Demi harta Dirja rela melakukan pesugihan, pesugihan yang katanya aman. Tak perlu menumbalkan nyawa, hanya perlu menikah lagi saja. Semakin Dirja menikah dengan banyak wanita, maka harta yang dia dapatkan juga akan melimpah.
"Ingat, Dirja! Kamu harus menikah dengan wanita yang memiliki hari spesial, seperti wanita yang lahir pada malam satu suro. Atau, wanita yang lahir pada hari Selasa Kliwon."
"Siap, Ki! Apa pun akan saya lakukan, yang terpenting kehidupan saya akan jadi lebih baik."
Akan seperti apa kehidupan Dirja setelah melakukan pesugihan?
Benarkah pesugihan itu aman tanpa tumbal?
Gas baca, jangan sampai ketinggalan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin Dekat Terus
Malam itu udara begitu pengap, membuat Susi mengerutkan dahinya saat membuka jendela kamar. Meski angin berusaha masuk, hawa panas tetap merambat, keringat terasa begitu lengket di kulitnya tanpa ampun.
Dengan langkah berat, ia meninggalkan kamar dan melangkah ke balkon. Dia berharap akan ada angin malam yang menyejukkan tubuhnya, sayangnya tidak ada angin sama sekali.
"Panas banget, mending kipas tangan aja deh," gumamnya sambil memgambil kipas kecil dari atas meja dan mulai mengibas-ngibas perlahan ke arah tubuhnya.
Di saat dia sedang asyik mengipas tubuhnya, matanya tiba-tiba terhenti pada sosok Dirja yang duduk bersila di tepi kolam renang. Mulut pria itu bergerak-gerak tanpa suara, matanya terpejam seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Susi memperhatikan dengan hati-hati saat Dirja memasukkan sesuatu ke mulutnya, tak jelas apa itu, tapi ada rasa penasaran yang menggelitik. Semakin lama menatap, jantung Susi terasa berdegup lebih kencang.
Meski hanya mengenakan kaos oblong dan celana pendek, Dirja tampak begitu karismatik, malah semakin menarik di matanya. Tatapan Susi melembut, penuh kekaguman yang tak bisa disembunyikan. Ia mengakui dalam hati.
"Pria ini makin lama ditatap makin terlihat menarik dan juga tampan.”
Susi tersenyum-senyum sambil melihat ke arah Dirja, pria itu kalau diperhatikan memang sangat tampan. Hanya saja kulitnya terlihat kusam, baju yang dipakai juga tidak bagus dan bermerek. Namun, dia memiliki daya tarik yang luar biasa di mata Susi.
"Masya Allah, kenapa Kang Dirja terlihat sangat tampan?" tanya Susi sambil tersenyum-senyum sendirian.
Semakin lama dia menatap wajah pria itu, dia semakin tidak tahan. Akhirnya wanita itu memutuskan untuk turun dari lantai 2 dan pergi menuju kebun belakang, dia menghampiri Dirja yang entah sedang apa.
"Kang, sedang apa malam-malam duduk di tepi kolam? Apa tidak dingin?"
Dirja kaget mendengar teguran dari Susi, dia diam sambil menatap wajah wanita itu dengan tatapan yang begitu sulit untuk diartikan.
"Loh, kok kayak orang kaget gitu lihat saya? Kenapa?"
"Nggak apa-apa, Neng. Kaget aja didatangi wanita cantik seperti Neng Susi," jawab Dirja.
"Akang bisa saja, memang saya cantik ya?" tanya Susi yang langsung duduk tepat di samping Dirja.
"Cantik banget, Neng. Cantik, Neng Susi itu impian semua pria."
Susi tersenyum-senyum malu sambil melirik ke arah Dirja. Jantungnya berdetak aneh, seolah ada magnet tak terlihat yang menariknya untuk dekat terus ke arah pria itu. Aneh sekali, karena rasa suka ini muncul tiba-tiba, tanpa alasan yang jelas.
Dirja yang hanya dianggap sebagai penjaga rumah, kini justru tampak berbeda di matanya. Pria itu malah terlihat sangat menawan. Berbeda sekali dari pria-pria yang sebelumnya sudah bertemu dengan dirinya.
"Neng Susi, kenapa sih liatin saya terus? Ada yang salah ya, sama muka saya?"
Dirja bertingkah pura-pura bingung, tapi matanya berkedip nakal. Dia tahu persis, sikap Susi yang jadi kikuk itu pasti karena sudah 'terkena pelet'-nya. Susi tiba-tiba memalingkan wajah, pipinya memerah. Tangannya gugup memilin ujung bajunya tanpa sadar.
"Nggak apa-apa, Kang. Akang ternyata ganteng juga, ya," bisiknya canggung.
Dirja tersenyum tipis, lalu melongok sekeliling memastikan tak ada yang melihat, lalu kayak itu kembali berkata dengan pelan.
"Nang Susi, jangan deket-deket saya terlalu lama, ya. Selain saya cuma pekerja di sini, saya juga sudah punya istri. Takutnya nanti jadi salah paham, apalagi sekarang cuma kita berdua yang ada di sini."
Suara itu sengaja dibuat seperti peringatan, tapi di dalam hati Dirja mengharapkan Susi benar-benar terjerat dalam jaringannya. Matanya menatap tajam, penuh harap yang tersembunyi di balik kata-kata santunnya. Karena dia dituntut secepatnya untuk menikah dengan wanita yang memiliki hari kelahiran spesial.
"Ah, iya juga ya. Akang udah punya istri, tapi istri Akang cuma bisa baring aja di tempat tidur. Akang kan' laki-laki normal. Maaf kalau saya bertanya, kalau Akang pengen gimana?"
"Ya ditahan, Neng. Masa saya harus minta dinikahkan sama Neng Susi biar bisa bebas melakukan itu," jawab Dirja.
"Nggak jajan?"
"Maksudnya jajan gimana?"
"Di desa sebelah ada warung remang-remang, biasanya di sana menyediakan layanan plus-plus gitu. Murah loh, Kang."
"Masya Allah, dosa Neng. Selain itu, perempuan itu sudah banyak dicicipi. Bahaya, bisa-bisa sekalinya saya datang ke sana, besoknya saya meregang nyawa karena penyakit yang mereka tukarkan."
Susi benar-benar terpana dengan apa yang dikatakan oleh Dirja, dia merasa kalau pria yang ada di hadapannya merupakan pria yang begitu baik. Tingkat terasa sukanya meningkat lebih tinggi lagi, dia malah merasa ingin menjadi istri dari pria itu.
"Akang benar, ternyata walaupun Akang merupakan orang yang tidak punya, tetapi Akang merupakan pria yang berpikiran dengan baik dan juga benar. Saya permisi dulu, Akang juga istirahat."
"Ya, Neng. Monggo," ujar Dirja.
Wanita itu akhirnya kembali ke dalam kamarnya, cukup lama matanya terbuka karena teringat terus akan wajah Dirja dan juga kata-kata manis pria itu.
"Duh! Jadi pengen nikah sama kang Dirja," ujar Susi sebelum matanya terpejam.
Pagi harinya Susi menikmati segelas susu di teras depan rumah, tentu saja tujuannya bukan ingin menikmati segelas susu yang dia bawa, melainkan ingin memperhatikan Dirja. Entah kenapa dia begitu suka melihat wajah pria itu.
Di saat sedang asyik menatap wajah Dirja yang berdiri di depan gerbang, tiba-tiba saja pak lurah datang dan menepuk pundak putrinya itu.
"Bapak perhatikan sejak tadi kamu terus saja menatap Dirja? Apa kamu memiliki perasaan yang spesial kepada pria itu?"
punya pikiran tidak sih Dea ini.
Egois, judes dan emosian
iblis kalau di turuti semakin menjadi membawamu makin dalam terperosok dalam kehinaan .
Dirja ,ringkih banget hatimu ,baru di katain begitu kau masukkan ke dalam hati terlalu jauh ,hingga punya pikiran melenyapkan kehidupan insan tidak bersalah yang baru berkembang.
semangat teh Ucu