Azura Eliyena, seorang anak tiri terbuang. Ibu dan Ayahnya bercerai saat usia Azura masih tiga tahun. Bukan karena ekonomi, melainkan karena Ibunya tak sudi lagi bersama Ayahnya yang lumpuh. Ibunya tega meninggalkan mereka demi pria lain, hidup mewah di keluarga suami barunya. Menginjak remaja, Azura nekat kabur dari rumah untuk menemui Ibunya. Berharap Ibunya telah berubah, namun dirinya justru tak dianggap anak lagi. Azura dibuang oleh keluarga Ayah tirinya, kehadirannya tak diterima dan tak dihargai. Marah dan kecewa pada Ibunya, Azura kembali ke rumah Ayahnya. Akan tetapi, semua sudah terlambat, ia tak melihat Ayah dan saudaranya lagi. Azura sadar kini hidupnya telah jatuh ke dalam kehancuran. Setelah ia beranjak dewasa, Azura menjadi wanita cantik, baik, kuat, tangguh, dan mandiri. Hidup sendirian tak membuatnya putus asa. Ia memulai dari awal lagi tuk membalas dendam pada keluarga baru Ibunya, hingga takdir mempertemukannya dengan sepasang anak kembar yang kehilangan Ibunya. Tak disangka, anak kembar itu malah melamarnya menjadi Istri kedua Ayah mereka yang Duda, yang merupakan menantu Ayah tirinya.
“Bibi Mackel… mau nda jadi Mama baluna Jilo? Papa Jilo olangna tajil melintil lhoo… Beli helikoptel aja nda pake utang…” ~ Azelio Sayersz Raymond.
“Nama saya Azura, bukan Bibi Masker. Tapi Ayah kalian orangnya seperti apa?” ~ Azura Eliyena.
“Papa ganteng, pintel masak, pintel pukul olang jahat.” ~ Azelia Sayersz Raymond.
“Nama kalian siapa?”
“Ajila Ajilo Sales Lemon, Bibi Mackel.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8. ANAK TIRI TERBUANG MENJADI ISTRI TANGGUH DUDA KILLER
Tiba di rumah Ayah tirinya, Azura masuk secepatnya ke dalam rumah. “LENI?!” teriaknya lantang. Suaranya menggema.
“Ra!!” sahut Leni berdiri dari sofa.
Azura menoleh ke samping di mana Leni duduk di hadapan Calsa dan Ayah tirinya. Jantung Azura berdegup tak karuan melihat pria blasteran dengan wajah super dingin di sebelah Calsa. Pria yang kejam yang telah merebut Arisha dari Ayah kandungnya. Anehnya, Ibunya tak bersama mereka.
‘Kemana dia?’ pikir Azura sambil menghampiri Leni.
“Oh, yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga, nih,” ucap Calsa duduk, menaikkan satu lututnya ke lututnya yang lain. Kepribadiannya sombong sekali.
“Kamu nggak apa-apa, Len?” bisik Azura ke Leni.
“Aku baik-baik aja, Ra,” balas Leni tersenyum.
“Hai, bodoh. Apa ini sikapmu saat berhadapan dengan Ayahku? Sana cepat duduk! Jangan cuma bisik-bisik saja.” Suruh Calsa menunjuk ke sofa panjang di hadapannya.
Azura mendengus, lalu mendudukkan bokongnya ke sofa dan Leni ikut duduk di sampingnya, namun ia kembali berdiri ketika Calsa membentaknya.
“Hai, kamu. Siapa yang suruh kamu duduk juga? Sana kamu pulang saja. Orang lain tidak boleh ikut campur!”
Dari perkataan Calsa, Azura telah dipastikan bagian keluarga Matthias dan Tuan Matthias yang mendengarnya terlihat tak keberatan.
“Maaf, tapi dia sahabatku, bukan orang lain,” sela Azura.
“Kamu ini memang kurang ajar ya, masih berani malawan. Suruh dia pulang atau kamu mau aku minta preman itu yang menyeretnya?” Tunjuk Calsa ke preman di dekat pintu.
“Ra, aku pulang saja deh, kamu nggak usah cemas, aku akan baik-baik saja. Tapi kamu juga harus jaga diri ya,” bisik Leni. Ia tidak bisa tinggal karena ancaman Calsa itu.
Apa boleh buat, Azura membiarkan Leni pulang. Kini di ruang tamu itu hanya ada Azura, Calsa dan Ayah tirinya. Sebelum ia bicara, Azura menarik nafas dalam-dalam sejenak lalu dengan perlahan membuangnya.
“Apa yang kalian mau dariku?” Tanya Azura.
Tuan Matthias mengangkat jari telunjuknya, ia menunjuk tepat ke arah anak tirinya itu. “Kamu… apakah benar saudara kembar Aina?” tanyanya, suaranya datar dan tatapan dingin.
“Ya, kami kembar, kami pernah diam-diam melakukan tes DNA. Memangnya kenapa?” tanya Azura mulai cemas.
“Kalau memang benar, mulai sekarang kamu harus tinggal di rumah ini.”
Dahi Azura berkerut. “Tinggal di sini? Hah, aku tidak sudi.” Ia menolak tanpa berpikir terlebih dahulu membuat Calsa marah.
Calsa mau memarahinya, tapi Tuan Matthias menahan.
“Tapi, Pa… dia sangat kurang ajar…” bisik Calsa, tetapi Tuan Matthias tak mau dengar.
“Kenapa kamu menolak?” Ia ingin mendengarkan alasan anak tirinya dulu.
“Tinggal di sini sama saja saya ikut menghancurkan kehidupan Ayah dan saudara saya!” Jawab Azura, tatapannya makin sinis.
“Lupakan mereka,” kata Tuan Matthias, membuat Calsa kaget melihat Ayahnya akan berkata demikian, sedangkan Azura tak habis pikir disuruh melupakan keluarganya.
‘Pria ini sudah sinting!’ batin Azura mengumpat lalu berdiri.
“Sepertinya obrolan ini tak perlu dilanjutkan lagi. Sampai kapan pun, saya tak akan pernah membuang keluarga saya dan juga tak akan pernah melupakan perbuatan Anda kepada keluarga saya! Saya lebih baik mati daripada tinggal bersama kalian!” ujar Azura menunjuk Tuan Matthias. Ia berbalik, berniat pergi. Tetapi, sebelum menuju ke arah pintu, langkah Azura terhenti mendengar perkataan Tuan Matthias tentang Ayahnya.
“Ayahmu, Pak Andersson sudah meninggal.”
“Apa?” Azura berbalik cepat, menatap tak percaya wajah datar Tuan Matthias. “Apa yang barusan Anda katakan? Ada apa dengan Ayahku?” tanya Azura, melangkah ingin menarik kerah leher Tuan Matthias tetapi Calsa menghadang jalannya.
“Apa yang mau kamu lakukan, bodoh?!” bentak Calsa.
“Lepas! Lepaskan aku! Biarkan aku memukulnya!” Balas Azura marah, tak terima ucapan Ayah tirinya.
PLAK!
Wajah Azura terhempas ke samping mendapat tamparan Calsa. Kedua tangan Azura terkepal kuat-kuat. Di balik air matanya yang perlahan menetes, terpancar amarah besar.
“Apa kamu tuli? Ayahmu sudah meninggal, bodoh!”
“Argh! Jangan panggil aku bodoh. Kalian semua yang bodoh. Kalian jahat. Aku tidak akan percaya. Ayahku masih hidup dan aku yakin Ayahku sedang menungguku pulang!” Marah Azura berusaha tetap tenang, tapi anehnya air matanya mengalir terus.
“Hiks, ada apa denganku!” Isak Azura mengusap matanya, lalu mematung saat mendengar suara Ibunya di belakang.
“Azura…” lirih Arisha mendekat. “Yang dikatakan Calsa benar, Ayahmu sudah tiada, Nak.”
“Nggak! Itu nggak mungkin! Ibu bohong! Pembohong!” Teriak Azura berjalan ke arah pintu rumah, ingin pergi dari sana, tapi langkahnya kembali berhenti mendengar ucapan Ibunya.
“Jika kamu tak percaya juga, Ibu bisa menemanimu ke makam Ayahmu, Nak.”
Bibir Azura bergetar, matanya sembab, wajahnya sendu. Ia berbalik, membantah semua itu. “Jangan panggil aku seperti itu lagi. Kamu membuatku jijik dan Ayahku belum meninggal. Aku akan mencari tahu sendiri dari Kak Sahira, bukan wanita kejam sepertimu!” bentak Azura membuat Arisha terguncang hebat melihat putrinya yang benar-benar telah hancur. Arisha ingin mengejar tapi ia pun membiarkan putrinya pergi.
“Ibu… kenapa tidak menghentikan dia? Kalau dia pergi, gimana dengan nasibku? Siapa yang akan menggantikan aku menikah dengan teman bisnis Ayah? Ibu, aku tidak mau menikahi pria tua itu!” celetuk Calsa kecewa.
Ternyata Azura ingin dimanfaatkan lagi oleh Ayah tirinya yang punya kesepakatan pernikahan dengan salah satu teman bisnisnya.
Alasan Azura diterima keluarga Matthias, ternyata punya niat terselubung dan Azura sudah menyadarinya. Karena itulah ia langsung lari setelah Ibunya datang. Ia lebih baik dibuang dari pada hidup di bawah kendali mereka.
.
.
Malam tiba, Joeson dan si kembar pulang ke Raymond home. Mereka disambut oleh pembantu dan tak lupa menyuruh Tuan Muda kedua itu dan si kembar untuk bergabung makan malam dengan Tuan Raymond.
“Papa, pelut Jila udah lapal, ayo ke dapul sekalang!” rengek Azelia memeluk tangan Ayahnya, bergantung seperti anak koala.
‘Astaga, padahal mereka sudah makan di luar, kenapa masih mau makan lagi? Apa perut anakku terbuat dari gentong?’ pikir Joeson.
“Makannya nanti saja, kalian harus mandi dulu,” ucap Joeson menolak, membuat Azelia cemberut.
“Mandi ental-ental aja, Papa,” sahut Azelio membantu adiknya. “Kalau nda makan, ental Jilo mati, Papa mau?” lanjut bocah bermuka datar itu membuat Azelia dan Joeson terlonjak kaget.
‘Ini boncel satu pintar sekali cari alasan! Siapa yang ngajarin?’ pikir Joeson heran, dan terpaksa mengalah saja.
“Oke, tapi cuci tangan dulu, nanti Kakek Ray marah, kalian bisa ditendang sama dia. Mau?”
“Aciap Papa Buyaya!”
“Heh, kalian bilang apa barusan? Papa Buaya?” Ucap Joeson berkacak pinggang. Matanya melotot seperti orang kesurupan.
“Haha… kabull… Buyayana mau pelotes…” seru Azelia dan Azelio berlari secepat kilat sebelum dihukum menghadap tembok.
_______
Katanya Buaya itu hanya setia ke satu pasangan saja, apakah benar?
Satu Papa Buaya, dua Anak Koala, Ibunya jadi apa ya?
pasti lucu tiap ketemu teringat tubuh polos istri nya pasti langsung on
secara dah lama ga ganti oli 😂😂😂
karena klrga joe bukan kaleng3
bapak nymshhidup dn tanggung jawab samaanaj ny, kok malah mauerevut hak asuh.
memang nyari masalah nexh siMatthuas dan Aeishta