Misteri kematian Revano yang tidak pernah meninggalkan jejak, membuat gadis penderita ASPD tertantang menguak kebenaran yang selama bertahun-tahun ditutupi sebagai kasus bunuh diri.
Samudra High School dan pertemuannya bersama Khalil, menyeret pria itu pada isi pikiran yang rumit. Perjalanan melawan ego, pergolakan batin, pertaruhan nyawa. Pada ruang gelap kebenaran, apakah penyamarannya akan terungkap sebelum misinya selesai?
Siapa dalang dibalik kematian Revano, pantaskah seseorang mencurigai satu sama lain atas tuduhan tidak berdasar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan
“Gue inget banget terakhir kali gue, Sean, sama Delleta ketemu. Itu bikin gue yakin kalo ada apa-apa diantara mereka, apalagi setelah itu Delleta selalu menghindar kalo gue tanyain seputar Sean”
Aletha masih seperti biasanya. Mengamati sekitar dengan fokus pada kalimat yang terus muncul dari mulut Khalil. Cerita tentang waktu yang dia yakini sudah dia lupakan kapan. Tapi dia percaya tidak pernah dia hilangkan bagaimana kejadian itu terbentuk.
“Gue cuman penasaran aja gimana sama Sean, sekarang”
“Kenapa lo nggak mulai?”
“Gue anggota paskib, gue dikenal sama satu sekolah dengan embel prestasi yang lo tahu” Khalil tergelak, menghela napas panjang sambil mengintai jalanan yang ramai.
Malam ini, setelah kejadian dibelakang gudang. Kedua manusia yang sempat terlibat cek-cok itu memutuskan untuk membicarakan tetang apa yang Khalil tahu disini. Trotoar dengan lampu remang ditengah kota. Bukan sekolah yang bisa jadi siapa saja tidak sengaja mendengar atau rumah yang akan jadi bualan keluarga Sach lagi.
“Gue nggak sepinter lo untuk mau tahu soal kejadian apa yang pernah terjadi di Samudra High School”
Aletha tersenyum tipis.
“Gue yakin lo nungguin gue mengakui kepintaran dan keberanian lo itu, Tha”
Khalil tersenyum. Bahkan dikegelapan malam, senyum yang tidak pernah dia lihat dari wajah datar Aletha benar-benar bersinar. Selayaknya sepoi angin malam yang menyejukkan dan gemuruh suara kota yang mengoyak hatinya. Apakah ini hanya sebuah rasa penasaran atau justru perasaan yang belum dia temukan jawaban? Tapi setelah keberhasilannya menjawab pertanyaan dikelas dalam waktu singkat, Khalil yakin bahwa Aletha adalah gadis yang dia cari.
Aletha itu dinamis dalam beberapa momen tertentu. Saat kepanasan ketika upacara sekolah, saat haid hari pertama, atau saat memecahkan kasus dari intuisinya sendiri. Ketiga masa itu selalu menunjukkan sisi yang berbeda dari Khalil. Yang pria itu percaya tidak ada yang berani mengamatinya seintens Khalil menatap Aletha lebih lama. Karena saat ketahuan, hanya tatapan tajam dan penuh tusukan yang akan dia dapatkan. Dan hanya Khalil yang mampu mendapatkannya dengan lapang dan menerimanya dengan penuh kebahagiaan.
Aneh tapi Aletha, maksudnya Athena adalah tipe Khalil.
“Setelah lo notice Sean, gue makin yakin kalo dia justru terlibat”
“Sebagai apa?”
“Pembunuhnya?”
Aletha menoleh. Bagaimana bisa dia menuduh sahabatnya sendiri? Bahkan jika bukan sahabat, bagaimana bisa secepat ini dia memilih Sean sebagai pembunuh Revano?
“Al, Sean itu arogan dan keras kepala”
“Bukan bukti yang kongkrit”
“Ini cuman asumsi gue aja, kita cuman butuh banyak bukti buat cari tahu siapa pelakunya, termasuk siapa yang bikin lo dijeblosin ke penjara”
Sore itu, Athena berhasil masuk ke ruang berdinding putih dengan beberapa interior sederhana menghiasinya. Hanya ada beberapa lemari yang jadi ruang penyimpanan dan sebuah vas bunga besar bertengger disebelah meja kepala sekolah.
Harusnya ini bukan waktu yang tepat untuk melancarkan misi, karena menurut Athena sepersekian persen misi ini akan berhasil dan sisanya dia akan mati di ruang sidang. Harusnya dia tidak gegabah dan mengobrak-abrik ruangan yang sempat disinggung siang tadi.
Gadis itu terdiam, tepat saat menemukan sebuah map coklat bertulisan, ‘kasus pembunuhan Revano Samudra High School’, pada laci paling bawah dilemari itu. Tak peduli dengan suara langkah kaki yang kian mendekat justru membuatnya semakin ingin dibuat mati.
“Apa yang kalian lakukan?”
Athena terdiam, kalian?
Gadis itu berbalik arah, meninggalkan berkas yang sempat dia pegang sebelum menatap tiga pria yang berdiri dihadapannya. Pisau tajam yang bisa dia rasakan goresannya sungguh membuatnya menelan ludah susah payah.
“Apa yang kalian lakukan?!”
Aletha beranjak, saat suara pisau dan dada sebelah kiri bertemu dua kali. Menimbulkan ketegangan yang terasa dua kali lipat dari pada menyusup pada ruangan yang tidak dia kenal. Kedua pria diantaranya menghampiri Aletha, bukan untuk meninggalkan bukti justru meraih jendela yang tak jauh dari mereka.
“Setelah ini kamu akan menyesal”
Hanya kalimat itu yang Athena dengar sebelum sang pelaku meminta tangannya menggengam pisau berlumur darah ke tangan kirinya. Hanya diam penuh kebingungan, maniknya memicing pada cctv yang ada sejajar dengan tubuhnya.
To Be Continue...