Tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus, semua memiliki cerita dan ujiannya masing-masing. Semuanya sedang berjuang, bertahan atau jutsru harus melepaskan.
Seperti perjalanan rumah tangga Melati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Viola dan Mas Kalingga yang terjebak macet pun harus menginap di hotel. Tak membuang kesempatan yang selalu datang kepadanya untuk selalu bisa bermesraan dengan suaminya karena sejujurnya dia sangat berharap akan segara hamil.
Sebagai suami Mas Kalingga pun tidak pernah menolak. Selalu melayani apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan istrinya.
"Mas Lingga selalu hebat, aku pun sangat puas, Mas." Viola masih betah di atas tubuh suaminya. Mengatur napas yang masih terengah-engah.
"Aku senang kamu bahagia," Mas Kalingga memegangi tubuh Viola lalu membaliknya menjadi berada di bawahnya. Bukan untuk melanjutkan yang sudah selesai seperti yang diharapkan Viola.
Justru Mas segera Kalingga bangkit, meraih kemejanya langsung membawanya ke kamar mandi. Membersihkan tubuhnya selesai percintaannya dengan Viola. Mengenakan kemeja itu lagi lalu keluar. Dia mencari ponselnya yang berada di dalam saku jas.
"Mas mau menghubungi siapa?," tanya Viola bangkit lalu duduk menatap Mas Kalingga. Membiarkan tubuh yang banyak tanda merah itu tanpa penutup.
"Menelepon anak-anak," jawabnya jujur akan tetapi nomor Lili dan Sakura tidak ada yang merespon panggilan teleponnya.
Viola menarik napas panjang. Selalu saja anak-anaknya yang dipikirkan Mas Kalingga. Kalau tidak anak-anak, ya, Melati yang Mas Kalingga pikirkan.
"Bisa tidak, Mas, saat kamu bersamaku kamu tidak mengingat anak-anak atau Melati?. Aku ingin juga menjadi prioritas bagimu, aku juga penting karena memiliki hatimu. Aku juga istrimu dan akan menjadi Ibu dari anak-anakmu."
Mas Kalingga tidak menghiraukan perkataan Viola yang dapat memicu konflik. Mas Kalingga sangat menghindari pertengkaran dengan Viola. Sebab baginya hanya Melati dan anak-anaknya tidak ada yang lain. Mas Kalingga kembali mencoba menghubungi Lili dan Sakura lagi tapi masih sama belum ada yang merespon.
Sementara itu setelah mencari ke sana kemari akhirnya Sakura dapat ditemukan dengan bantuan beberapa petugas keamanan hotel. Sakura sedang duduk tenang di salah satu sofa yang menghadap kolam ikan dengan tatapan kosong.
"Aku dan Mama sangat panik takut kamu hilang, Dek." Sambil duduk di dekat Sakura. Melati hanya berdiri di samping Sakura sambil mengusap lembut kepalanya yang selalu tertutup hijab.
Sakura menoleh pada Kakaknya lalu mendongak pada Mamanya. "Apa aku berarti?."
"Tentu saja, Dek," Mama segera mengecup pucuk kepala Sakura.
"Kakak bisa mempertaruhkan semuanya hanya untukmu dan Mama," Lili memeluk Sakura.
Sakura kembali diam, lalu Melati mengajak mereka untuk segera ke kamar.
Hujan tak kunjung reda, banjir sudah di mana-mana, untuk sementara memutus akses mereka untuk kembali ke rumah. Keputusan yang tepat diambil Melati untuk mereka supaya bisa beristirahat di hotel.
Lili langsung tidur pulas setelah makan. Sakura begitu nyaman, hangat dan aman berada dalam pelukan Melati sambil menikmati hujan.
Kini ponsel Melati yang berbunyi, Melati meraihnya dan nama suaminya yang tertera di sana. Sakura pun melihatnya.
"Biar aku bicara pada Papa dulu, Ma."
Melati mengangguk sambil menyerahkan ponselnya pada Lili. Lili masih dengan posisi yang sama sambil bicara pada Papanya.
"Papa di mana?."
"Papa masih di kantor, sayang."
Tangan Lili meremas gemas Melati yang langsung disadari Melati. Melati terus menatap pergerakan tangan Lili.
"Adek, Kakak dan Mama sudah di rumah?."
"Aku, Mama dan Kak Lili..." tangan Lili mulia gemetar.
"Di mana, sayang?."
"Di hotel dekat showroom mobil langganan Papa."
Hening sejenak, hotel yang sama dengannya saat ini.
"Mama mana, sayang?."
"Tapi aku masih mau bicara sama Papa."
"Boleh, sayang. Mau bicara apa?."
"Aku sayang Papa."
"Papa juga sayang Sakura." Kemudian Sakura memutus sambungan teleponnya, tidak membiarkan Papanya bicara pada Mamanya.
"Peluk Sakura, Ma. Sakura mau tidur," Melati mengabaikan dering ponselnya. Dia lebih memilih untuk menemani putrinya tidur, Melati juga tahu ada yang tidak baik-baik saja dengan Sakura.
Mas Kalingga menatap layar ponselnya, kejujurannya yang harus ditundanya dengan alasan tidak mau menyakiti siapa pun.
*
Melati dan anak-anak sudah kembali rumah. Tapi tiba-tiba saja tubuh kecilnya Sakura menggigil. Padahal kemarin tidak kena air hujan, makannya juga banyak, tidur di hotel pun sangat nyenyak.
Kemudian Melati membawa Lili juga untuk ikut bersama mereka, karena kalau tinggal takutnya mereka lama di rumah sakit.
Setelah dilakukan pemeriksaan dokter mengatakan kalau demam Sakura demam yang tidak berbahaya. Jadi boleh di bawa pulang lagi, demamnya akan turun setelah minum obat.
"Yang kamu rasa apa, Sakura?." Tanya Melati saat berada di kamar, Melati menemani Sakura yang baru selesai minum obat.
Anak kecil itu menggeleng sambil tersenyum, tangan kecilnya memegangi tangan Melati. Mata sipitnya tidak menujukkan apapun. Melati pun percaya Sakura akan segera sembuh, demamnya Sakura mungkin karna suhu dingin pada kamar hotel yang menggunakan ac sentral. Berbeda dengan ac yang ada di rumah.
"Sekarang bobo, ya?."
Sakura mengangguk lalu memejamkan mata namun belum melepas tangan Melati. Dan Melati menemaninya sampai Sakura benar-benar melepas tangannya. Dia pun beranjak keluar dan menemani Lili yang berada di dapur.
"Papa lagi di jalan pulang, Ma."
"Iya."
Terus Melati sibuk dengan pekerjaannya.
Tidak beberapa lama Mas Kalingga tiba di rumah, dia membawa banyak makanan dan mainan kesukaan Lili dan Sakura. Hati kecilnya merasa sangat bersalah karena selalu tidak pulang ke rumah karena pernikahannya dengan Viola. Sebagai gantinya Mas Kalingga pun membawa buah tangan untuk ketiga wanita yang teristimewa dalam hidupnya.
"Terima kasih, Pa." Sakura memeluk Papanya.
"Mana, Sakura?."
"Sakura sakit lagi," jawab Lili.
Lalu Mas Kalingga melangkah menghampiri Melati.
"Sakura sakit apa?," tanyanya pelan.
"Demam, tapi kata Dokter nanti juga turun demamnya setelah minum obat."
"Kenapa tidak menghubungiku?," Mas Kalingga memegang tangan Melati supaya berhenti dari aktivitas memasaknya.
Melati menoleh, berbalik menghadap Mas Kalingga.
"Aku tidak ingin menganggu, Mas."
"Apa ada lagi yang tidak aku ketahui tentang sakitnya Sakura selain hari ini?."
"Beberapa hari lalu Sakura masuk rumah sakit karena jatuh dari ayunan di sekolah tapi semua hasil pemeriksaannya bagus semua."
"Kamu diam saat Sakura kita sakit?." Mas Kalingga kecewa dengan diamnya Melati.
"Aku tidak diam, aku membawanya ke rumah sakit."
"Bukan itu, Mel. Kamu diam dari aku."
"Ya, aku harus bagaimana, Mas? Aku tidak mau menganggu waktumu saat bersama istrimu yang lain. Waktumu sudah tidak seperti dulu lagi saat kita tidak bersama. Dulu pun aku selalu mengabari tentang semua yang terjadi pada anak-anak. Lagi pula istrimu tahu kami di rumah sakit."
Mas Kalingga melepaskan tangan Melati tapi tidak dengan tatapan matanya yang terus menatap manik Melati.
"Setidaknya kabari aku, Mel, aku sangat peduli terhadap kalian bertiga. Aku tidak mau kalian kenapa-kenapa." Kemudian Mas Kalingga memeluk Melati dengan erat.
Pelukan Mas Kalingga lepas saat ponsel dalam saku celananya berdering.
"Halo."
"Tolong antar aku, Mas, tiba-tiba saja aku meriang."
Mas Kalingga menatap Melati lalu pada Lili.
"Papa tidak usah pulang kalau harus pergi lagi," lalu pergi dari sana.
Bersambung