Anesha dan Anisha adalah kakak beradik yang terpaut usia tiga tahun. Hidup bersama dan tumbuh bersama dalam keluarga yang sama. Namun mereka berdua dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda. Sebagai kakak, Nesha harus bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya. Sedangkan Nisha hidup dalam kemanjaan.
Suatu hari saat mereka sekeluarga mendapat undangan di sebuah gedung, terjadi kesalah pahaman antara Nesha dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Hal itu membuat perubahan besar dalam kehidupan Nesha.
Bagaimanakah kehidupan Nesha selanjutnya? Akankah dia bahagia dengan perubahan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di talak tiga
Fandi yang masih merasa diatas angin sejak beberapa saat lalu, kini ia berlutut di depan Garvi memohon agar masalah ini tak dibawa ke ranah hukum.
"Garvi, kumohon, jangan penjarakan aku". Kedua tangan Fandi menangkup di depan dada.
"Katanya kamu orang kaya. Ayo dong, masa uangmu nggak sanggup buat sewa pengacara?"
"Kumohon, Garvi. Jangan penjarakan suamiku", kini Nisha mencoba memohon.
"Kalau begitu, kalian bertiga minta maaflah pada istriku".
Ketiganya pun hening setelah mendengar syarat dari Garvi. Namun diluar sana, ramai dengan gumaman warga.
"Kalian minta maaf aja. Daripada nanti kalian dipenjara", celetuk Bu Endang seraya diikuti suara-suara dari warga yang mengiyakan.
"Ta-tapi—", ucapan Nisha tergagap.
"Udahlah minta maaf aja nggak usah tapi-tapian. Nanti dipenjara nangis. Keluar duit buat sewa pengacara juga", sahut Bu Endang.
Nisha terdiam. Ia berpikir jika ucapan Bu Endang ada benarnya. Namun di lain sisi, dia sangat enggan. Bahkan tidak ada dalam kamusnya untuk meminta maaf, terutama pada kakaknya.
"Saya kasih waktu satu menit untuk meminta maaf. Kalau nggak mau, ya sudah. Silahkan naik ke mobil polisi itu". Tangan Garvi menunjuk mobil polisi yang terparkir ditepi jalan.
Waktu terus berjalan. Nisha melihat kerumunan warga yang menatap dirinya seakan sedang meremehkannya. Namun saat ini bukan saatnya dia mempertahankan harga diri yang sudah terlanjur jatuh.
"Nesha maafin aku", ucap Fandi dengan cepat dengan suara lantang serta berlutut di depan Nesha.
"I-iya. Saya maafkan", ucap Nesha canggung karena baru kali ini selama hidupnya ia menerima permintaan maaf.
"Aku udah minta maaf, jadi tolong jangan perpanjang masalah ini," Fandi masih memohon.
"Tapi kan ibu dan istrimu belum minta maaf, jadi aku nggak bisa menerima permintaanmu itu".
"Dasar gila! Menantu durhaka!" Teriak Bu Rumi seraya menunjuk-nunjuk wajah Garvi kembali.
"Ya terserah kalau kalian nggak mau minta maaf, urusan ini akan semakin panjang. Fandi dan Nisha bisa saya penjarakan."
"Nesha, aku minta maaf!" Pekik Nisha yang sudah kepalang gugup. Ia sudah tak peduli lagi dengan harga dirinya. Yang ada dalam pikirannya, dia harus keluar dulu dari masalah ini.
"Bu, cepetan minta maaf sama Nesha!" Sentak Nisha sambil menggoyangkan tangan Bu Rumi. "Aku nggak masuk penjara. Gimana nasib anakku nanti, Bu!"
"Pak lihat nih! Anak yang sudah kamu manjakan akhirnya ngelunjak juga, kan?!" Teriak Bu Rumi.
Pak Edi menggeleng kepala seraya mengusap dadanya yang bergemuruh. Sejak tadi ia masih terus menahan emosinya agar tak meledak karena sikap arogan Bu Rumi. Namun tampaknya Bu Rumi tak pernah sedetik pun menyadari kesalahannya. Bahkan dengan sadar ia mengorek masa lalu yang seharusnya mereka sembunyikan sampai mati sesuai dengan janji diawal pernikahan mereka.
"Sudah kubilang, harusnya kau serahkan saja Nesha pada neneknya. Begini kan jadinya kalau membesarkan anak durhaka!"
"CUKUP RUMI!!" Teriak Pak Edi. Tak hanya Bu Rumi yang diam, tapi suara-suara gaduh dari warga pun ikut tak terdengar.
Semua orang tercengang melihat Pak Edi yang baru kali ini tampak meninggikan suara. Pasalnya Pak Edi terkenal sebagai orang yang sangat kalem serta sabar bahkan jika Bu Rumi selalu bertingkah dan menyebabkan masalah.
"Kalau kamu lebih membela anakmu itu, ceraikan saja aku!"
Suara gaduh pun terdengar kembali. Riuh rendah suara bisik-bisik memenuhi indera dengar. Banyak diantara mereka mengatakan bahwa Bu Rumi tak tahu diri dan tak tahu malu.
"Baiklah kalau itu mau mu, Rum". Pak Edi menghela nafas. Semua orang pun kembali senyap. Ingin mendengar kelanjutan kalimat Pak Edi.
Nesha segera menghampiri Pak Edi, memeluk lengan bapaknya. Dengan air mata yang sudah tergenang, Nesha menggeleng kepala berkali-kali. Memohon agar bapaknya tak mengatakan hal yang ada dalam pikirannya.
"Pak, Nesha mohon jangan katakan apapun." Pak Edi diam mematung tak mendengarkan Nesha yang memohon.
"Rumiasih Hidayat, pada hari ini, disaksikan oleh banyak warga. Saya talak tiga kamu."
Mendengar ucapan Pak Edi, semua orang kembali terkejut. Padahal Pak Edi sangat menyayangi Bu Rumi, tapi ia menjatuhkan talak tiga yang sangat tidak mungkin bisa untuk rujuk kembali.
Tangis kakak beradik Nesha dan Nisha pun pecah mendengar kalimat talak yang meluncur dari bibir Pak Edi. Ia tak menyangka Bapaknya tega menalak ibu mereka.
Bu Rumi pun terperanjat dengan wajah yang sudah pucat. Niatnya hanya ingin mengancam Pak Edi. Tapi Pak Edi benar-benar menjatuhkan talak tiga padanya. Air matanya pun ikut luruh mendengar pernyataan suaminya.
"Tega kamu Mas menceraikan aku", suara Bu Rumi sudah purau dan lemah.
Tak menggubris lagi Bu Rumi, Pak Edi melangkahkan kakinya hendak masuk ke dalam kamar.
"Nak Garvi, silahkan proses mereka sesuai dengan hukum yang berlaku", ucap Pak Edi sesaat sebelum masuk kamar. Lalu sosoknya yang terlihat lesu menghilang dari balik pintu.
Garvi masih terpaku menatap punggung bapak mertuanya yang tampak turun karena memikul kekecewaan.
"Jadi, apa masalah ini harus saya teruskan?" Tanya Garvi seraya menatap kembali ketiga orang yang masih tercengang.
"Tolong jangan tambah beban hidup kami, Garvi", mohon Nisha dengan derai air mata.
"Mas, sudah hentikan. Saya nggak apa-apa. Mereka sudah mengakui kesalahan mereka", Nesha pun ikut memohon.
Garvi menghela nafas panjang. Ia pun menuruti permintaan Nesha dengan menganggap masalah ini selesai. Lagipula ia bukan seseorang yang kejam dan tak berempati. Setelah menyaksikan kekacauan keluarga istrinya, ia tak mau menambah lagi masalah yang akan membebani mereka semua.
Fandi dan Nisha pun bisa bernafas lega. Untuk saat ini, masalah dengan Nesha sudah terselesaikan. Tinggal masalah kompensasi yang harus mereka pikirkan caranya. Apalagi sekarang Pak Edi sudah tidak bisa membantu mereka setelah menjatuhkan talak pada Bu Rumi.
Azka yang dibantu Pak Rt yang baru saja datang beberapa saat lalu, membubarkan kerumunan warga. Polisi dan para dokter pun pamit pergi.
Kini menyisakan Bu Rumi, Nisha dan Fandi yang tampak lemas setelah melewati serangkaian hal menegangkan di pagi hari. Sedangkan Nisha, Garvi dan Azka tampak berbincang dengan serius.
"Bu, kita mau tinggal dimana?" Rengek Nisha.
"Kenapa kamu bingung? Kamu kan bisa tinggal di rumah mertua mu", jawab Bu Rumi seraya menatap nyalang kearah Nesha.
"Lalu ibu mau kemana?"
"Ibu kan bisa ikut kamu", ucap Bu Rumi dengan enteng.
Mendengar ucapan Bu Rumi, Fandi hanya bisa memijit keningnya yang tiba-tiba pening. Ia memikirkan bagaimana caranya bilang pada Mama nya kalau Bu Rumi akan ikut tinggal bersama mereka?
"Bisa perang dunia ke sepuluh , nih", batin Fandi.