Awal yang tak terduga

Setelah menjalani hukuman tambahan dari Pak Joni, Ray, Reno, dan Dika akhirnya bisa keluar dari sekolah. Matahari sudah mulai condong ke barat, memancarkan sinar jingga yang hangat di langit. Suasana di depan gerbang sekolah mulai lengang, hanya tersisa beberapa siswa yang masih bercengkerama sebelum pulang.

Ray meregangkan tubuhnya yang pegal. "Gila, gue udah capek banget. Hari ini bener-bener neraka."

Reno mengusap tengkuknya. "Salah lo sendiri. Sok gaya di depan Nadya, akhirnya kena tambahan hukuman."

Dika menyeringai sambil menepuk bahu Ray. "Bukan cuma itu, lo juga makin kelihatan cupu di mata Nadya. Udah ditolak, kena hukuman, sekarang harga diri lo jatuh ke lantai."

Ray hanya tertawa kecil sambil memasukkan tangan ke saku celananya. "Santai aja. Kalah di satu ronde bukan berarti kalah perang."

Saat mereka bertiga berjalan menuju gerbang, mata Ray tiba-tiba menangkap sosok Nadya yang sedang berdiri di pinggir jalan. Cewek itu terlihat menunggu seseorang, sesekali melirik ke ponselnya dengan ekspresi sedikit kesal.

Tanpa berpikir panjang, Ray langsung menghampirinya dengan langkah santai penuh percaya diri.

"Nadya, belum pulang?" sapanya dengan senyum khasnya.

Nadya menoleh sebentar, lalu kembali fokus ke ponselnya. "Iya."

Reno dan Dika yang berdiri di belakang Ray saling bertukar pandang dengan ekspresi bingung.

Ray menyengir lebih lebar. "Nungguin pacar ganteng?"

Nadya tidak menjawab, tapi tatapan matanya cukup memberi jawaban—tatapan yang dingin dan malas meladeni.

Dika berbisik ke Reno sambil menggelengkan kepala. "Kenapa gue punya feeling buruk tentang ini?"

Belum sempat mereka melanjutkan komentar mereka, suara motor besar terdengar mendekat. Adrian akhirnya datang.

Pria itu turun dari motor tanpa banyak bicara. Matanya tajam seperti biasa, ekspresinya dingin tanpa basa-basi. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung membuka helmnya dan menatap Nadya seolah menyuruhnya naik.

Nadya menghela napas pelan sebelum beranjak menuju motor Adrian.

Namun sebelum pergi, Adrian sempat melirik Ray sekilas—tatapan yang seakan memberi peringatan.

Ray hanya tersenyum santai meski hatinya sedikit terusik oleh tatapan itu. Dia menatap motor Adrian yang melaju menjauh bersama Nadya.

Dika menepuk pundak Ray dengan ekspresi penuh simpati campur ejekan. "Udahlah, bro. Udah jelas Nadya bukan level lo."

Ray hanya terkekeh kecil sambil memandang jalan kosong di depan gerbang sekolah. "Siapa bilang gue nyerah?"

Reno menggelengkan kepala sambil terkekeh kecil. "Lo tuh kebangetan positif thinking."

Mereka bertiga akhirnya berjalan pulang berpisah ke rumah masing-masing. Di tengah perjalanan, Ray yang berjalan sendirian karena motornya masih ngadat dan menolak di antar oleh teman2nya, melewati jalan kecil yang agak sepi. Dan tiba-tiba, suara teriakan memecah keheningan sore itu.

"LEPASIN AKU, ADRIAN!"

Langkah Ray terhenti seketika. Tanpa berpikir panjang, dia berlari ke arah sumber suara.

Di sana, di dekat sebuah taman kecil yang dikelilingi pepohonan rindang, dia melihat Adrian dan Nadya sedang bertengkar hebat.

Wajah Nadya terlihat marah, sementara Adrian menatapnya dengan ekspresi tajam penuh emosi—tanda bahwa situasi ini jauh dari sekadar pertikaian biasa.

"Aku udah bilang jangan terlalu dekat sama cowok lain!" suara Adrian terdengar dingin dan mengancam.

"Apa masalahnya buatmu? Aku bisa berteman dengan siapa pun yang aku mau!" balas Nadya dengan nada tinggi penuh kemarahan.

Emosi Adrian tampaknya memuncak hingga titik didih. Dengan cepat, dia mengangkat tangannya hendak memukul Nadya.

Namun sebelum tangannya sempat mengenai Nadya—

BUGH!

Sebuah tangan lain tiba-tiba menahan pukulan itu dengan kekuatan penuh.

Adrian menoleh dengan wajah terkejut—matanya melebar saat melihat siapa yang berdiri di sana.

Ray berdiri tegak di hadapannya, tangannya mencengkeram pergelangan Adrian dengan kuat dan tatapan serius menghujam langsung ke mata pria itu.

"Kalo lo berani nyakitin cewek," ujar Ray dengan nada rendah namun tegas, "berarti lo bukan cowok sejati."

Nadya terkejut melihat kehadiran Ray sementara Adrian menatapnya tajam—tetapi ada sesuatu dalam tatapan Adrian kali ini yang berbeda dari sebelumnya… seolah dia mengenali sesuatu tentang Ray.

"Lo…" gumam Adrian pelan dengan nada penuh kebingungan campur keterkejutan.

Ray mengernyit bingung sambil tetap mencengkeram tangan Adrian erat-erat. "Kenapa? Lo takut?"

Adrian tiba-tiba menarik tangannya dengan kasar lalu tanpa peringatan—

BUAK!

Sebuah pukulan keras mendarat di wajah Ray.

Ray tersentak ke belakang tetapi tetap berdiri tegak meski darah mulai mengalir dari sudut bibirnya akibat pukulan tersebut. Dia hanya mengusap darah itu dengan punggung tangan sambil tersenyum kecil—senyum penuh keberanian dan tantangan.

"Anjir," ujar Ray sambil terkekeh kecil meski rasa sakit menjalar di wajahnya. "Lo mukul beneran? Gue kira lo cuma sok-sokan galak."

Adrian masih terdiam; wajahnya kini sedikit tegang saat melihat reaksi Ray yang tidak seperti yang dia harapkan—seolah pukulannya tidak cukup untuk membuat cowok ini mundur selangkah pun.

Nadya segera berdiri di antara mereka untuk menghentikan pertikaian lebih lanjut. "Hentikan! Adrian!" serunya dengan nada tegas namun panik.

Adrian menatap Ray sekali lagi—tatapan penuh misteri seolah dia sedang mencoba mengingat sesuatu… atau mencari tahu sesuatu tentang cowok yang baru saja menghadangnya ini.

"Apa lo… Ray yang itu?" gumam Adrian pelan seolah berbicara pada dirinya sendiri.

Ray mengangkat alis bingung sambil menyeka sudut bibirnya lagi. "Hah? Maksud lo apa?"

Adrian tidak menjawab; dia hanya menatap Ray lama sebelum tiba-tiba berbalik menuju motornya tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi.

Dia menyalakan mesinnya dan pergi begitu saja—meninggalkan Nadya dan Ray dalam kebingungan mendalam akan reaksi anehnya barusan.

Ray masih berdiri di tempatnya sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah setelah dipukul Adrian—tetapi alih-alih kesal atau marah, dia malah tersenyum lebar seolah merasakan adrenaline baru dalam dirinya setelah kejadian ini.

Nadya akhirnya mendekat dengan ekspresi khawatir campur bingung. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya pelan sambil memandang wajah Ray lebih dekat untuk memastikan kondisinya baik-baik saja setelah insiden tadi.

Mendengar pertanyaan itu, senyum kemenangan muncul di wajah Ray saat dia melihat kesempatan emas untuk menarik perhatian Nadya lebih jauh lagi…

"Aduh… sakit banget," ucapnya dramatis sambil memegang pipinya seolah sangat menderita akibat pukulan tadi—matanya sedikit menyipit pura-pura menahan nyeri untuk membuat Nadya merasa kasihan padanya lebih banyak lagi!

Nadya hanya mendesah panjang sambil melipat tangan di dada tetapi tetap memberikan perhatian kecil padanya: "Serius?"

Ray mengangguk pelan sambil mencoba mempertahankan akting dramatisnya meski senyumnya tak kunjung padam: "Duh… kayaknya gue kena pukulan paling keras seumur hidup gue… Aduh… pusing…"

Namun Nadya bukan orang yang gampang dibodohi; dia memperhatikan gerak-gerik Ray sebentar sebelum akhirnya berkata singkat namun tajam: "Dasar cowok lebay."

Meski begitu—ada sesuatu dalam tatapan Nadya kali ini… sesuatu yang membuat hati Ray merasa bahwa usahanya tidak sepenuhnya sia-sia hari ini!

Akhirnya setelah beberapa saat terdiam dalam suasana canggung antara mereka berdua—

Ray mengambil napas dalam-dalam sebelum memberanikan diri untuk menawarkan sesuatu yang sudah lama ingin dia lakukan:

"Nadya," katanya perlahan namun tegas, "pulang bareng yuk?"

Nadya menatapnya dengan alis terangkat penuh tanya—"Hah?"

"Ya! Mumpung lo masih di sini! Daripada nunggu pacar lo yang suka marah-marah itu mending pulang bareng gue aja," kata Ray dengan senyum santai penuh percaya diri meski situasi tidak mendukungnya sama sekali!

Nadya terdiam sejenak terlihat ragu-ragu untuk menjawab pertanyaan tersebut; tetapi sebelum ia bisa memberikan jawaban pasti—

Ponselnya bergetar cepat membuat perhatian Nadya teralih sesaat saat ia melihat layarnya sebentar lalu mendengus pelan sebelum memasukkannya kembali ke dalam tas tanpa menjawab pertanyaan Ray sebelumnya!

"Dia nggak nelpon?" tanya Ray mencoba membaca situasi lebih lanjut agar bisa mendapatkan jawaban pasti dari Nadya kali ini!

Nadya mendesah pelan lalu menjawab jujur—"Nggak."

Ray tersenyum lebar seolah merasakan kemenangan kecil atas situasi ini—"Berarti ini kesempatan bagus! Yuk!"

Namun Nadya menatapnya tajam penuh skeptis—"Aku belum bilang iya."

"Tapi juga nggak bilang enggak," kata Ray cepat-cepat agar Nadya merasa lebih nyaman untuk menerima tawarannya kali ini!

Nadya mendesah lagi; sebenarnya dia masih kesal dengan kejadian barusan bersama Adrian dan entah kenapa melihat Ray yang menyebalkan tapi tetap santai malah sedikit mengurangi kekesalannya saat ini!

Akhirnya dia menyerah pada tawaran tersebut meskipun masih ada keraguan dalam hatinya: "Terserah."

Ray langsung tersenyum kemenangan seolah berhasil melewati tantangan besar dalam hidupnya hari ini!

"Oke! Tapi kita jalan kaki ya; motor gue masih mogok," katanya ceria sambil melangkah maju!

Nadya hanya bisa menggulung matanya penuh kesal namun tersenyum tipis melihat tingkah laku Ray yang terus saja optimis meskipun banyak rintangan menghadangnya!

Dengan langkah santai mereka akhirnya berjalan berdua meninggalkan taman kecil itu menuju jalan pulang masing-masing tanpa menyadari bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang lebih rumit dan menarik dalam kisah mereka selanjutnya!

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download MangaToon APP on App Store and Google Play