NovelToon NovelToon
Menggapai Langit Tertinggi

Menggapai Langit Tertinggi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi Timur / Kebangkitan pecundang / Romantis / Epik Petualangan / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:610.3k
Nilai: 4.7
Nama Author: DANTE-KUN

Jiang Shen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, hidup di tengah kemiskinan bersama keluarganya yang kecil. Meski berbakat dalam jalan kultivasi, ia tidak pernah memiliki sumber daya ataupun dukungan untuk berkembang. Kehidupannya penuh tekanan, dihina karena status rendah, dan selalu dipandang remeh oleh para bangsawan muda.

Namun takdir mulai berubah ketika ia secara tak sengaja menemukan sebuah permata hijau misterius di kedalaman hutan. Benda itu ternyata menyimpan rahasia besar, membuka pintu menuju kekuatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sejak saat itu, langkah Jiang Shen di jalan kultivasi dimulai—sebuah jalan yang terjal, berdarah, dan dipenuhi bahaya.

Di antara dendam, pertempuran, dan persaingan dengan para genius dari keluarga besar, Jiang Shen bertekad menapaki puncak kekuatan. Dari remaja miskin yang diremehkan, ia akan membuktikan bahwa dirinya mampu mengguncang dunia kultivasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29 : Pil Awet Muda

Langkah Jiang Shen terasa lebih ringan daripada biasanya saat ia memasuki penginapan mewah yang sudah beberapa minggu mereka tempati. Aroma kayu tua dan hangatnya suasana begitu kontras dengan hiruk pikuk arena turnamen yang baru ia tinggalkan. Begitu membuka pintu, ia langsung melihat ibunya, Jiang Yun, duduk di kursi rotan dekat jendela dengan wajah lembut namun pucat.

“Shen’er … kau sudah pulang.” Senyum tipis tersungging di wajah Jiang Yun, meskipun matanya sedikit merah, tanda bahwa ia cemas menunggu.

Jiang Shen menghampiri dengan cepat, berlutut di samping kursi ibunya, lalu menggenggam tangannya.

“Ibu … aku sudah berhasil. Dan sekarang, aku ingin kita mewujudkan impianmu.”

Jiang Yun sempat terdiam. “Impian …?”

Senyum Jiang Shen melebar, matanya berbinar penuh tekad.

“Iya. Membeli rumah di kota ini. Membuka kedai makan, agar ibu bisa hidup tenang tanpa harus selalu khawatir tentang uang. Kita akan punya tempat yang bisa kita sebut rumah, bukan sekadar gubuk reyot.”

Jiang Yun menutup mulutnya dengan tangan, matanya mulai berkaca-kaca. Hatinya bergetar hebat. “Shen’er … apa kau sungguh—?”

Namun sebelum ibunya sempat menyelesaikan kalimatnya, Jiang Shen langsung menariknya berdiri. “Ayo, Ibu. Kita pilih rumah sekarang juga.”

Mereka berjalan menyusuri jalan-jalan Kota Jinan. Dengan uang kemenangan yang ia simpan, Jiang Shen akhirnya menemukan sebuah rumah dua lantai di pusat kota. Tidak terlalu besar, tapi hangat dan nyaman, dengan halaman kecil di sampingnya yang cocok untuk dijadikan kedai makan. Harga rumah itu 60 koin emas, dan tanpa ragu ia langsung membayarnya tunai.

“Mulai hari ini … ini rumah kita, Ibu.” ucap Jiang Shen dengan suara penuh kebanggaan.

Jiang Yun menatap bangunan sederhana tapi kokoh itu. Matanya basah, tubuhnya bergetar. Ia mengusap pipinya yang mulai dipenuhi air mata. Seumur hidupku … aku tak pernah membayangkan bisa memiliki rumah sendiri, apalagi di pusat kota …

Namun Jiang Shen tidak berhenti di situ. Ia mengajak ibunya ke pasar, membeli berbagai perabotan baru—meja kayu yang hangat, kursi empuk, tungku besi yang kokoh, hingga tirai sutra sederhana untuk mempercantik jendela. Ia bahkan memilihkan kamar untuk ibunya di lantai bawah agar lebih mudah beristirahat, sementara kamarnya sendiri ada di lantai atas.

Beberapa hari kemudian, kedai kecil di samping rumah itu pun berdiri. Aroma masakan mulai tercium, dan wajah Jiang Yun tampak bersinar setiap kali ia duduk di dapur barunya, melihat pengunjung kecil-kecilan yang mampir.

Namun di balik kebahagiaan itu, Jiang Shen tidak bisa menyingkirkan rasa cemas yang membebani hatinya. Ia tahu kebenarannya.

Lewat warisan ingatan Hun Zhen, ia menemukan bahwa penyakit ibunya bukanlah penyakit biasa. Di usia lima puluh tahun, tubuh Jiang Yun memang terlihat semakin rapuh. Tapi lebih dari sekadar tubuh yang menua, penyakit itu perlahan-lahan mengikis jiwanya. Napasnya pendek, tenaganya cepat habis, dan jika dibiarkan … Jiang Yun tidak akan mampu bertahan lebih dari dua tahun.

Malam itu, Jiang Shen berdiri sendirian di depan tungku baru yang ia beli, matanya berkilat penuh tekad.

“Sesepuh Hun Zhen benar … hanya Pil Awet Muda yang bisa menyelamatkan Ibu. Dan aku … aku akan menepati janjiku. Tidak peduli betapa sulitnya, aku pasti akan membuatnya.”

Tangannya mengepal erat, giginya terkatup kuat. Dalam hatinya ia teringat wajah lembut ibunya yang tadi siang menangis bahagia saat mereka menata rumah baru. Ia tak sanggup membiarkan senyum itu padam.

Di kamar bawah, Jiang Yun berbaring, menatap langit-langit dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan. Matanya masih merah, tapi kali ini bukan karena cemas, melainkan bahagia. “Shen’er … anakku … kau benar-benar membuat impian Ibu jadi nyata…” bisiknya lirih. Namun batinnya juga dipenuhi kekhawatiran yang tidak ia ungkapkan—ia tahu tubuhnya semakin lemah.

Sementara itu, di lantai atas, Jiang Shen duduk bersila, menatap tungku alkimia yang baru saja ia letakkan di kamarnya. Ia mengusap permukaan dingin besi itu dengan tangan gemetar namun penuh tekad.

“Ibu … aku janji, aku akan melawan takdirmu. Aku tidak akan membiarkan penyakit itu merenggutmu. Mulai hari ini, aku akan membuat Pil Awet Muda, tidak peduli apapun harganya.”

Cahaya bulan menembus jendela, menerangi wajah Jiang Shen yang dipenuhi tekad. Di matanya, hanya ada satu hal: melindungi ibunya, meski seluruh dunia menjadi lawannya.

...

Malam itu, kamar Jiang Shen di lantai dua rumah barunya hanya diterangi cahaya redup dari lampu minyak. Bau herbal dan ramuan memenuhi udara, bercampur dengan aroma hangat kayu rumah yang baru saja mereka beli. Di meja kayu sederhana, sebuah tungku alkimia hitam mengeluarkan panas yang berdenyut, seolah bernapas dengan ritme Jiang Shen sendiri.

Jiang Shen duduk bersila, wajahnya pucat, matanya dipenuhi tekad. Di depannya, bahan-bahan langka yang ia dapat dari hadiah turnamen tertata rapi: kelopak Bunga Jiwa, akar Seribu Tahun, esensi daun Giok Perak, dan tetesan madu spiritual. Semua itu hanya cukup untuk satu kali percobaan—gagal sekali berarti segalanya berakhir.

“Aku tidak boleh gagal … demi ibu,” gumamnya lirih, menggenggam erat tangannya yang sedikit gemetar.

Dengan ingatan Hun Zhen yang mengalir di dalam benaknya, dia mulai menyalurkan kekuatan jiwanya ke tungku. Api spiritual menyala, biru bercampur keemasan, menari liar di bawah tungku. Setiap bahan yang masuk harus melalui urutan yang presisi. Jiang Shen mengatur napasnya, keringat mulai bercucuran meski api belum benar-benar menyentuh tubuhnya.

Ketika dia memasukkan kelopak Bunga Jiwa, tiba-tiba tungku bergetar keras. Jiang Shen merasakan serangan balik—jiwanya seperti ditarik, diremas, lalu dipelintir. Rasa sakit menusuk kepalanya, membuat pandangannya berkunang-kunang. Mulutnya terbuka, darah segar menyembur keluar dan menodai lantai.

Namun dia tidak berhenti. Dengan gigi terkatup rapat, Jiang Shen menyalurkan kembali energi jiwanya, menstabilkan nyala api. “Tidak … aku tidak akan berhenti … meski harus hancur di sini!”

Tetesan demi tetesan keringat jatuh, bercampur dengan darah yang menetes dari bibirnya. Tangannya bergetar hebat saat menambahkan akar Seribu Tahun, lalu daun Giok Perak. Tubuhnya gemetar, wajahnya semakin pucat pasi. Jiwanya terasa seperti terbakar habis, seolah dirinya digiling perlahan oleh kekuatan tak terlihat.

Sesaat, kesadarannya hampir pudar. Gambar wajah ibunya terlintas di pikirannya—senyum lemah, tubuh yang ringkih, tangan yang gemetar ketika mengelus pipinya. Seketika api di dalam dirinya menyala kembali. Dengan sisa kekuatan terakhir, Jiang Shen mengendalikan tungku itu, menyalurkan semua kekuatan jiwa yang tersisa.

Api spiritual mendidih, ruangan berguncang hebat seakan hendak runtuh. Tungku bergetar, mengeluarkan suara nyaring yang memekakkan telinga. Saat semua bahan menyatu, sebuah cahaya lembut berwarna keperakan perlahan keluar dari tungku. Aroma harum memenuhi kamar, menenangkan sekaligus membangkitkan vitalitas.

“Berhasil …” bisik Jiang Shen, bibirnya melengkung tipis, matanya berkaca-kaca.

Dia mengangkat tangan dengan sisa tenaga yang nyaris habis, membuka tungku dan melihat sebuah pil bulat bercahaya lembut—Pil Awet Muda Tingkat 3. Cahayanya menenangkan, seakan membawa kehidupan baru.

Jiang Shen meraih pil itu dengan kedua tangannya, menatapnya lama. Air mata jatuh tanpa ia sadari. “Ibu … aku berhasil …”

Namun tubuhnya sudah tak mampu lagi menahan beban. Pandangannya gelap, lututnya melemah. Tubuhnya ambruk ke lantai, darah terakhir keluar dari mulutnya. Dia pingsan, seluruh jiwa dan raganya terkuras habis.

Di meja kayu itu, pil yang baru tercipta masih memancarkan cahaya lembut, seolah melindungi Jiang Shen yang kini tergeletak tak sadarkan diri, tubuhnya penuh peluh, darah, dan penderitaan—namun hatinya tenang, karena ia tahu perjuangannya tidak sia-sia.

1
Eva
MC terlalu lambat...ada kesempatan formasi udah retak bukannya lanjut bertindak tapi malah diem bae...😅
Eva
ada sesuatu dari dalam dirinya yang bangkit...suara jantung DUUMM DUMM DUUMM...awakening kebangkitan Joy Boy...😅😅
Akira
ada xueyin baru seru gwa bacanya🤣
Akira
ada xueyin,asikkk. gak ada, gak asyik wkwkwk
Ardi Provision
eeehh nanyak, kamu bertanya tanya 😁😁
Akira
yahhh aku izinkan Jiang shen nambah satu cewek, hanya satu aja
Ardi Provision
lah pakai nanya lagi, petinju profesional saja kena tinju gak pernah nanya padahal mereka bukan kultivator 😂😂
Ardi Provision
18 tahun, waktu dia ikut turnamen masih 17 tahun
Ardi Provision
mc dari awal kurang kerjaan membantu orang seperti ini dibuat seperti budak, hancur pun klan Han apa rugi buat mc
Ardi Provision
cari penyakit
Aloy Winaryo
mantap
Ardi Provision
ikan berenang di udara, kalau sempat semua ikan pindah kedaratan bisa bahaya 😂😂😂
Ardi Provision
goblok mc ini mau aja diperintahkan oleh orang yang lebih lemah
Ardi Provision
semua harta diinginkan lalu mc makan angin
Ardi Provision
untuk apa pakai topeng kalau musuh bertanya langsung buka penyamaran, hadeuh thoor
Aloy Winaryo
kejar
Ardi Provision
cincin dia puluh orang lain nya kan ada kenapa gak diambil?
Aloy Winaryo
bagi
Aloy Winaryo
maju
Aloy Winaryo
kuat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!