NovelToon NovelToon
Aku Bisa Tanpa Dia

Aku Bisa Tanpa Dia

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Minami Itsuki

Aku sengaja menikahi gadis muda berumur 24 tahun untuk kujadikan istri sekaligus ART di rumahku. Aku mau semua urusan rumah, anak dan juga ibuku dia yang handle dengan nafkah ala kadarnya dan kami semua terima beres. Namun entah bagaimana, tiba-tiba istriku hilang bak ditelan bumi. Kini kehidupanku dan juga anak-anak semakin berantakan semenjak dia pergi. Lalu aku harus bagaimana?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8

Aku menarik napas panjang, mencoba meredam amarahku. Lalu duduk di tepi ranjang, mendekati ibu yang masih bersedekap dingin.

“Ibu… aku minta tolong sekali ini saja,” ucapku dengan nada lebih lembut. “Aku tahu Ratu yang seharusnya urus rumah, tapi sekarang dia nggak ada. Aku juga kerja, Bu… besok pagi anak-anak sekolah, aku nggak mau mereka jadi korban. Tolonglah…”

Ibu menoleh sebentar, sorot matanya tetap keras.

“Lang, jangan manja sama Ibu. Kamu itu kepala rumah tangga. Kalau kamu pilih Ratu cuma buat jadi pembantu, sekarang tanggung risikonya. Ibu nggak mau dimanfaatkan.”

Aku mengusap wajahku kasar, lalu kembali menatapnya dengan memelas.

“Bukan dimanfaatkan, Bu. Aku cuma nggak sanggup sendirian. Anak-anak juga kan cucu Ibu, masa mereka harus hidup berantakan begini? Sekali ini saja, Bu… bantu aku sampai Ratu pulang. Aku janji nanti semuanya akan beres.”

Ibu menghela napas panjang lalu menatapku tanpa belas kasihan.

“Lang, Ibu sudah bilang, jangan harap Ibu turun tangan. Kamu harus cari Ratu. Kalau nggak bisa, ya sudah… sewa saja ART. Jangan lempar tanggung jawab ke Ibu.”

Aku tercekat. “Bu… masa Ibu tega ngomong begitu? Anak-anak juga cucu Ibu sendiri.”

“Ibu peduli, tapi bukan berarti Ibu harus gantiin peran istrimu. Kamu yang ambil keputusan menikahi dia, kamu yang tanggung risikonya. Jadi jangan coba-coba lagi membujuk Ibu,” jawabnya tegas, bahkan sambil membalikkan badan membelakangiku.

Aku terdiam, dadaku terasa sesak. Rasanya seperti ditampar berkali-kali dengan kata-kata ibu sendiri. Perlahan aku bangkit dari tepi ranjang, menatap punggung ibu yang tetap membeku, seakan tak mau digerakkan oleh rasa kasihan sekalipun.

Keluar dari kamar itu, langkahku berat. Aku merasa sendirian—Ratu pergi, anak-anak mulai menolak kehadirannya, ibuku pun enggan peduli.

Aku mengusap wajahku kasar. “Kalau begini terus, aku bisa gila…” gumamku.

Aku duduk di ruang tamu, menatap kosong ke arah pintu yang masih terbuka sedikit. Hening malam membuat pikiranku semakin bising.

“Ke mana aku harus cari Ratu? Rumah ibunya kosong… saudara-saudaranya pun aku nggak tahu kabarnya. Dia nggak pernah cerita banyak soal keluarganya,” gumamku lirih.

Aku membuka ponsel lagi, menelusuri percakapan terakhir dengannya. Chat ancaman dan makian dariku hanya menatapku kembali, tanpa balasan sama sekali. Tidak ada petunjuk. Tidak ada tanda.

Kepalaku terasa berat. Kalau aku keluar malam ini, aku bahkan tidak tahu harus menuju ke mana. Kota ini terlalu luas untuk mencari seorang perempuan yang sengaja menghilang.

Aku menggeram pelan. “Ratu… beraninya kamu ninggalin rumah begini. Anak-anakku siapa yang urus kalau bukan kamu?”

Namun, di sudut hatiku, ada rasa takut yang tak bisa kutepis. Takut kalau Ratu benar-benar sudah tak mau kembali. Takut kalau semua ucapannya dulu—tentang lelah, tentang ingin pergi—akhirnya benar-benar jadi kenyataan.

Aku menarik napas panjang, menatap layar ponsel yang masih menyala. Egoku berteriak untuk tidak melakukannya, tapi rasa panik dan lelah membuat tanganku bergerak sendiri.

Kutatap foto profil Ratu sebentar—hanya ikon biasa tanpa wajah. Jari-jariku gemetar saat mulai mengetik.

Ratu… pulanglah. Aku mohon. Rumah ini berantakan tanpa kamu. Anak-anakku butuh kamu. Aku juga butuh kamu.

Aku menghapus kalimat itu, merasa terlalu lembek. Kutulis lagi.

Kalau kamu pulang, aku janji nggak akan marah-marah lagi. Aku janji akan berubah. Tolong jangan pergi terus.

Pesan itu kukirim, dadaku langsung sesak. Aku merasa seperti merobek harga diriku sendiri. Selama ini aku selalu berdiri sebagai kepala keluarga yang keras, tapi kali ini aku justru merendah di hadapan perempuan yang seharusnya tunduk padaku.

Layar ponsel tetap hening. Centang dua, tapi tak ada tanda dibaca.

Aku bersandar di sofa, menutup mata rapat-rapat. “Ratu… jangan buat aku menunggu lama. Aku bisa gila kalau kamu benar-benar hilang.”

...****************...

Pagi telah tiba. Aku terbangun dengan kepala berat, tubuh pegal, dan perasaan kacau. Begitu melihat jam dinding, aku langsung terlonjak.

“Ya ampun… sudah jam setengah tujuh!”

Aku buru-buru bangkit dari kasur, menendang selimut ke lantai. Dari kamar sebelah terdengar suara Mira dan Clara yang juga baru bangun, panik sendiri.

“Papah! Kita telat! Seragam belum disetrika!” seru Clara dengan suara setengah menangis.

Aku langsung masuk ke kamar mereka. Benar saja, seragam masih menumpuk di keranjang cucian. Rambut Mira acak-acakan, wajahnya tegang.

“Cepat mandi! Jangan banyak alasan! Papah urus seragamnya!” teriakku dengan nada keras, meski aku sendiri kebingungan.

Aku buru-buru ke dapur, menyalakan setrika, mengambil seragam seadanya yang masih agak kusut. Tangan ini gemetar, belum lagi harus menyiapkan sarapan.

Mira keluar kamar mandi, wajahnya panik. “Papah… bekal? Kita nggak bawa apa-apa nanti di sekolah…”

Aku menghentikan gerakan setrika, menoleh dengan wajah frustasi.

“Udah diam! Jajan aja di kantin! Jangan nuntut banyak-banyak!”

Clara yang baru selesai mengikat rambut langsung menunduk, matanya berkaca-kaca. “Kalau ada mamah… kita nggak akan kayak gini…” bisiknya pelan, tapi cukup jelas untuk membuat dadaku serasa ditusuk.

Karena pagi itu aku terlalu repot mengurus anak-anak, sarapan seadanya, dan seragam yang masih berantakan, akhirnya aku menghela napas panjang dan menyerah untuk meminta tolong kepada ibu.

“Ibu… tolong bantuin aku sedikit, ya. Cuma sarapan dan sedikit urusan seragam,” ucapku pelan, mencoba nada memelas agar ibu luluh.

Ibuku menatapku dengan mata tajam, bibirnya mengerucut. Setelah beberapa detik diam, akhirnya ia menghela napas panjang dan mengangguk pelan.

“Oke… tapi cuma ini. Jangan harap Ibu selalu mau turun tangan. Ini juga karena aku kasihan sama cucu-cucu Ibu.”

Aku mengangguk cepat, menahan rasa lega yang muncul.

“Terima kasih, Bu. Nanti aku akan urus sisanya.”

Ibuku bangkit dari kursi, berjalan ke dapur dengan langkah berat tapi tetap sigap. Aku bisa melihat di wajahnya ada sedikit ketidak ikhlasan, tapi setidaknya dia mau membantu.

Sementara itu, aku kembali menata seragam anak-anak dan menyiapkan sarapan seadanya, merasa sedikit lega karena ada bantuan meski sedikit. Namun dalam hatiku, rasa marah terhadap Ratu dan frustasi atas kepergiannya tetap membara.

Setelah semuanya selesai—sarapan seadanya sudah dimakan, seragam anak-anak sudah rapi meski tidak seteratur biasanya—aku menatap kedua putriku yang sudah bersiap dengan tas di punggung.

“Oke, ayo kita berangkat. Jangan sampai terlambat lagi,” ucapku sambil menuntun Mira dan Clara keluar rumah.

Di mobil, suasana hening. Kedua anakku masih terlihat lesu dan murung. Aku menoleh sebentar ke mereka, wajah mereka seakan menuntut jawaban atas kepergian Ratu.

“Mira, Clara… Papah janji, Papah akan urus semuanya. Tapi sekarang kita harus pergi ke sekolah dulu,” ucapku lembut, berusaha menenangkan mereka.

Mereka hanya mengangguk pelan. Meski masih kecewa, setidaknya mereka mengikuti arahanku.

Di perjalanan, aku menekan pedal gas lebih kuat dari biasanya, kepala dipenuhi ribuan pikiran. Ratu pergi begitu saja, meninggalkan rumah, anak-anak, dan aku sendiri dalam kekacauan.

1
Riani Putri
mantap, tinggal liat gimana menderitanya dia ditinggal ratu, belum lg ketauan korupsi dikantor nya, ayo Thor dilanjutkan lg cerita nya
Riani Putri
mana lanjutannya thor
Riani Putri
ayo dong kk, up lagi, seru ceritanya
Pajar Sa'ad: oke, siap.. ditunggu ya
total 1 replies
Himna Mohamad
mantap ini
Pajar Sa'ad: terima kasih, kak.. tunggu update selanjutnya ya kak 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!