnya sejak SMP, dan sekarang mereka masih satu sekolah di SMA. Dia selalu dikenal sebagai cowok kaya, keren, dan sangat populer di kalangan cewek. Tapi bagi Nadya, Reza bukan sekadar cowok idola sekolah—dia adalah seseorang yang pernah cukup dekat dengannya dulu.

Tak disangka, Reza yang baru saja mengambil minuman di kantin malah berjalan ke arah mereka. "Nadya? Lama nggak ketemu," sapanya dengan senyum hangat.

Citra dan Lidya langsung membisu, jelas terkejut dan terpesona.

"Eh, Kak Reza," jawab Nadya dengan sedikit canggung, berusaha menjaga ketenangannya.

"Kak Reza? Masih aja panggil gitu. Kita kan udah SMA sekarang," Reza tersenyum lebar. "Gimana kabar kamu? Betah di sini?"

Nadya mengangguk. "Iya, betah kok."

Percakapan mereka berlanjut, sementara Citra dan Lidya sibuk saling berbisik di belakang, tampak terpesona dengan kedekatan mereka. Namun, dari kejauhan, seseorang memperhatikan mereka dengan hati yang sedikit berbeda. Ray, yang baru saja masuk kantin bersama Dika dan Reno, melihat Nadya sedang berbicara dengan Reza.

Tiba-tiba, ekspresi Ray berubah. Biasanya ceria dan santai, kini dia diam saja, tatapannya kosong, seperti ada yang mengganjal. Dia tidak mengatakan apa pun, hanya menunduk dan berjalan ke meja.

Nadya yang tak sengaja menoleh, menyadari ada yang aneh dengan sikap Ray. Tatapannya kosong, tidak seperti biasanya. Entah kenapa, Nadya merasa perlu menyapanya.

"Kak Reza, aku duluan ya," ujar Nadya sopan, merasa sedikit canggung.

Reza mengangkat alis, sedikit terkejut, tapi tetap tersenyum. "Oke, lain kali kita ngobrol lagi ya."

Nadya hanya mengangguk, lalu bergegas berjalan ke meja Ray. Saat dia sampai di sana dan menyapanya, Ray malah bersikap cuek.

"Ray?" panggil Nadya dengan nada lembut.

Ray hanya melirik sekilas, lalu kembali menunduk, pura-pura sibuk dengan makanannya. Dia berusaha menunjukkan sikap biasa, tapi Nadya bisa merasakan ada yang salah.

Dika dan Reno yang melihat situasi itu langsung terkekeh.

"Wah, kenapa tiba-tiba jadi pendiem, Ray?" goda Reno dengan suara menggoda.

Dika ikut menimpali, "Tadi masih banyak ngomong, sekarang mendadak diem. Jangan-jangan ada yang cemburu?"

Reno menambahkan dengan nada meledek, "Cemburu gimana? Jelas kalah jauh. Reza itu keren, kaya, pinter, atlet basket pula. Ray? Ya gitu deh..."

Dika tertawa. "Bener juga! Bandingin aja, jauh banget!"

Ray mendengus pelan. "Apaan sih. Makan aja, ribet."

Nadya menatapnya dengan alis sedikit berkerut. Ada sesuatu yang aneh dengan Ray. Tapi apa? Dia merasa ada perasaan yang tak terungkap, namun bingung untuk mengungkapkannya.

Beberapa detik berlalu, suasana jadi canggung. Ray tetap sibuk dengan makanannya, sementara Nadya mencoba mengurai perasaan yang semakin terasa janggal di dadanya.

"Ada apa, Ray?" tanya Nadya pelan, tapi Ray tak memberi jawaban, hanya terus makan dengan ekspresi yang sulit ditebak.

Dika dan Reno melirik satu sama lain, sepertinya mereka mulai merasa ada ketegangan yang tak biasa. Tapi, mereka memilih untuk tidak ikut campur, hanya saling melirik dengan senyum jahil.

Nadya kembali menatap Ray, ada sesuatu yang tidak beres, tapi dia tidak tahu harus mulai dari mana. Mungkin nanti dia akan mencari tahu, atau mungkin ini hanya perasaan aneh yang datang begitu saja.

Sebelum Nadya bisa melanjutkan, suara tawa Reno terdengar lagi. "Ayo, Ray! Biar gak kelihatan bete, coba deh kasih senyum sedikit!"

Ray hanya menjawab dengan anggukan pelan, namun tidak melirik Nadya. Sebuah ketegangan diam-diam terbangun di antara mereka, dan Nadya merasa ada yang mengganjal.

Nadya akhirnya menarik napas panjang, menahan rasa bingungnya, lalu berbalik dan berjalan kembali ke meja teman-temannya. Di balik senyumnya yang ramah, ada rasa penasaran yang semakin tumbuh. Ada apa dengan Ray? Apa benar dia cemburu?

Namun, di dalam hati, Nadya tahu satu hal: perubahan Ray tidak akan mudah. Mungkin, dia harus lebih sabar, seperti yang selalu dia katakan pada dirinya sendiri.

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download MangaToon APP on App Store and Google Play