Bel istirahat akhirnya berbunyi, memecah keheningan kelas yang penuh dengan tumpukan tugas dan pelajaran yang membosankan. Para siswa buru-buru keluar dari kelas, ingin segera menghirup udara segar atau sekadar melepas penat. Nadya berjalan menuju kantin, ditemani oleh beberapa teman cewek yang baru dikenalnya.
Meski baru sehari di sekolah, Nadya sudah mulai bergaul dengan beberapa anak perempuan di kelasnya. Mereka ramah dan terlihat bersahabat, tapi ada satu hal yang masih mengganggu pikirannya—Ray.
Ray, cowok nyebelin itu, dengan santainya terima hukuman demi menutupi keterlambatannya Nadya. Yang lebih mengesalkan lagi, dia sama sekali nggak terlihat menyesal atau marah. Malah, kayaknya dia menikmatinya.
Saat Nadya berjalan menuju kantin, dia melihat Ray yang sedang duduk santai di bangku dekat lapangan. Di sampingnya, ada dua temannya yang udah cukup terkenal—Reno dan Dika. Mereka berdua tuh cowok-cowok kaya yang selalu tampak santai, tapi juga dikenal sering bikin onar. Reno tuh suka banget berantem dan punya reputasi buruk di sekolah. Kalau Dika, sih, dia lebih sering jadi sumber tawa karena kelakuannya yang konyol.
Saat itu, Reno dan Dika lagi sibuk memperdebatkan sesuatu yang nggak penting, dan jelas-jelas absurd.
Reno: "Gue yakin banget deh, kalau kita lempar kertas gulung ke kipas angin, itu bakal muter kayak baling-baling helikopter."
Dika: "Helikopter? Bro, itu cuma khayalan lo aja! Gue lebih yakin kalau kita gulung kertas, terus tempel di jari, terus jentik ke kipas angin, efeknya bakal kayak peluru kertas yang nembus tembok!"
Reno: "Peluru kertas? Lo serius? Itu malah bisa nembus kaca jendela, terus masuk ke rumah orang, terus orangnya malah nonton TV, terus... eh, kok jadi cerita, ya?"
Dika: "Eh, iya! Bisa jadi viral tuh! Bayangin, peluru kertas nembus kaca, terus masuk rumah orang, dan langsung viral di TikTok. ‘Kertas Terbang Masuk Rumah, Efek Gagal Eksperimen!’ Gokil!"
Reno: "Viral gara-gara kertas nempel di muka guru? Itu sih bukan eksperimen, itu bencana!"
Dika: "Bencana? Hah, itu jadi eksperimen seni modern, cuy! Gitu kan namanya ‘Karya Seni Aneh’, nanti jadi masuk pameran seni!”
Ray yang mendengarkan perdebatan mereka cuma tertawa pelan, sambil menikmati es teh. "Dua-duanya sama absurdnya, kalian ini pada ngebut banget mikirnya."
Dika: "Makanya, kita buktikan aja nanti di kelas! Siapa tahu jadi viral! Gila, kan?”
Reno: "Viral gara-gara eksperimen gagal? Lu sih cari masalah. Gue mending jadi meme nasional daripada ngerjain eksperimen konyol."
Ray cuma menggelengkan kepala, ngakak pelan. Tapi sebelum dia bisa jawab lagi, suara cewek tiba-tiba memanggil namanya.
"Hei."
Ketiga cowok itu langsung menoleh, dan Nadya berdiri di depan mereka dengan ekspresi datar. Cuma Nadya yang nggak ada di antara mereka, dan itu cukup bikin Reno dan Dika ternganga.
Dika: "Tunggu… cewek cantik barusan nyapa Ray?!"
Reno: "Gila, dunia udah mau kiamat?! Ini nggak bener, bro!"
Ray cuma senyum nakal. "Oh? Anak baru udah kangen sama gue, ya?"
Nadya cuma melipat tangan di dada dan memandangnya serius. "Aku cuma mau bilang… terima kasih soal tadi pagi."
Reno dan Dika langsung melongo, nggak bisa nyangka kalau Nadya yang biasanya jutek bisa bilang terima kasih. Ray yang dengerin cuma nyengir jahil.
Ray: "Wah, momen langka nih. Cewek jutek bilang terima kasih."
Nadya tetap mempertahankan ekspresi seriusnya, meski dalam hatinya dia mulai merasa agak aneh dengan sikap Ray yang ternyata beda dari yang dia kira.
Nadya: "Thanks, ya, buat tadi pagi."
Ray cuma tertawa kecil dan angkat bahu, seperti nggak ada beban. "Santai aja. Gue nggak rugi kok. Lagian, berdiri di halaman sekolah lebih enak daripada duduk di kelas dengerin pelajaran."
Nadya ngelirik ke arah Ray yang terlihat santai banget, padahal baru aja kena hukuman. Gimana bisa sih cowok itu tetap tenang?
Setelah beberapa saat, Nadya akhirnya ngomong lagi dengan nada agak tegas. "Tetap aja, kamu nggak perlu bohong buat aku. Aku bisa nerima hukuman sendiri."
Ray menatapnya sesaat, lalu senyum jahil muncul lagi di wajahnya.
Ray: "Kalau gitu, besok gue nggak akan bantuin kamu lagi. Tapi kalau mau gue bantu terus, boleh kok. Asal ada bayarannya."
Nadya cuma muter bola mata, nggak mau terjebak dalam guyonan Ray.
Nadya: "Oh ya? Mau minta apa?"
Ray pura-pura mikir, senyum nakalnya makin lebar. "Gampang. Minta kenalan ama kamu, boleh?"
Nadya langsung jawab tanpa ragu dan dengan nada dingin. "Hmmm… Nadya," sambil menjulurkan tangannya.
Ray langsung nyambut tangan Nadya dengan genggaman sedikit lebih lama dari yang seharusnya. Dika dan Reno yang ngeliat itu cuma bisa melongo, nggak percaya.
Reno: "Ray… kenalan sama cewek cantik… dan ceweknya beneran nanggepin?"
Dika: "Ini… kejadian langka," katanya sambil ngeluarin ponselnya, siap buat ngerekam.
Ray yang sadar Dika mau ngerekam langsung melempar sedotan bekas es teh ke kepala temannya itu.
Ray: "WOY, NGAPAIN?"
Dika: "Bro! Momen langka harus direkam!"
Nadya yang udah nggak sabar langsung mau pergi, tapi salah satu teman ceweknya menarik lengan Nadya.
Liana: "Nadya, kamu ngapain ngobrol sama dia?"
Citra: "Iya, jangan deket-deket sama Ray. Dia itu berandalan sekolah."
Nadya cuma melirik ke arah Ray yang masih duduk santai, memain-mainkan sedotan di botol es tehnya. Pandangannya penuh ketidakpastian, dia nggak tahu harus merasa khawatir atau justru… penasaran?
Liana: "Ya ampun, jangan bilang kamu mulai suka sama dia?"
Nadya langsung mendelik tajam ke arah temannya, sambil jawab tegas.
Nadya: "Tentu saja tidak!"
Liana dan Citra cuma tertawa kecil. Tapi Nadya yang masih mikirin kejadian tadi, mulai merasa ada yang aneh dalam hatinya sendiri. Ray memang nyebelin, tapi kenapa dia nggak bisa berhenti kepikiran dia?
Dengan langkah cepat, Nadya kembali berjalan menuju kantin bersama teman-temannya yang masih terus nggodain dia tentang interaksi mereka tadi. Tapi jauh di dalam hati Nadya, satu pertanyaan besar muncul: siapa sebenarnya Ray?
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Comments
Abu Yahya Badrusalam
Incredible storytelling!
2025-04-16
1