Seorang wanita muda bernama Lydia dipaksa menikah dengan mafia kejam dan misterius, Luis Figo, setelah kakaknya menolak perjodohan itu. Semua orang mengira Lydia hanyalah gadis lemah lembut, penurut, dan polos, sehingga cocok dijadikan tumbal. Namun di balik wajah manis dan tutur katanya yang halus, Lydia menyimpan sisi gelap: ia adalah seorang ahli bela diri, peretas jenius, dan terbiasa memainkan senjata.
Di hari pernikahan, Luis Figo hanya menuntaskan akad lalu meninggalkan istrinya di sebuah rumah mewah, penuh pengawal dan pelayan. Tidak ada kasih sayang, hanya dinginnya status. Salah satu pelayan cantik yang terobsesi dengan Luis mulai menindas Lydia, menganggap sang nyonya hanyalah penghalang.
Namun, dunia tidak tahu siapa sebenarnya Lydia. Ia bisa menjadi wanita penurut di siang hari, tapi di malam hari menjelma sosok yang menakutkan. Saat rahasia itu perlahan terbongkar, hubungan antara Lydia dan luis yang bertopeng pun mulai berubah. Siapa sebenarnya pria di balik topeng
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Aula rapat pusat Maroti Corporation kembali gemerlap. Kali ini bukan untuk jamuan pesta, melainkan pertemuan strategis. Di atas meja panjang, berderet dokumen tebal, laptop, dan proyektor yang menampilkan serangkaian berkas investigasi.
Lydia berdiri di ujung ruangan, mengenakan setelan blazer putih dengan potongan rapi. Tatapannya tajam, penuh determinasi. Di sisi kanan, Luis duduk dengan tenang, namun aura dinginnya jelas menandakan bahwa siapa pun yang menentang istrinya hari ini, akan berhadapan langsung dengannya. Rafael berdiri seperti bayangan di belakang, sementara Ruisa sibuk memeriksa file digital.
“Semua bukti yang kita kumpulkan selama dua bulan terakhir… akhirnya lengkap,” suara Lydia terdengar jernih, memecah keheningan.
Slide pertama menampilkan foto Amara di sebuah restoran mewah, duduk mesra dengan seorang pria berusia 50-an tahun, mengenakan setelan abu-abu. Di sebelah pria itu, ada seorang wanita dengan wajah murung—istrinya.
“Namanya Arman Saputra,” lanjut Lydia, “pengusaha properti yang sudah berkeluarga. Selama tiga tahun terakhir, Amara menjadi selingkuhannya. Dari hubungan itulah… lahirlah seorang anak.”
Ruisa menambahkan dengan nada sinis, “Dan seperti semua orang bisa duga, Amara tidak ingin dunia tahu. Anak itu dibuang, dikubur hidup-hidup dalam diam. Untungnya, ada bidan yang menyelamatkan bayi itu secara diam-diam sebelum semuanya terlambat.”
Ruangan bergemuruh kecil. Luis melirik istrinya—ia tahu, membongkar rahasia ini bukan hanya pukulan telak bagi Amara, tapi juga bom besar bagi keluarga Wijaya.
Lydia mengganti slide. Foto berikutnya menampilkan catatan medis, surat kelahiran ilegal, hingga pernyataan dari bidan yang kini berada dalam perlindungan hukum.
“Amara tidak hanya melakukan percobaan pembunuhan,” ujar Lydia dengan dingin, “ia juga memalsukan dokumen untuk menghapus jejak keberadaan anak itu. Semua ini adalah tindak kriminal.”
Rafael maju selangkah, menambahkan, “Kami sudah bekerja sama dengan interpol. Begitu bukti ini dipublikasikan, Amara akan resmi masuk dalam daftar buronan internasional.”
Lydia menekan remote, menampilkan slide baru. Kali ini, serangkaian dokumen keuangan keluarga Wijaya terpampang di layar. Ada bukti penggelapan dana investor, suap kepada pejabat pemerintah, hingga kasus pencucian uang yang ditutup-tutupi bertahun-tahun.
“Keluarga Wijaya bukan hanya menelantarkan putrinya,” kata Lydia, suaranya penuh penekanan, “mereka juga menipu investor, merusak kepercayaan bisnis, dan menyalahgunakan kekuasaan. Malam ini… semua dunia akan tahu.”
Luis menatap Lydia dengan bangga. “Waktunya undangan dikirim.”
----
Beberapa hari kemudian, undangan elegan berstempel Maroti Corporation dikirimkan ke seluruh petinggi perusahaan, termasuk keluarga Wijaya. Isinya jelas: undangan menghadiri forum internasional “Transparansi dan Etika Bisnis” yang diadakan langsung oleh Lydia Maroti Figo.
Mr. dan Mrs. Wijaya tidak punya pilihan. Menolak undangan hanya akan mempermalukan diri di hadapan dunia. Dengan wajah terpaksa, mereka hadir di ballroom mewah hotel internasional.
Amara, di sisi lain, menghilang. Tidak ada kabar. Bahkan orang tuanya tidak tahu keberadaannya.
Ballroom penuh oleh para pengusaha, investor global, dan media internasional. Di panggung utama, Lydia melangkah anggun, menyapa semua tamu dengan senyum profesional.
“Forum malam ini,” ucap Lydia mantap, “bukan hanya tentang bisnis. Ini tentang moral. Tentang siapa yang pantas dipercaya, dan siapa yang seharusnya dikeluarkan dari dunia usaha.”
Slide pertama muncul. Foto-foto Amara dengan Arman Saputra terpampang jelas di layar raksasa. Desas-desus berubah jadi bisikan riuh, lalu menjadi kegaduhan.
Slide kedua dokumen kelahiran ilegal. Slide ketiga pernyataan bidan penyelamat bayi. Slide keempat rekaman CCTV Amara bertemu dengan mafia kecil untuk menyingkirkan anak itu secara diam-diam.
Kamera wartawan berkilatan. Nama Amara hancur seketika.
Mr. dan Mrs. Wijaya pucat pasi. Namun pukulan Lydia tidak berhenti. Slide berikutnya menampilkan laporan audit keuangan perusahaan Wijaya. Bukti penggelapan dana dan pencucian uang terpampang jelas.
“Ini adalah wajah asli dari keluarga yang selama ini dipandang terhormat,” ucap Lydia dingin.
“Bukan hanya menyingkirkan anaknya sendiri, mereka juga mengkhianati kepercayaan dunia bisnis. Atas nama etika dan kebenaran, saya nyatakan, keluarga Wijaya tidak lagi pantas memimpin perusahaan apa pun.”
Ruangan bergemuruh. Beberapa investor besar yang sebelumnya mendukung keluarga Wijaya langsung berdiri dan menyatakan mundur. Media menuliskan headline secara real-time.
Luis berdiri di samping istrinya, memberi isyarat pada Rafael. Pria itu segera mengedarkan berkas resmi. “Semua data ini sudah kami serahkan ke kepolisian internasional. Amara Wijaya saat ini masuk dalam daftar buronan. Perusahaan Wijaya akan diaudit total.”
Mr. Wijaya mencoba berdiri, wajahnya merah. “Ini fitnah! Semua ini rekayasa—”
Namun seorang jaksa internasional yang hadir langsung menimpali, “Bukti ini sah di pengadilan. Jika Anda ingin menyangkal, lakukan di kursi terdakwa.”
Sorakan kecil terdengar dari tamu. Nama besar Wijaya hancur seketika di panggung dunia.
----
Di tempat lain, Amara menonton siaran langsung forum itu dari persembunyiannya. Wajahnya pucat, keringat dingin mengalir.
“Tidak… tidak mungkin…” bisiknya gemetar. Ia melempar laptop ke dinding, tapi suara presenter berita terus terdengar dari televisi kecil di sudut kamar:
“Interpol secara resmi mengeluarkan red notice atas nama Amara Wijaya terkait kasus percobaan pembunuhan anak, pemalsuan dokumen, serta keterlibatan dalam kejahatan terorganisir…”
Amara memeluk lututnya, terisak marah. “Lydia… aku akan balas… meski harus dengan nyawaku sendiri.”
Namun di luar sana, poster wajahnya sudah terpampang di bandara, perbatasan, dan pusat kota. Dunia kini mengenalnya bukan sebagai sosialita, melainkan sebagai kriminal berbahaya.
----
Beberapa hari setelah forum, media internasional penuh dengan headline:
“Skandal Wijaya Terbongkar: Lydia Maroti Figo Tegakkan Etika Bisnis Internasional”
“Amara Wijaya Buron Interpol: Percobaan Pembunuhan Anak Terkuak”
“Investor Tarik Dukungan, Perusahaan Wijaya Terancam Bangkrut”
Di markas Maroti Corporation, suasana jauh berbeda. Para investor menandatangani kontrak baru, saham melonjak, dan reputasi Lydia semakin kokoh.
Ruisa mendekat dengan senyum lebar. “Nyonyaku, kau berhasil. Dunia melihatmu sebagai simbol keadilan. Perusahaan kita kini menjadi pusat perhatian global.”
Rafael menambahkan, “Dan keluarga Wijaya? Mereka dalam pengawasan penuh. Tak bisa bergerak bebas lagi.”
Luis berdiri di sisi Lydia, menatap istrinya dengan sorot bangga. “Kau tidak hanya melindungi dirimu, Lydia. Kau juga membersihkan namamu, membuktikan siapa yang sebenarnya berdosa.”
Lydia menarik napas panjang, menatap langit malam dari balkon kantornya. “Aku tidak melakukannya untuk balas dendam. Aku hanya ingin kebenaran berdiri di tempat yang seharusnya. Mereka membuangku dulu… sekarang aku menunjukkan pada dunia siapa sebenarnya yang pantas dibuang.”
Luis meraih tangannya, menggenggam erat. “Dan aku akan selalu di sisimu, sampai akhir.”
Malam itu, kota berkilau dengan lampu-lampu gedung tinggi. Lydia berdiri tegak, bukan lagi sebagai gadis yang pernah dibuang keluarga, melainkan sebagai wanita yang menaklukkan dunia dengan keberanian dan kebenaran.
Sementara di bayang-bayang gelap, Amara bersembunyi, semakin terdesak, semakin terpojok. Perang ini mungkin belum usai, tapi satu hal sudah pasti: nama Wijaya tidak akan pernah sama lagi.
Dan Lydia tahu, langkah berikutnya adalah menghapus mereka sepenuhnya dari panggung sejarah.
Bersambung…
🤣🤣🤣🤣
ttp smngt dn d tnggu crta yg lainnya....
smngtttt....😘😘😘
jd ingt dlu pas luis msh kaku,glirn istrinya hmil mlah dia jd lebay....skrng pun mkin posesif aja sm ank2nya....
kira2 thn dpn ultah mreka temanya apa y????kn luis bkln ikutan jg pke kstum ky mreka....🤣🤣🤣
Slmt buat smuanya.....lega krn twins udh hdir d dnia....ga sbr nunggu mreka bkln mrip spa,misterius ky ortnya kah????
thor
Smngtt kk...