Spinoff The Lost Emir
Nandara Blair, pembalap MotoGP dari tim Ducati, tanpa sengaja menabrak seorang gadis saat menghindari seekor kuda yang lari. Akibatnya, Wening Harmanto, putri duta besar Indonesia untuk Saudi Arabia yang sedang berlibur di Dubai, mengalami kebutaan. Nandara yang merasa bersalah, bersedia bertanggung jawab bahkan ikhlas menjadi mata bagi Wening. Bagaimana kisah antara Emir Blair dan seorang seniman tembikar yang harus kehilangan penglihatannya?
Generasi Ketujuh Klan Pratomo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Wening
"Kamu membutuhkan sesuatu?" tanya Nandara saat mengantarkan Wening ke kamar tidurnya.
"Aku ... Bolehkah aku minta tanah liat?" Wening menatap Nandara tapi mata coklat itu pun tampak kosong.
"Kamu mau buat tembikar?"
Wening mengangguk. "Aku tidak mungkin diam saja di kamar kan Nanda. Kedua orang tua aku juga paling masih sibuk hingga dua Minggu ke depan. Apakah boleh?"
"Peralatan lengkap? Lengkap dengan tungku pembakaran?"
Wening menggeleng. "Cukup tanah liat, meja putar, meja yang kuat, penggiling dan mangkok buat air. Tidak usah pakai tungku. Aku hanya butuh latihan agar tidak kaku tangan aku. Tungku itu mahal, Nanda. Aku saja di London, numpang bakar di kampusku."
"Serius tidak mau tungku?"
"Nanda, apa kamu lupa aku tidak bisa melihat?" ucap Wening pelan.
Nandara terdiam. "Iya, Wening. Maaf ...."
"Bukan apa-apa Nanda. Nanti tanganku bisa terbakar bukan?" senyum Wening berusaha menenangkan Nandara.
"Iya. Maaf aku lupa soalnya kamu tidak seperti orang yang kehilangan indera penglihatan. Kamu bisa tahu dimana suara orang berada jadi ... Ya aku lupa kalau kamu ...."
"Kan aku sudah bilang. Satu indera terganggu, indera yang lain lebih bisa optimal," potong Wening.
'Oke. Permintaan kamu akan aku penuhi. Nanti biar di taman belakang saja. Kamu akan merasakan udara yang segar disana jadi lebih menikmati."
Wening tersenyum. "Terima kasih Nanda."
Nandara tersenyum tapi dia tahu Wening tidak bisa melihat.
"Kamu tersenyum," ucap Wening yang digandeng Nandara karena Habibah sudah istirahat.
"Eh? Kok tahu?"
"Entah. Hanya merasa saja."
Nandara tertawa kecil. "See, Wening. Aku suka kamu begitu positif."
"Harus kan Nanda?" jawab Wening.
"Oke, kamu sudah sampai di kamarmu. Mau aku bantu sampai ke tempat tidur?"
Wening menggeleng. "Tidak usah. Aku sudah diberitahu Habibah, berapa langkah ke tempat tidur dan situasinya tadi saat Nefa belum datang."
"Yakin?"
Wening mengangguk. "Selamat beristirahat, Nanda."
"Selamat malam Wening."
Wening pun masuk ke dalam kamarnya dan mulai mengingat-ingat apa yang sudah dikasih tahu oleh Habibah.
DUK!
"Awwww ... " Wening mengaduh saat dirinya terantuk tiang tempat tidur. "Lupa kalau tempat tidurnya khas kerajaan gitu. Duh, benjol nggak ya besok?"
Wening meraba-raba sambil menghitung langkahnya karena jika memakai tongkat nanti, dia juga harus menghapalnya.
"Lemari ... Oke, baju tidur di sebelah kiri ruang dua." Wening merasakan gaun tidur berkain satin. "Ya ampun ... Aku harusnya tidak merasa sok gagah bisa ya. Kan jadi bingung aku sekarang ...."
Wening membuka bajunya dan menggantinya dengan gaun tidur yang diambilnya. Dirinya pun menuju wastafel di sebelah lemari dan mulai gosok gigi.
"Semangat Wening, kamu akan terbiasa."
***
Keesokan harinya
Habibah masuk ke dalam kamar Wening lalu membuka korden kamar dan terkejut melihat kening nonanya tampak membiru. Wening yang merasakan ada sinar matahari masuk, mulai terbangun karena terusik wajahnya terasa hangat.
"Apa yang terjadi nona Wening?" tanya Habibah panik.
"Tidak apa-apa. Semalam kening aku mencium tiang tempat tidur. Lumayan keras sih."
"Saya ambilkan obat salep ya nona? Duh, Emir Blair bisa marah sama saya ini."
"Tidak akan. Ini murni salahku Habibah."
"Saya ambilkan salep dulu, lalu nanti saya bantu nona mandi."
***
"Selamat pagi, maafkan saya yang kesiangan," sapa Wening sambil digandeng Habibah ke ruang makan informal
"Tidak apa-apa, Wening. Aku juga kesiangan," sahut Nefa yang baru datang. "Biasa, Shana rewel. Hoooaaaahhhmmmm."
"Ya Allah Nefa! Sopan sedikit!" tegur Charlotte yang baru datang pagi ini dari Milan.
"Siapa itu Habibah?" tanya Wening yang baru mendengar suara asing itu. Kenapa logatnya British sekali?
"Ibuku," jawab Nandara yang datang dari belakang.
Charlotte berjalan menghampiri Wening. "Halo Wening, aku Charlotte, ibunya Nefa dan Nandara. Kamu bisa panggil aku Tante Charlotte."
"Senang bertemu dengan Tante Charlotte. Maaf jika saya tidak bisa melihat Tante," ucap Wening.
"Harusnya Tante yang minta maaf karena anak Tante sudah membuat kamu celaka," jawab Charlotte dengan nada menyesal.
"Tidak apa-apa Tante."
Charlotte, Nefa dan Nandara melihat kondisi Wening. "Jidat kamu kenapa itu?" tanya mereka bertiga.
"Lha ... Kok kelihatan ya?" gumam Wening.
***
"Paling tiga hari hilang itu memarnya," ucap Nura yang sudah memberikan salep yang lebih kuat dari yang diberikan Habibah.
"Kamu nggak pusing?" tanya Nandara ke Wening yang duduk di sebelahnya.
"Pusing sih nggak. Malu aja keningku benjol," jawab Wening sambil manyun.
Nandara tersenyum.
"Nanda, kamu latihan?" tanya Radhi ke putranya.
"Iya. Habis ini aku langsung ke sirkuit. Daddy mau latihan polo?"
"Iya. Sudah lama tidak berkuda juga."
"Kamu kalau polo, jangan niru Daddymu ya! Gelut nggak jelas ke Oom Ayrton!" pesan Nura. ( Baca The Four Emirs )
"Dih, Daddy kan memang Gedhe ambek!" cebik Radhi.
"Eh, tolong ya. Yang ribut di sirkuit sama Charlie siapa? Sama saja lah tuh!" balas Alaric.
Damian dan Izzy hanya menikmati sarapan dengan keributan yang sudah terbiasa terjadi di meja makan.
"Kamu tidak mau pisahkan mereka, Dam?" tanya Direndra Blair.
"Biarin saja. Obat awet muda, Dad," jawab Damian kalem.
Direndra hanya tersenyum. "Dasar!"
"Apakah selalu seperti ini?" bisik Wening ke Nandara.
"Makanan sehari-hari," jawab Nandara cuek.
***
Wening merasa senang karena Mail datang bersama dengan para pelayan untuk menyiapkan semua perlengkapan pembuatan tembikarnya. Meja dan peralatan lainnya diletakkan di sebuah halaman taman belakang dan diberikan payung besar agar tidak panas.
"Nona Wening, ini stok tanah liatnya, ini meja putar, ini kursi, ini baskom berisikan air ...." Habibah memberikan panduan ke Wening.
"Ah, syukurlah. Yuk, Habibah, temani aku bekerja." Wening pun mulai mengambil tanah liat dan memberikan air. Gadis itu meletakan adonan berada diatas meja bundar dan Habibah menatap kagum dengan kemampuan Wening.
Nona Wening buta tapi tangannya sangat terampil.
***
Note
Perlengkapan membuat tembikar mencakup alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membentuk tanah liat menjadi produk kerajinan tangan, seperti mangkuk, piring, atau guci. Alat utama meliputi tangan, meja putar (jika ada), dan tungku pembakaran. Bahan yang diperlukan adalah tanah liat, air, dan bahan bakar untuk pembakaran.
Berikut adalah rincian perlengkapan yang diperlukan:
Alat:
Tangan: Alat paling dasar untuk membentuk tanah liat. Pembuatan tembikar, terutama untuk bentuk yang sederhana, bisa dilakukan hanya dengan menggunakan tangan.
Meja Putar (Pottery Wheel): Alat yang membantu mempercepat dan mempermudah proses pembentukan tembikar, terutama untuk bentuk yang simetris seperti piring, mangkuk, atau guci.
Alat Penggiling/Penekan: Alat untuk membantu memadatkan dan menyamakan struktur tanah liat.
Alat Cetak: Alat untuk membuat bentuk-bentuk tertentu, seperti cetakan untuk membuat piring atau cetakan untuk membuat guci.
Tungku Pembakaran: Tempat untuk membakar tembikar hingga mengeras dan tahan panas.
Alat-alat tambahan: Batu bulat untuk memuluskan permukaan tembikar, kain kecil untuk menghilangkan air, wadah untuk menampung air, dan berbagai jenis alat lain tergantung pada bentuk tembikar yang akan dibuat.
Sumber Google
***
Yuhuuuu up Sore Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu
kan klo wening sembuh (ayolah kak Hanaaa ..bikin wening sembuh, operasi sukses), kan pst ada kmngkinan sbg istri emir pst bakalan brtemu ya dg dubes. bikin aja, seolah² g kenal, ya hanya sebatas antara (jabatan istri) emir & dubes aja...
biar ngrasain ortunya
sistem patriarki memang masih ada di konoha ini
mbak hana kok ya irisan bawang ada dimari.... 😭