Bagaimana jika di hari pernikahan setelah sah menjadi suami istri, kamu ditinggal oleh suamimu ke luar negeri. Dan suamimu berjanji akan kembali hanya untukmu. Tapi ternyata, setelah pulang dari luar negeri, suamimu malah pulang membawa wanita lain.
Hancur sudah pasti, itulah yang dirasakan oleh Luna saat mendapati ternyata suaminya menikah lagi dengan wanita lain di luar negeri.
Apakah Luna akan bertahan dengan pernikahannya? Atau dia akan melepaskan pernikahan yang tidak sehat ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sidang Pertama
Hari yang dinanti-nanti oleh Rafi dan Luna akhirnya tiba, yaitu hari sidang perceraian pertama antara mereka berdua. Rafi datang ke pengadilan dengan perasaan campur aduk, ditemani oleh kedua orang tuanya. Raut wajah mereka terlihat tegang. Sementara itu, Saras memilih untuk bekerja. Dia beralasan tidak ingin ikut campur dalam urusan perceraian Rafi dan Luna, padahal di dalam hatinya dia berharap perceraian itu segera disahkan agar dia bisa menjadi istri Rafi satu-satunya.
Di ruang sidang, hanya ada Rafi, kedua orang tuanya, dan kuasa hukum dari pihak Luna. Meja di seberang sana kosong, tidak ada sosok Luna yang duduk di sana. Hati Rafi terasa kosong. Luna bahkan tidak sudi datang ke persidangan. Itu artinya, Luna sudah benar-benar menutup pintu maaf dan kembali untuknya.
"Maaf, Yang Mulia. Klien kami tidak bisa hadir. Beliau sudah menyerahkan semua urusan perceraian ini kepada kami, tim kuasa hukumnya" ujar Naura, menatap Rafi dengan dingin.
Rafi merasa marah karena Luna sudah menyepelekan sidang perceraian mereka.
"Kenapa dia tidak datang? Bukankah seharusnya kami melakukan mediasi terlebih dahulu?"
"Klien kami menolak mediasi, Pak," jawab Naura, suaranya tegas. "Keputusannya sudah bulat. Beliau hanya ingin bercerai dan meminta kembali haknya. Mediasi hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga."
Bu Endah yang mendengar itu langsung menimpali. "Kenapa Luna tidak mau mediasi? Kami datang ke sini ingin membujuknya agar kembali bersama Rafi. Ini semua salah paham, Nak."
Naura hanya tersenyum sinis. "Maaf, Bu, tapi bagi klien kami, semua ini bukanlah salah paham. Tuntutan kami jelas, dan kami harap Anda bisa memenuhinya. Dia tidak akan kembali ke keluarga kalian dan dijadikan pembantu juga ATM berjalan. Klien kami memiliki posisi lebih tinggi dari itu"
Rafi terdiam. Ia ingin marah, tapi tidak tahu harus melampiaskan amarahnya pada siapa. Ia tidak tahu di mana Luna tinggal, atau bagaimana cara menghubunginya. Luna sudah menutup semua akses. Dia hanya bisa pasrah sekarang, menyadari bahwa pernikahannya dengan Luna benar-benar sudah di ujung tanduk. Tidak ada secuil kesempatan pun untuk dirinya kembali.
Di kantornya, Luna sedang duduk berhadapan dengan atasannya, Pak Heru. Mereka sedang membicarakan tentang tawaran Reza Adiguna yang ingin menjadikannya asisten CEO baru diperusahaan besar itu. Itu adalah sebuah kesempatan yang luar biasa bagi kantor hukumnya. Karena salah satu kepala timnya bisa dipercaya perusahaan besar untuk menjadi seorang asisten CEO.
"Jadi, Apakah kamu sudah menerima tawaran Pak Reza, Luna?" tanya Pak Heru, matanya menatap Luna dengan penuh rasa bangga.
"Sudah, Pak. Awalnya saya ragu, tapi Pak Reza bersikeras dan saya tidak bisa menolaknya," jawab Luna.
"Bagus sekali, Luna. Saya setuju kamu menerima pekerjaan itu," ucap Pak Heru dengan senyum lebarnya. "Saya tahu, kamu punya kemampuan yang luar biasa. Reza tahu kemampuanmu itu, makanya dia tidak akan salah memilih orang."
Pak Heru kemudian melanjutkan, "Dengan menerima pekerjaan itu, kamu bisa membuktikan dan menunjukkan kepada semua orang tentang siapa dirimu. Terutama kepada mantan suami dan selingkuhannya yang bekerja disana, tentang siapa Luna yang sebenarnya."
Mendengar ucapan Pak Heru, hati Luna bergetar. Ia menunduk sejenak, memikirkan semua penderitaannya selama ini. Kata-kata Pak Heru membuka matanya. Ini bukan hanya tentang pekerjaan, ini adalah kesempatan untuk membalas dendam dengan cara yang paling elegan. Bukan dengan amarah, melainkan dengan kesuksesannya. Agar orang seperti mereka tau, kalau orang diam bukan karena dia kalah dan tidak bisa apa-apa. Melainkan sedang menunggu, menunggu untuk membalas semua perlakuan mereka kepadanya..
"Saya setuju, Pak," kata Luna, matanya memancarkan tekad. "Saya akan menerima pekerjaan ini dan saya akan buktikan kepada mereka semua, bahwa mereka sudah menyia-nyiakan orang yang salah. Mereka sudah salah menyepelekan saya."
Pak Heru tersenyum. "Saya akan selalu mendukungmu, Luna. Kamu punya masa depan yang cerah. Jangan pernah menoleh ke belakang lagi."
Luna mengangguk, merasa kuat dan termotivasi. Ia tahu, setelah semua drama ini selesai, ia akan kembali menjadi Luna yang dulu, Luna yang tangguh dan penuh percaya diri.
Saat Luna kembali fokus bekerja, tiba-tiba pintu di ruangan nya terbuka dan memunculkan wajah sahabatnya Naura yang berjalan mendekat dengan wajah cerah dan senyum lebar. Sepertinya dia datang dengan membawa kabar bahagia.
"Bagaimana hasilnya? " tanya Luna meletakkan kacamata yang dia pakai.
"Semua berjalan sesuai yang kamu inginkan. Mediasi gagal karena kamu tidak hadir, dan aku sudah mengatakan kepada majelis hakim kalau kamu hanya ingin bercerai dan tidak ada mediasi lagi. Sidang di tunda minggu depan. " Naura menjelaskan hasil persidangan.
"Baguslah, selama aku tidak datang maka sidang itu akan cepat selesai. " jawab Luna dengan senyum sinis.
"Tentu saja. Andai kamu tau wajah ibunya Rafi. Dia ingin sekali bertemu denganmu dan memintanya kembali bersama Rafi. Enak saja. " dumel Naura.
" Ya, tentu saja, mereka menginginkan aku kembali. Karena mereka akhirnya tau, berapa uang yang harus dikeluarkan hanya untuk membeli obat wanita itu. "
Senyum sinis itu tidak pudar dari bibir Luna, karena dia membayangkan bagaimana kelimpungan nya keluarga itu saat tau harga obat untuk menunjang kehidupan Bu Endah.
"Terima kasih, Naura. Kerja bagus. Aku akan memberimu bonus saat semuanya selesai. "
"Tentu saja, aku akan bekerja keras untuk memenangkan semuanya. "
Naura ikut semangat melakukan pekerjaan ini. Bagi Luna uang yang dia gugat sebenarnya tidak ada apa-apanya di banding isi uang yang ada di buku tabungannya. Luna hanya ingin memberikan pelajaran kepada keluarga yang tidak tau diri dan tidak tau berterima kasih itu. Dan dengan senang hati Naura akan melakukannya.
Sampai Di rumahnya, Rafi terlihat sangat kesal dan marah. Dia tidak bisa bertemu dengan Luna dan sidang mediasi yang dia harap bisa dijadikan untuk meminta maaf atau membujuk Luna agar menarik gugatan perceraiannya, semua gagal total.
Dia Tidak bertemu dengan Luna dan Sidang akan di lanjutkan minggi depan. Kini dia harus memikirkan bagaimana cara membayar uang yang diminta Luna sebagai gugatan. Seratus lima puluh juta, jika dia bayarkan semuanya, pasti akan menguras uang tabungannya.
"Bagaimana sidangnya? " tanya Saras saat dia pulang kerja.
"Semuanya gagal, mediasi gagal karena Luna tidak datang. "
"Bagus dong, kan dengan begitu kamu bisa cepat bercerai darinya. " kata Saras dengan duduk dipangkuan Rafi.
"Aku harus membayar gugatan yang diminta olehnya, Apa kamu mau membantu membayar uang sebanyan itu. " Rafi mengabaikan Saras begitu.
"Hey, untuk apa aku membantu membayar. Aku tidak tau apa-apa tentang perceraianmu itu. Kenapa kamu melibatkan ku. " Saras yang ikut terbawa emosi.
"Uang itu digunakan Luna untuk biaya operasi ibumu dan membeli obat ibumu. Kenapa kamu tidak meminta kepada ibumu saja. Untuk apa kamu repot-repot memikirkannya."