Avica gadis muda yang baru lulus pendidikan SMA itu baru saja turun dari sebuah bus. Ia memilih untuk pergi ke ibu kota karena ingin mencari pekerjaan supaya bisa membantu orang tuanya.
"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga" Ucapnya
Kemudian ia berjalan mencari tempat untuk istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan untuk mencari kost-kostan.
Setelah dirasa cukup untuk istirahat Avica berjalan untuk mencari angkutan. Ketika berjalan ia tidak sengaja melihat anak kecil yang sedang menangis sendirian di seberang jalan tanpa ada orang tua disampingnya.
Kemudian Avica memilih untuk menyeberangi jalan tersebut untuk menolongnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rismaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab10
Sesampainya di rumah sakit Abizar langsung turun lalu menggendong putrinya membawanya masuk kedalam rumah sakit.
"Suster..susterr tolong anak saya!" Saking khawatirnya Abizar ia sedikit berteriak untuk memanggil perawat supaya cepat memberi penanganan untuk putrinya.
Kemudian beberapa perawat menghampiri sambil membawa brankar. Lalu Abizar menidurkan putrinya dibrankar tersebut. Dan perawat pun membawanya kedalam ruang UGD.
"Mohon maaf, anda harus menunggunya diluar, tuan." Ujar salah satu perawatan kepada Abizar.
Tapi Abizar ngotot ingin ikut masuk. "Tidak bisa, saya harus menemani putri saya." Jawab Abizar memaksa.
"Tidak bisa tuan. Ini sudah peraturan kami. Agar dokter bisa memeriksa nya dengan tenang." Ujar perawatan itu lagi, lalu menutup pintunya.
Abizar sangat khawatir pada putrinya. Ia hanya bisa mondar mandir di depan UGD sambil menunggu hasil pemeriksaan dari dokter. Sedangkan Avica, gadis itu memilih untuk duduk saja sambil mendoakan Alula yang sedang ditangani dokter. Tak berapa lama dokter pun keluar dari dalam dokter, Abizar langsung menghampiri dan menanyakan keadaan putrinya.
"Bagaimana dengan putri saya, dokter?" Tanya Abizar tidak sabar.
"Anak anda dehidrasi tuan, dia kekurangan cairan dan nutrisi. Saya sudah menyuntikkan vitamin agar kondisinya segera membaik. Sebentar lagi putri anda akan siuman." Jelas sang dokter.
"Baiklah. Terima kasih dokter. Apakah saya boleh masuk melihat anak saya." Ucap Abizar.
"Sama-sama tuan. Silahkan jika tuan ingin menjenguknya. Kalau begitu saya permisi dulu." Pamit dokter tersebut kepada Abizar.
Abizar pun masuk untuk melihat keadaan Alula. Sedangkan Avica, ia tidak berani ikut masuk karena takut tuannya masih marah.
"Alula sayang, bangun lah nak." Ucap Abizar sambil mengelus kepala putrinya.
Tak lama kemudian Alula mulai menggerakkan kelopak matanya mengerjap-ngerjapkannya.
"Mama Ica." Panggil Alula lirih.
"Sayang kamu sudah sadar, nak? Mana yang sakit sayang?" Tanya Abizar pada sang putri.
"Mama Ica dimana, pa?" Bukannya menjawab pertanyaan sang papa Alula justru menanyakan keberadaan Avica.
"Mama Ica diluar sayang. Sebentar papa panggilkan dulu ya." Jawab Abizar lalu keluar untuk memanggil Avica.
Sesampainya didepan pintu Abizar langsung memanggi Avica. "Avica." Panggilnya.
Avica pun menoleh "Iya tuan."
"Kemarilah, Alula memanggilmu." Ucap Abizar menyuruh Avica untuk ikut masuk dengannya.
Avica pun menurut saja, ia mengikuti Abizar untuk masuk kedalam menemui Alula.
"Alula kamu sudah sadar, nak? Apakah ada yang sakit sayang" Tanya Avica saat menghampiri Alula. Ia juga sama khawatir nya dengan Abizar.
"Kepala Alula pusing, ma." Ucap anak itu.
"Alula harus banyak-banyak istirahat ya, biar cepat sembuh." Ucapnya penuh sayang.
"Iya ma. Mama temani Alula di sini ya." Pinta Alula pada Avica.
"Iya sayang, mama akan temani Alula sampai sembuh." Jawab Avica sungguh-sungguh. Avica tidak menyadari jika percakapan mereka di saksikan oleh Abizar. Abizar yang menyaksikan percakapan antara Avica dan putrinya membuat hatinya menghangat.
"Khemm." Suara Abizar supaya menyadarkan Avica jika dirinya juga ada disampingnya. "Alula sayang, lain kali jangan sampai telat makan lagi ya. Papa khawatir kalau Alula sakit seperti ini." Ucap Abizar.
"Alula marah sama papa." Gadis kecil itu tidak menanggapi ucapan papanya, dia malah mengeluarkan isi hati nya.
"Kenapa begitu sayang, Alula tidak boleh begitu sama papa ya." Ujar Avica menasehati Alula yang sedang merajuk dengan papanya.
"Karena papa tidak mau menuruti keinginan ku, ma. Padahal papa sudah janji sama Alula." Keluh anak itu.
"Siapa bilang papa tidak mau menuruti keinginan Alula. Papa kan belum menjawabnya, nak." Ucap Abizar menjelaskan. "Alula harus sembuh dulu ya, nanti kita bicarakan lagi." Ucapnya lagi.
"Tidak mau. Papa sudah janji sama Alula, jadi papa harus menepatinya." Anak itu benar-benar merajuk kepada sang papa.
Huftt "Baiklah, papa akan menepati janji papa sama Alula." Ucap Abizar sungguh-sungguh. Avica yang berada disampingnya pun kaget mendengar penuturan Abizar. Tetapi ia hanya bisa diam, karena ia tidak bisa protes didepan Alula.
"Benarkah? Papa tidak bohong?" Tanya anak itu antusias.
"Iya sayang. Tapi Alula harus cepat sembuh dulu ya." Jawab Abizar meyakinkan anaknya.
"Alula sudah sehat pa. Mari kira pulang." Ucap Alula saking bahagianya.
"Sebentar sayang, kita tunggu om dokternya priksa Alula dulu ya. Nanti kalau Alula sudah benar-benar sehat kita pulang." Jelas Abizar pada sang putri.
"Baik pa." Jawab Alula. Lalu pandangannya ia alihkan pada Avica. "Mama Ica mau kan jadi mama Alula?" Tanyanya pada Avica.
Avica bingung harus menjawab apa. Binar bahagia sangat terpancar dari wajah anak itu. Sehingga Avica tidak mau mengecewakannya.
"Iya, mama mau sayang." Jawabnya. Avica memang tidak mencintai Abizar. Bukannya tidak cinta, hanya saja ia belum mencintainya. Tapi ia ingin membahagiakan Alula.