NovelToon NovelToon
Duda Perjaka Dan Cegilnya

Duda Perjaka Dan Cegilnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Cinta setelah menikah
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Lisdaa Rustandy

Damian, duda muda yang masih perjaka, dikenal dingin dan sulit didekati. Hidupnya tenang… sampai seorang cewek cantik, centil, dan jahil hadir kembali mengusik kesehariannya. Dengan senyum manis dan tingkah 'cegil'-nya, ia terus menguji batas kesabaran Damian.
Tapi, sampai kapan pria itu bisa bertahan tanpa jatuh ke dalam pesonanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisdaa Rustandy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ALETHA!

"Ha? Beneran, Kak? Damian bakal nikah sama Aletha?!" Maya tampak terkejut setelah mendengar cerita Bu Santi tentang rencana pernikahan Damian dan Aletha.

"Iya, Kakak ipar kamu dan Har sudah setuju. Aletha dan Damian akan segera menikah," jawab Bu Santi sambil mengaduk teh panasnya.

Maya beranjak dari duduknya yang semula duduk di seberang kakaknya, berpindah ke samping kakaknya.

"Kak, memangnya Mas Har setuju soal itu? Dia kan orangnya keras kepala, arogan pula. Aku aja sampai takut sama dia," Maya sangat ingin tahu lebih banyak.

"Ya, rencana itu sudah disepakati dan Har setuju. Memang sih, awalnya cukup rumit karena dia menolak. Tapi pada akhirnya dia setuju karena Mas Pram mengancam dia dengan ancaman yang membuat dia patuh."

"Ancamannya apa, Kak?"

"Mas Pram akan mengambil alih PR GROUP cabang Medan dari Har kalau dia tidak mau menerima hubungan Aletha dengan Damian. Jelas dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima hubungan mereka dan merestui pernikahan keduanya," Bu Santi menjelaskan, ia menyeruput teh nya dengan anggun.

"Wahhh... itu artinya Mas Har cuma setuju karena takut dengan acaman Mas Pram, bukan karena benar-benar setuju."

"Nggak apa-apa, yang penting Aletha selamat dari perjodohan dan dinikahi Damian. Aku justru gak senang kalau melihat Aletha menikah dengan orang yang salah, sejak kecil aku sayang padanya seperti ke anak sendiri. Kamu tahu sendiri kalau aku sangat ingin punya anak perempuan, tapi anakku semuanya laki-laki. Menyayangi Aletha seperti anak sendiri membuatku gak tega dia menikah dengan orang yang salah. Aku seperti merasakan perasaan tidak rela seorang ibu," tutur Bu Santi, yang memang sangat sayang pada Aletha sejak gadis itu masih kecil.

"Terus, apa Damian beneran suka sama Aletha? Dia kan pernah ngaku kalau dia gak suka Aletha," tanya Maya lagi.

"Mungkin sekarang nggak, tapi setelah mereka menikah perasaan Damian bisa berubah. Lagipula, Aletha itu gadis yang cantik dan baik, mereka juga sudah saling mengenal sejak dulu, saling tahu watak masing-masing. Aku yakin, baik Damian maupun Aletha keduanya bisa saling melengkapi dan bisa saling mencintai setelah menikah."

"Iya sih, apalagi Aletha itu kan kelakuannya random. Nggak yakin juga kalau si Damian bakalan kuat menghadapi godaan si Aletha. Meskipun Damian punya sifat kaku, tapi kalau dipasangkan dengan Aletha, bisa jadi sifat kakunya bakalan hilang perlahan-lahan," timpal Maya.

Bu Santi tersenyum, bisa jadi apa yang dikatakan oleh Maya akan benar-benar terjadi pada putranya. Di saat keduanya sedang asyik mengobrol membicarakan tentang Damian dan Aletha, tiba-tiba Damian datang dengan wajah kusut.

Bu Santi dan Maya menatapnya dengan keheranan, sementara pria itu langsung menjatuhkan bobotnya di atas sofa di seberang mereka.

"Dam, kamu kenapa? Kok, kelihatan seperti lelah begitu?" tanya Bu Santi pada putranya.

Maya menimpali, "Iya, muka lu kayak kemeja gak di setrika. Kusut banget!"

Damian tak langsung menjawab, ia mendesah dan duduk dengan tegak dan mengusap wajahnya sedikit kasar.

"Kurang tidur, capek, kesal," jawab Damian datar.

Maya mengangkat sebelah alisnya, "Kurang tidur kenapa? Lu kayak bapak-bapak yang punya bayi aja, yang bantu bininya ngurus bayi tengah malam."

"Kurang tidur karena semalam Aletha nangis terus," jawab Damian lagi.

Bu Santi dan Maya langsung bereaksi, mereka sedikit mencondongkan tubuh ke arah Damian seolah ingin tahu ceritanya lebih banyak.

"Aletha menangis kenapa?" tanya Bu Santi.

"Jangan-jangan lu yang sakitin dia," tuding Maya sembarangan.

Damian menatap sengit padanya, tapi malas berdebat dan memilih untuk mendelik saja.

"Semalam Aletha datang ke kamarku sambil nangis, katanya Tante Agnes menghubungi dia dan kasih tahu kalau Om Hartman menampar dia karena berpihak pada Aletha dan aku. Aletha gak tega dengan apa yang ibunya alami, dia maksa untuk pulang semalam. Dia juga bilang kalau dia mau batalin pernikahan denganku karena takut ibunya di apa-apain ayahnya. Aku cegah Aletha dan aku yakinkan dia kalau semuanya akan baik-baik aja, aku janji bakal kasih tahu Papa tentang ini biar Papa yang kasih peringatan ke Om Hartman supaya gak main kekerasan lagi ke Tante Agnes," Damian menceritakan apa yang terjadi semalam dengan ekspresi menahan kekesalan pada paman sekaligus calon mertuanya.

Bu Santi dan Maya terkejut, hingga mereka menutup mulut setelah mendengar cerita Damian.

Maya berkata, "Ya Tuhan, sampai segitunya Mas Har. Jahat banget sih, anak menolak tapi istri yang jadi sasaran. Terus, Aletha sekarang gimana?"

"Aletha di rumah dan gak mau ngapa-ngapain, dia bahkan gak mau gue ajak ke kantor atau jalan-jalan. Dia mengurung diri di kamar, makanya gue tinggal ke kantor karena ada meeting penting."

"Terus, lu udah kasih tahu Mas Pram tentang ini?"

"Belum, gue belum ketemu Papa. Gue datang ke sini karena emang nunggu Papa pulang, gue pengen cerita ke Papa biar bertindak. Om Hartman gak bisa dibiarin, kasihan Tante Agnes."

Bu Santi ikut bicara, "Kasihan Agnes, dia pasti menderita punya suami seperti Hartman. Hartman itu tipe pria yang egois, berbeda dengan ayah kamu, Dam. Sifat mereka bertolakbelakang, seperti bukan kakak adik."

"Ya, makanya aku bilang kalau Om Hartman seperti bukan adiknya Papa, karena memang mereka berbeda," sahut Damian.

"Sepertinya pernikahan kamu dan Aletha harus segera dilakukan, Dam. Jika tidak dilakukan dengan segera, bisa jadi Om Hartman akan mengganggu Aletha lagi. Kalau kalian sudah menikah, dia tidak akan punya celah untuk mengganggu kalian karena kamu akan dilindungi Papa kamu."

"Ya, Ma. Sepertinya memang harus segera dilakukan, sebelum Aletha menikah Om Hartman pasti gak akan berhenti ganggu Aletha."

Bu Santi dan Maya mengangguk setuju, mereka berharap pernikahan Damian dan Aletha segera dilakukan untuk kebaikan Aletha sendiri.

Tak berselang lama, Pak Pramono datang bersama dengan Erik. Mereka bergabung duduk dengan Damian dan yang lain. Erik duduk di samping Damian dan Pak Pramono duduk di samping istri dan adik iparnya.

"Pa, aku mau Papa kasih pelajaran ke Om Hartman," Damian tanpa basa basi langsung menyampaikan keinginannya.

Pak Pramono menatapnya, "Ada apa? Kenapa Papa harus memberikan pelajaran padanya? Urusannya sudah selesai dan kalian (Damian dan Aletha) akan segera menikah."

Damian langsung menceritakan yang terjadi semalam pada Pak Pramono, agar ayahnya mengerti mengapa Damian meminta itu padanya. Pak Pramono terlihat menahan amarahnya, dia pikir sang adik tak akan berbuat sejauh itu pada istrinya sendiri.

Pak Pramono mengepalkan tangannya di atas meja. Rahangnya mengeras, matanya memancarkan kemarahan yang dalam.

"Benar-benar tidak bisa dibiarkan," ucapnya dengan suara berat dan dingin. "Dia bukan hanya menyakiti Aletha secara mental, tapi sekarang juga berani main tangan pada istrinya sendiri? Ini sudah keterlaluan."

Erik yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Jadi, apa yang akan Papa lakukan? Sepertinya Om Hartman agak kasar."

"Bukan agak lagi, tapi dia memang kasar. Dia Bernai menampar anaknya sendiri karena menolak perjodohan," timpal Pak Pramono.

Pak Pramono menarik napas panjang sebelum berkata lagi, "Aku akan menemuinya langsung. Hartman harus tahu batasnya. Kalau dia masih berani menyakiti Agnes atau mengganggu Aletha, aku tidak akan segan-segan mengambil tindakan lebih tegas."

Damian mengangguk setuju. "Itu yang aku harapkan, Pa. Aku gak bisa diam aja sementara Aletha terus-terusan dihantui rasa takut, semalaman dia menangis, dia takut ibunya kenapa-kenapa."

Maya yang mendengar percakapan itu ikut merasa geram. "Sejujurnya, aku masih gak habis pikir ada pria yang tega nyakitin istri sendiri, apalagi hanya gara-gara urusan sepele seperti perjodohan. Aletha kan sudah dewasa, dia berhak memilih calon suami yang dia inginkan."

Bu Santi menghela napas berat. "Itulah Hartman. Dia selalu menganggap dirinya berkuasa atas istri dan anaknya. Agnes sudah bertahan cukup lama dalam pernikahan mereka, dan ini saatnya dia sadar kalau dia gak bisa terus hidup dalam bayang-bayang suaminya."

Pak Pramono menatap Damian dengan penuh ketegasan. "Kamu jaga Aletha baik-baik. Jangan biarkan dia merasa sendirian dalam situasi ini. Jangan biarkan dia pulang, itu hanya akan membuat Hartman menguasai dia lagi."

"Aku tahu, Pa," jawab Damian mantap. "Aletha adalah tanggung jawabku sekarang."

Pak Pramono kemudian menatap Erik. "Aku mau kamu ikut denganku. Kita akan menemui Hartman sekarang."

Erik mengangguk patuh. "Baik, Pa."

Damian juga bangkit dari tempat duduknya. "Aku ikut."

"Tidak," Pak Pramono menahan Damian. "Kamu pulang saja dan jaga Aletha. Aku yang akan mengurus ini."

Damian sempat ingin membantah, tapi melihat sorot mata ayahnya yang tegas, ia akhirnya mengalah. "Baiklah, Pa. Tapi tolong, jangan biarkan Tante Agnes terus disakiti. Kalian bisa buat Om Hartman berjanji hitam di atas putih agar dia gak berani menyakiti istri dan anaknya lagi."

Pak Pramono hanya mengangguk sebelum mengambil kunci mobilnya. Erik mengikutinya dari belakang, dan tak lama kemudian, keduanya pergi meninggalkan rumah.

Bu Santi menatap Damian dengan ekspresi cemas. "Semoga ini bisa menyelesaikan masalah."

Damian hanya bisa menghela napas. Lalu setelah itu Damian pamit pada ibu dan tantenya untuk pulang, ia khawatir dengan keadaan Aletha di rumah.

*****

Damian berdiri di ambang pintu kamar Aletha, menatap gadis itu yang sedang tidur siang. Wajahnya tampak lelah, kelopak matanya sedikit bengkak, mungkin karena terlalu banyak menangis semalam. Aletha yang biasanya menyebalkan dengan sikap random dan cerianya, kini hanya terdiam dan terlihat rapuh.

Damian menghela napas pelan sebelum melangkah masuk. Ia berjalan mendekat ke tempat tidur dan berdiri di sisi ranjang, memperhatikan napas Aletha yang teratur. Gadis itu tidur dalam posisi meringkuk, tangannya menggenggam ujung selimut seperti sedang mencari rasa aman.

Biasanya, Damian selalu merasa kesal setiap kali Aletha melakukan sesuatu yang di luar dugaan. Namun kali ini, ia justru merasa ada yang hilang—sosok Aletha yang berisik, yang selalu membuatnya frustrasi dengan celotehannya, kini hanya diam dan tenggelam dalam kesedihan.

Damian duduk di tepi tempat tidur, tangannya tanpa sadar terulur, hendak menyentuh rambut Aletha. Namun ia urungkan niatnya dan hanya menarik napas panjang.

"Rasanya aneh kalau kamu diam begitu, Al. Kapan kamu ceria lagi?" gumamnya lirih.

Seolah mendengar suara itu, Aletha menggeliat kecil sebelum perlahan membuka matanya. Damian langsung menarik tangannya dan menegakkan punggungnya, bersiap jika gadis itu akan mengusirnya seperti tadi pagi.

Namun Aletha hanya menatapnya dalam diam, matanya masih tampak mengantuk. Tidak ada tatapan menyebalkan atau ekspresi jahil seperti biasanya.

Damian menunggu, tetapi gadis itu tetap tak bicara.

"Apa kamu masih kepikiran soal Tante Agnes?" tanya Damian akhirnya.

Aletha tidak langsung menjawab. Ia hanya menghela napas pelan sebelum berkata, "Aku gak tahu harus gimana, Damian…"

Nada suaranya terdengar lirih, nyaris seperti bisikan. Damian yang biasanya kesal dengan sikap manja Aletha, kali ini justru merasa ada sesuatu yang menghimpit dadanya.

"Papa lagi urus semuanya," kata Damian, berusaha menenangkan. "Om Hartman gak akan bisa seenaknya lagi."

Aletha hanya menatapnya, lalu menunduk. "Aku takut, Dam… Aku gak mau Mama disakiti lagi."

Damian diam sejenak, lalu akhirnya mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Aletha. Gadis itu sedikit tersentak, tetapi tidak menepisnya.

"Udah, jangan sedih lagi," ucap Damian pelan. "Papa dan Bang Erik pasti bisa menangani Papa kamu."

Aletha menatapnya, matanya berkaca-kaca, tapi ia tidak menangis seperti semalam. Hanya saja, genggamannya pada tangan Damian sedikit mengerat, seolah mencari pegangan di tengah ketakutannya.

"Maaf ya, aku terlalu banyak merepotkan keluarga kamu," ucap Aletha sungkan.

"Jangan dipikirkan, aku punya 4 anggota keluarga laki-laki di rumah termasuk aku. Kita semua bisa menjadi garda terdepan buat kamu."

Aletha perlahan tersenyum, Damian sedikit lega. Gadis itu bangkit dari tidurnya dan pergi ke kamar mandi, Damian masih di sana untuk memastikan Aletha baik-baik saja.

Tapi...

BRUKKK!

"ALETHA!"

BERSAMBUNG...

1
amilia amel
duhhhh gedeg banget sama si Bella, masih merasa sok karena dia pikir Damian masih begitu mencintainya
padahal Damian sudah menemukan pelabuhannya
amilia amel
nanti kalo ketemu Bella lagi kamu berubah pikiran lagi....
selesaikan dulu masa lalumu dam
amilia amel
tenangkan dirimu ale.... pergilah untuk mengobati hatimu dulu
amilia amel
sabar ya Aletha, kalo Bella pake cara licik untuk mendapatkan damian kembali
kamu harus menggunakannya cara yang lebih licik tapi elegan untuk menjaga Damian yang sudah jadi milikmu
amilia amel
duh sweet banget Damian, walaupun belum sepenuhnya mengakui perasaannya pada Aletha
amilia amel
pasti sebagai perempuan apalagi istri, sedih sekali dengan kalimat seperti itu apalagi yang mengucapkannya sang suami
amilia amel
awas ketagihan lho Dam....
amilia amel
gak sabar saat Aletha tau kalo Damian laki-laki normal
amilia amel
ceritanya bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!