NovelToon NovelToon
Ku Dapat Dudamu

Ku Dapat Dudamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: housewife

Dalam perjalanan pulang dari kantor Sheryl tiba-tiba bertemu dengan cinta monyetnya waktu SMA yang pernah membuatnya patah hati, tapi ternyata dia sudah punya anak. Akankah cinta itu tumbuh lagi setelah 10 tahun berlalu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon housewife, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siapa kamu

"Tidak! Jangan Lusi!" Teriak Darmawan dari dalam kamar yang terkejut dan panik melihat putrinya sudah berdiri di atas tembok balkon yang menghadap ke halaman belakang. Tapi Lusi tidak mau mendengarkan.

"Tenang... tenang Om, biar saya saja!" cegah Bimo.

  Bimo bejalan perlahan ke arah balkon mendekati Lusi dari belakang.

"Lusi ayo turun, bunuh diri itu dosa loh, memangnya kamu tidak kasihan sama Papa kamu? Jangan melakukan hal konyol, nyawamu terlalu berharga untuk orang yang sudah mengkhianati kamu.", bujuk Bimo.

"Siapa kamu berani ikut campur? Kamu nggak ngerti apa-apa, PERGI !!" Bentak Lusi.,

'Gawat ini,aku harus bertindak cepat', gumam Bimo dalam hati, dia pun menghitung dalam hati.

'Satu...dua...tiga!

Bimo pun langsung menarik tubuh Lusi ke bawah dan mereka pun terjatuh bersama ke lantai balkon. Tubuh Bimo tertindih oleh Lusi. Lusi pun mengangkat kepalanya dan menatap wajah Bimo mereka pun saling bertatapan sejenak. Bimo melihat wajah Lusi yang pucat, lingkaran matanya yang gelap, bibirnya yang kering serta tubuhnya yang kurus. Begitu sadar Lusi bangun dari posisinya yang berada di atas tubuh Bimo.

"Siapa kamu!? Kenapa kamu ada di kamarku!?Pergi kamu! PERGI!....Haaa....." teriak Lusi yang kemudian menangis berlutut.

"Lusi....sudahlah kenapa kamu lakukan ini?" tanya Darmawan sambil membantu Lusi berdiri, lalu membawanya keluar kamar menuju ruang tengah.

Rendi dan Bimo dan Tono ikut keluar dari kamar. Lusi masih menangis. Darmawan mendudukkannya di sofa. Bimo meminta pada Tono agar membawakan segelas air untuk Lusi. Tak lama kemudian Tono datang dengan segelas air dan memberikannya pada Darmawan.

"Minumlah dulu Nak." kata Darmawan sambil meminumkannya air.

"Assalamu'alaikum" ucap seseorang yang datang yang ternyata adalah Mamanya Lusi yang bernama Desi. Dia baru saja sampai setelah pergi ke toko kue bersama pembantunya karena dikabarkan akan ada tamu.

"Ada apa ini? Lho ini Pak Rendi dan Bimo ya?" tanya Desi.

"Iya betul." jawab Rendi.

"Anak Ibu mencoba lompat dari balkon.", jelas Bimo.

"Astaga Lusi... Yang benar saja Nak!, kenapa kamu begitu ingin mengakhiri hidup kamu, hah?" tanya Desi tersedu ikut merangkul anaknya.

"Rendi,Bimo maaf ya atas ketidaknyamanan ini, kalian ke sini untuk bertamu tapi malah ikut repot." ucap Darmawan.

"Tidak apa-apa yang penting anak kamu selamat." jawab Rendi.

"Padahal tadi waktu saya tinggal Lusi sedang tidur. Saya tidak menyangka bakal begini." ucap Desi. "Pak Rendi, Nak Bimo kami bukannya tidak berbuat apa-apa tapi kalian lihat sendiri baru sebentar kami lengah dia sudah berbuat nekat, kami juga tidak bisa terus menerus 24 jam menjaganya." lanjut Desi.

"Lusi kamu tidak boleh seperti itu Nak, kasihan orang tua kamu." Ucap Rendi.

Lusi masih terisak. Melihat hal itu tiba-tiba Bimo buka suara.

"Om, Tante maaf sekali jangan tersinggung, sepertinya anak Om ini harus di bawa ke psikiater." Ucap Bimo.

"Bimo! ngomong apa kamu!?" bentak Rendi berbisik.

"Heh! jangan ngaco ya saya nggak kenal kamu! Saya nggak gila!" teriak Lusi

"Tenang Lusi kamu jangan teriak-teriak. Bimo apa maksud kamu ngomong seperti itu? Anakku tidak gila!" jawab Darmawan tegas.

"Yang bilang dia gila siapa? tidak selalu yang pergi ke psikiater itu orang gila Om, orang yang depresi juga bisa minta bantuan ke spesialis kejiwaan." jelas Rendi.

Lalu Lusi mulai bereaksi atas apa yang dikatakan Bimo. Lusi menggelengkan kepalanya menatap Mamanya seolah mengatakan "tidak mau". Bimo yang memperhatikan hal tersebut langsung memberi isyarat kepada Darmawan dengan kedipan bahwa dia hanya menakut-nakuti anaknya.

Darmawan pun langsung paham dan ikut permainan Bimo.

Tidak lama kemudian sang pembantu membawakan suguhan untuk tamu.

"Silakan di minum dulu Nak Bimo, Rendi." Ucap Darmawan.

"Iya terimakasih." ucap Bimo.

Lalu Bimo dan Rendi menyisip sedikit minumannya. Darmawan melanjutkan pembicaraan.

"Oh jadi menurut kamu begitu ya? Apa sungguh anakku ini benar-benar membutuhkan Psikiater?" Tanya Darmawan pura-pura serius.

"Kalau menurut saya iya Om. Biasanya dokter akan memberikan suntikan obat penenang pada pasien yang agresif yaitu pasien yang teriak-teriak, atau mengamuk ,yah seperti itu kira-kira Om. Kalau Om setuju, saya punya teman dokter SpKJ. Dulu kami satu kampus tapi beda jurusan." ujar Bimo.

"Tutup mulut kamu!" Bentak Lusi pada Bimo. "Pa tidak pa jangan bawa aku ke sana..." pinta Lusi.

"Maaf Nak sepertinya Papa harus mempertimbangkan ucapan Bimo." jawab Darmawan.

"Nak Bimo apa tidak ada cara lain? anak Tante ini sangat takut jarum suntik. Kalau mau divaksin saja dia harus dipegangi tiga orang. " Ungkap Desi cemas.

"Maaf Tante hanya itu yang bisa saya sarankan, selebihnya itu terserah Om dan Tante." ujar Bimo.

"Nggak! Ma usir dia dari sini!" bentak Lusi.

"Lusi, itu tidak sopan Nak." ujar Darmawan.

Bimo isyarat pada Papanya dengan maksud mengajak pulang dan Rendi pun mengangguk.

"E... Wan kalau begitu aku pamit dulu, silakan kamu tenangkan anakmu dulu. Mungkin dia belum nyaman dengan kehadiran orang lain, maaf juga bila ada kata-kata anakku yang menyinggung. Ucap Rendi.

"Aku yang harusnya minta maaf atas ketidaksopanan anakku bahkan kami jadi tidak sempat menjamu kalian." Ucap Darmawan.

"Jangan khawatir kan masih bisa lain kali" ujar Rendi.

"Kami pulang dulu ya Om, Tante, assalamu'alaikum." ucap Bimo.

"Wa'alaikumsalam salam." balas Darmawan dan Desi.

***

Setelah Rendi dan Bimo pulang, Desi bertanya kepada Darmawan.

"Pa, apa Papa yakin mau membawa Lusi ke psikiater? Apa kata orang nanti kalau tahu anak kita berobat ke psikiater apa Papa nggak malu?" tanya Desi cemas.

Darmawan pun memberikan kode pada Desi agar ikut permainannya. Desi yang awalnya bingung melihat suaminya mengedipkan sebelah mata akhirnya paham.

"Kenapa kamu memikirkan kata-kata orang lain? Kalau ini demi kebaikan anak kita, why not?" ucap Darmawan sok serius.

"Jangan Pa, kenapa Papa tega mau bawa aku ke sana....?" rengek Lusi sambil terisak.

"Lusi mama mohon dengarkan Papa sama Mama ya ini untuk kebaikan kamu." dukung Desi.

"Kamu bilang Papa tega, kamu sendiri juga tega membuat Papa dan Mama menderita memikirkan kamu. Apa kamu nggak kasian sama Papa Mama? Kami ini sudah tua kalau terlalu banyak yang dipikirkan bisa jadi penyakit, kamu mau Papa Mama jatuh sakit?"

"Ngga Pa..." jawab Lusi.

"Apa sih hebatnya laki-laki itu sampai kamu mau bunuh diri hah? "tanya Darmawan.

Lusi terdiam.

"Jawab! Tegas darmawan

"Di...dia cinta pertama aku, dan dia juga pernah bilang ingin melamar aku...tapi kemudian aku melihat dia jalan dengan sahabat ku sendiri. Dia memutuskan aku di depan sahabatku, hatiku sangat sakit Pa....hiks....Ng..."

"Dasar laki-laki brengsek, laki-laki pengecut!" umpat Desi kesal mendengarnya.

"Ya sudah! Sekarang kamu janji sama Papa dan Mama kalau kamu akan melupakan si brengsek itu. Janji kalau kamu akan berubah. Kalau tidak, terpaksa Papa akan bawa kamu ke psikiater.

"Iya, aku janji." jawab Lusi mengangguk.

...----------------...

1
Getoutofmyway
Ceritanya bikin merinding, ga bisa lepas ya!
Almendra Acevedo
Cerita ini bikin ketagihan, thor. Cepetan update lagi ya! 🤤
KnuckleBreaker
Gak bisa dijelaskan dengan kata-kata betapa keren penulisan cerita ini, continue the good work!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!