---
📖 Deskripsi: “Di Ujung Ikhlas Ada Bahagia”
Widuri, perempuan lembut yang hidupnya tampak sempurna bersama Raka dan putra kecil mereka, Arkana. Namun di balik senyumnya yang tenang, tersimpan luka yang perlahan mengikis keteguhan hatinya.
Semuanya berubah ketika hadir seorang wanita kaya bernama Rianty — manja, cantik, dan tak tahu malu. Ia terang-terangan mengejar cinta Raka, suami orang, tanpa peduli siapa yang akan terluka.
Raka terjebak di antara dua dunia: cinta tulus yang telah ia bangun bersama Widuri, dan godaan mewah yang datang dari Rianty.
Sementara itu, keluarga besar ikut memperkeruh suasana — ibu yang memaksa, ayah yang diam, dan sahabat yang mencoba menasihati di tengah dilema moral yang makin menyesakkan.
Di antara air mata, pengkhianatan, dan keikhlasan yang diuji, Widuri belajar bahwa bahagia tidak selalu datang dari memiliki… kadang, bahagia justru lahir dari melepaskan dengan ikhlas.
“Karena di ujung ikhlas… selalu ada bahagia.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zanita nuraini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 - RAYUAN HALUS SISKA
Pagi itu udara terasa tenang, tapi tidak bagi Widuri. Sejak malam sebelumnya, kata-kata ibu mertua terus berputar di kepalanya. “Kalau itu takdir yang bisa membawa hidupmu lebih baik, kenapa harus menolak?”
Ia belum bisa tidur nyenyak. Setiap kali menutup mata, wajah Raka dan suara ibunya kembali menggema.
Di meja makan, Widuri sedang menyuapi Arkana yang sibuk memainkan sendok kecilnya. Anak laki-laki itu tertawa tanpa beban, seolah dunia ini sederhana—cukup dengan sepiring nasi dan tawa kecil.
Widuri tersenyum, tapi senyum itu hanya untuk menutupi sesuatu yang patah di dalam dirinya.
Tak lama kemudian, suara langkah terdengar dari arah pintu depan.
“Assalamualaikum…”
Siska muncul sambil membawa kantong plastik berisi kue. Perempuan itu tampak ceria seperti biasa, rambutnya disanggul rapi, bibirnya tersenyum lebar.
“Waalaikumsalam, eh Siska! Masuk, duduk dulu,” sambut Widuri sopan, berusaha terlihat biasa.
Siska meletakkan kue di meja, lalu duduk di seberang. “Aku sekalian antar Rasya sekolah tadi, jadi mampir deh. Kan katanya Arkana suka kue cokelat.”
Widuri tersenyum. “Iya, makasih ya… dia memang suka.”
Beberapa menit percakapan ringan berjalan. Siska banyak bercerita tentang anaknya, tentang suaminya yang mencari pekerjaan, dan tentang hal-hal kecil yang membuat rumahnya tampak sempurna. Tapi lambat laun arah pembicaraan mulai berubah.
Siska menatap Widuri dengan senyum samar. “Widuri… kamu kelihatan capek ya akhir-akhir ini?”
Widuri tersenyum kecil, menunduk. “Mungkin karena kurang tidur aja.”
"Naura mana" ucap widuri mencoba mengalihkan perhatian
dirumah bersama ayah nya Siska menjawab Siska tau kalau widuri sedang mengalihkan nya
Siska mencondongkan tubuh, suaranya menurun sedikit, lembut tapi menyengat.
“Aku cuma mau bilang… kadang hidup ini aneh, ya. Yang setia malah diuji, yang sabar malah disalahkan.”
Widuri mengangkat wajahnya perlahan, menatap Siska bingung.
Siska tersenyum lagi, tapi kali ini ada nada lain dalam suaranya—seolah setiap kata mengandung sesuatu yang direncanakan.
“Kamu tahu nggak, aku semalam dengar cerita… katanya ibu bertemu nyonya Cassandra ibu Rianty.”
Widuri terdiam. Ujung jarinya bergetar di atas meja. “Untuk apa?” tanyanya, berusaha terdengar tenang.
Siska menghela napas, pura-pura ragu. “Katanya sih, cuma silaturahmi… tapi kamu tahu sendiri kan, kadang ibu mertua itu suka punya maksud lain. Aku cuma kasihan kamu kalau sampai disakiti lagi.”
Widuri menunduk dalam. Ia berusaha tidak menanggapi, tapi dadanya terasa sesak.
Siska melirik Arkana yang sedang bermain mobil-mobilan di lantai. “Lihat Arkana… lucu banget ya. Pasti dia pengin ayahnya selalu di rumah.”
“Raka memang sibuk, Siska. Tapi dia selalu sempat buat Arkana,” jawab Widuri lembut, meski suaranya mulai gemetar.
Siska tersenyum, kali ini lebih halus, seperti racun manis yang disembunyikan dalam madu.
“Aku tahu, Wid. Tapi… kalau nanti ada hal besar yang berubah, kamu harus kuat, ya. Kadang perempuan itu harus rela… demi anak.”
Kata-kata itu membuat Widuri menatap kosong.
Rela?
Demi anak?
Kata itu terasa menohok—karena semalam, ia sudah mendengar sesuatu yang hampir sama.
Siska berdiri sambil menepuk bahu Widuri pelan. “Aku cuma ingin kamu siap aja. Dunia ini kadang nggak berpihak pada yang benar.”
Dan seperti itu, Siska pamit dengan senyum ramah, meninggalkan aroma parfum manis yang terasa menusuk hidung Widuri.
Begitu pintu tertutup, Widuri duduk lemas. Pandangannya kosong ke arah Arkana yang tertawa kecil tanpa tahu apa pun.
Ia menyentuh dada, mencoba menahan gelombang perasaan yang mulai menyesak.
Dalam hati ia berbisik lirih—entah pada diri sendiri, entah pada Tuhan.
> “Kalau ini ujian, semoga aku kuat… karena aku sudah terlalu lelah untuk menangis.”
#tbc
waduh apa yang harus dilakukan widuri kedepan nya tapi untuk sekarang dia harus kuat demi arkana
kira kira apa yang akan kalian lakukan kalau diposisi widuri jawab di kolom komentar ya readers!!
vote like nya jangan sampai lupa papay readers