Safeea dan ibunya sudah lama hidup di desa. Setelah kematian ibunya, Safeea terpaksa merantau ke kota demi mencari kehidupan yang layak dan bekerja sebagai pelayan di hotel berbintang lima.
Ketika Safeea tengah menjalani pekerjaannya, ia dibawa masuk ke dalam kamar oleh William yang mabuk setelah diberi obat perangsang oleh rekan rekannya.
Karena malam itu, Safeea harus menanggung akibatnya ketika ia mengetahui dirinya hamil anak laki laki itu.
Dan ketika William mengetahui kebenaran itu, tanpa ragu ia menyatakan akan bertanggung jawab atas kehamilan Safeea.
Namun benarkah semua bisa diperbaiki hanya dengan "bertanggung jawab"?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
William mengusap pipi Safeea dengan lembut, lalu kembali mencium bibir Safeea dengan kelembutan yang berbeda—tidak sekadar lapar, melainkan penuh kasih sayang. Safeea pun membiarkan dirinya larut, melepaskan kendali, dan menerima William sepenuhnya. Untuk pertama kalinya, Safeea tak lagi menolak, melainkan menyerahkan dirinya dengan tenang kepada William.
Safeea memejamkan kedua matanya erat-erat, seolah berusaha menahan derasnya perasaan yang mulai menguasai dirinya. Kedua tangannya menggenggam sprei ranjang dengan kuat, jemarinya meremas kain putih itu saat merasakan bibir William yang semula menempel pada bibirnya kini perlahan turun, menyusuri wajahnya dan berhenti di leher jenjangnya.
Ciuman itu terasa lembut namun menggoda, membuat Safeea merasa tubuhnya bergetar. Helaan napasnya terdengar tidak teratur saat William terus melanjutkan ciumannya hingga akhirnya bibirnya tiba di bahu Safeea yang terbuka. Sentuhan itu membuat tubuh Safeea merinding, seolah ada aliran listrik yang menyusup masuk ke dalam setiap tubuhnya.
“Pak William…” lirih Safeea yang hampir tak terdengar, antara ingin menolak sekaligus tak kuasa melawan setiap sentuhan yang William berikan di tubuhnya.
Di sela sela ciumannya, William mengangkat tangannya, lalu dengan perlahan menyusupkan jemarinya ke dalam gaun tidur tipis yang dikenakan oleh Safeea. Sentuhannya terasa lembut, tidak tergesa-gesa, seakan ia sedang berusaha menenangkan sekaligus menggoda diri Safeea. Tangan hangat itu bergerak perlahan di sepanjang punggung Safeea dan mengusap kulitnya yang terasa lembut bagai sutra.
Tubuh Safeea sontak menggeliat dengan gelisah. Ada rasa resah bercampur pasrah yang tak bisa ia kendalikan. Bibirnya terbuka seolah ingin berkata sesuatu, namun yang keluar hanyalah helaan napas yang berat dan tertahan. Safeea tidak bisa memungkiri bahwa sentuhan itu telah mengguncang pertahanan yang selama ini coba ia bangun.
William mendekatkan wajahnya untuk berbisik lembut di telinga Safeea,
“Jangan takut Safeea, aku tidak akan pernah menyakitimu."
Suara itu, ditambah hangatnya sentuhan William, membuat Safeea tak lagi mampu mengusir perasaan yang menguasainya. Ia tetap menggenggam sprei dengan erat, mencoba menemukan pijakan di tengah badai emosi yang terus menerpa dirinya.
Safeea menggigit bibirnya sendiri, kedua matanya terpejam rapat saat rasa hangat yang William tebarkan merambat ke seluruh tubuhnya. Jemarinya yang sedari tadi meremas kain sprei kini perlahan bergerak, seolah mencari pegangan lain yang akhirnya berhenti pada lengan William. Tarikan napasnya semakin berat, dan pada akhirnya Safeea tidak mampu lagi menahan bisikan lirih dari bibirnya sendiri.
“Jangan berhenti, Pak William…”
Kata-kata itu meluncur begitu saja, membuat William terdiam sejenak. Tatapan matanya terlihat membara, bukan hanya oleh hasrat, tetapi juga karena rasa bahagia yang sulit dijelaskan. Ia merasa Safeea kini benar-benar telah meruntuhkan semua tembok yang selama ini bangun di antara mereka.
William menunduk untuk menatap wajah Safeea yang memerah, lalu dengan gerakan penuh pengendalian ia pun menjauh sejenak. Jemarinya mulai melepaskan kemeja yang melekat di tubuhnya, satu per satu hingga tak tersisa. Safeea menelan ludahnya saat melihat sosok William yang semakin mendekat, tubuhnya kokoh namun tatapannya tetap lembut, seolah menjanjikan perlindungan.
Dengan hati-hati, William pun membantu Safeea melepaskan gaun tidurnya. Gerakannya lembut, tidak tergesa-gesa, seolah olah setiap sentuhan adalah cara untuk mengatakan bahwa ia menghargai Safeea sepenuhnya. Hingga akhirnya, tak ada lagi jarak yang membatasi mereka berdua. Keduanya kini sama sama dalam keadaan polos, saling terbuka tanpa ada yang disembunyikan.
resiko harus ditanggung dong
panggil sayang aja gitu/Sneer/