Arumi menikah dengan pria yang tidak pernah memberikan cinta dan kasih sayang padanya, pria yang selalu merasa tak pernah cukup memiliki dirinya. Kesepian dan kesunyian adalah hal biasa bagi Arumi selama satu tahun pernikahannya.
Raka— suami Arumi itu hanya menganggap pernikahan mereka hanya sekedar formalitas semata dan bersifat sementara. Hal ini semakin membuat Arumi menjadi seorang istri yang kesepian dan tidak pernah bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : Menyalahkan Arumi
Arumi langsung saja merebahkan dirinya di atas kasur setelah sampai di rumah, kepalanya makin terasa pusing. Untuk sejenak, dia melupakan di mana Raka dan memilih fokus pada dirinya sendiri terlebih dahulu.
Sementara di rumah Nadira, pria itu masih terlelap di dalam pelukan gadisnya. Bau masakan perlahan mulai tercium dan Nadira segera membuka mata. Dia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 08.32.
Nadira bangun perlahan agar tidak mengusik tidur Raka, tapi ketika ia bergerak, Raka kembali memeluk erat dirinya yang membuat ia kembali tertidur.
“Udah kesiangan Mas. Kamu gak mau pulang? Nanti Mbak Arumi nyariin loh.” Nadira berujar pelan.
“Dia gak akan nyariin aku, gak usah bangun dulu, Dira. Aku nyaman begini.” Nadira menurut, dia membiarkan Raka kembali tertidur dalam pelukannya.
Perlahan dia gapai ponsel yang tergeletak di atas meja dan melihat pesan masuk dari Shima.
Shima : Apa Raka ada di rumah kamu, Nadira?
Dengan cepat Nadira membalasnya dan memberitahu kalau Raka tidur di rumahnya semalam. Nadira disibukkan dengan ponselnya sambil membalas beberapa pesan yang masuk dari beberapa orang. Tanpa terasa pukul 10 pagi sudah datang dan Nadira bangun lebih dulu membiarkan Raka tidur.
Dia meminta pelayan membuatkan sarapan untuk dia dan Raka, seperti makanan tadi malam, itu bukanlah buatan tangan Nadira melainkan buatan pelayan tapi sengaja dia rahasiakan agar Raka menyangka itu buatannya.
Setengah jam setelahnya Raka bangun dan langsung disambut senyuman manis oleh Nadira, gadis itu berlagak menyiapkan makanan untuk Raka yang membuat Raka tersanjung. Mereka sarapan dengan mesra, yang mana Nadira duduk di atas pangkuan Raka.
“Enak ternyata diperhatikan begini, tidurku nyenyak, perutku kenyang, dan terpenting ada kamu di sampingku, Dira.” Raka mengungkapkan apa yang dia rasa, membuat Nadira berada di atas awan.
“Aku juga Mas, rasanya beda aja gitu saat sama kamu. Terlebih setelah ciuman semalam, rasanya aku benar-benar milikin kamu sepenuhnya.” Raka membelai lembut pipi Nadira dan menciumnya singkat.
“Kalau kamu memang mau memiliki aku sepenuhnya, tidak masalah. Kita bisa membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius lagi,” tawar Raka dan hal itu sukses membuat Nadira sedikit berpikir karena dia belum siap menjadi seorang istri.
“Hm ... Tapi aku belum siap menjadi seorang istri, Mas. Aku belum bisa melayani suami dan punya anak.” Raka terkekeh mendengar keluhan Nadira yang menurutnya sangat polos.
“Kan tidak harus menikah cepat, kita bisa menjalin hubungan dulu dan kalau cocok, kita lanjut ke pernikahan.”
“Memangnya Mas mau nunggu sampai aku siap?”
“Kenapa tidak?”
Nadira memeluk Raka erat dan mencium keningnya hangat. “Kalau gitu aku mau, Mas.”
“Mau apa? Jadi istriku atau tunanganku?”
“Ya pacaran aja dulu, nanti kalau aku udah siap baru kita tunangan habis itu nikah deh.”
“Benar ya, berarti sekarang Mas ini pacar kamu?” Nadira mengangguk dan memberikan senyum manisnya.
“Tapi kita rahasiakan dulu hubungan ini dari publik, cukup yang mengetahui cuma keluarga kita berdua dulu dan Arumi. Aku ingin Arumi jenuh dan memutuskan untuk bercerai,” ungkap Raka yang disetujui oleh Nadira.
“Aku setuju, lagian jelek banget nanti nama aku kalau semisalnya aku ketahuan jadi simpanan kamu, Mas.”
Mereka berdua tertawa riang dan Raka resmi menjalin hubungan di atas hubungan pernikahannya dengan Arumi. Kini semua perhatiannya otomatis akan teralihkan pada gadis yang jauh lebih muda darinya itu.
...***...
Nadira langsung memberitahukan mengenai hubungannya dengan Raka pada Shima dan Zafran, dia bertamu ke rumah itu dan mengungkapkan kalau Raka adalah pacarnya sekarang.
Shima dan Zafran tentunya sangat setuju.
“Tapi jangan beritahu mama sama papa aku ya Om, Tante. Aku bisa disidang nanti sama mereka. Terlebih kalau Mas Arkan tahu, bisa marah besar dia nanti.” Nadira mengutarakan kekhawatirannya jika keluarganya tahu.
Shima memegang lembut tangan Nadira. “Kamu tenang saja sayang. Tante sama Om gak akan beritahu keluarga kamu, kami akan merahasiakannya sampai kalian resmi menikah nanti. Jujur ya, Tante senang sekali bisa memiliki menantu seperti kamu, Dira.”
“Terima kasih ya, Tan. Aku akan berusaha menjadi yang terbaik untuk Mas Raka.”
“Dan yang lebih penting lagi, kamu harus bisa menunjukkan pada Arumi kalau kamu yang terbaik dan kamu harus bisa membuat Arumi menggugat cerai Raka dengan kesalahan yang terpusat pada Arumi,” ujar Zafran dengan senyum liciknya.
“Aku akan coba ya Om. Aku sebenarnya kasihan melihat Mas Raka yang tertekan dalam pernikahannya itu,” balas Nadira.
Di rumah mewah Raka, dia mendapati Arumi tidur lelap di dalam kamar dan tidak tampak sama sekali kalau Arumi mencemaskan dirinya.
Arumi terbangun ketika Raka menggoyangkan tubuhnya lalu meminta dilayani hasratnya. Arumi yang kurang sehat menolak secara halus namun tentu tidak diterima begitu saja oleh Raka. Secara hasrat Raka butuh dilepaskan setelah dia bermesraan dengan Nadira dari semalam, ingin dia menyentuh Nadira tapi dia tahan sampai nanti dia halal menyetubuhi gadis itu.
“Ini nih yang bikin aku lelah sama kamu, ketika aku membutuhkanmu, kamu selalu saja menolak dengan banyak alasan. Aku gak pulang semalaman aja gak ada sedikit pun kekhawatiran dari kamu,” cerca Raka dengan nada rendah.
Arumi yang kini duduk di tepi kasur hanya bisa menundukkan kepala. Bukan karena dia tidak ingin menjawab, tapi karena dia malas berdebat dan juga kepalanya masih sakit.
“Aku udah hubungin kamu dari semalam tapi kamu tolak, aku kirim pesan cuma kamu baca. Aku udah cariin kamu ke rumah orang tua kamu tapi mereka bilang kamu gak di sana. Aku khawatir sama kamu, Raka.”
“Halah, khawatir apa begitu? Hanya menghubungi beberapa kali dan pergi ke rumah mama udah kamu bilang sebuah kekhawatiran? Buktinya, saat aku baru saja pulang ke rumah, kamu malah enak-enakan tidur. Sarapan juga gak ada di meja makan.” Arumi menatap suaminya itu dengan wajah pucat.
“Aku ini sedang sakit, Raka. Dari semalam tubuhnya meriang dan kepalaku rasanya berat. Kamu aja belum tentu kapan mau pulang, gimana aku mau buatkan kamu sarapan?” ungkap Arumi dengan nada sedikit kesal.
“Oh sekarang kamu sudah mulai bisa menyalahkan aku?”
“Aku gak nyalahin kamu.”
“Sama saja, memang kamu itu tidak pernah menjadi istri yang bisa diandalkan, Arum. Yang bisa kamu lakukan hanyalah tidur, bersantai, terus menonton. Tidak pernah sama sekali kamu memperhatikan aku sebagai suami.” Arumi berdiri mendekat pada Raka, perkataan tadi membuat emosinya tersulut.
“Selama ini aku selalu melayani hasratmu, memperhatikan makananmu, mencuci pakaianmu, dan menyediakan apa yang kamu butuhkan. Aku sudah menjalankan peran menjadi istri yang taat dan patuh padamu selama pernikahan kita. Aku tidak pernah mengeluh, tidak pernah menangis, dan juga tidak pernah mengatakan bahwa aku malas melayanimu. Apapun yang kamu inginkan selalu aku turuti, apa itu masih kurang? Apa itu bukan sebuah perhatian? Aku selalu bertanya padamu apa yang kamu mau tapi tidak pernah aku dapatkan jawabannya.” Nada bicara Arumi naik satu oktaf dengan dada yang naik-turun. Matanya memerah menahan amarah menatap Raka, air mata menggenang di kelopak matanya namun dia tahan agar butiran bening itu tak jatuh.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
sama-sama kagak gunaaa/Hammer//Joyful/
istri sah : Ngabisin duit suami
pelakor : ngabisin duit buat ngabisin nyawa istri sah/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
pelakor sakit hati : cari pembunuh bayaran 🤣🤣 gak ada harga dirinya lu Dir