NovelToon NovelToon
Ketika Dunia Kita Berbeda

Ketika Dunia Kita Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:582
Nilai: 5
Nama Author: nangka123

Pertemuan Andre dan fanda terjadi tanpa di rencanakan,dia hati yang berbeda dunia perlahan saling mendekat.tapi semakin dekat, semakin banyak hal yang harus mereka hadapi.perbedaan, restu orang tua,dan rasa takut kehilangan.mampukah Andre dan fanda melewati ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nangka123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 13:CINTA LAMA BERSEMI KEMBALI

Suasana aula yang tadinya riuh oleh musik dan tawa tamu, mendadak terasa hening di telinga fanda.

Fanda berdiri mematung. Wajahnya tertunduk, napasnya tersengal. Keputusan yang barusan ia ucapkan terasa seperti pisau bermata dua, satu sisi melukai Stevan, sisi lain menusuk dirinya sendiri.

Di sampingnya, Andre masih terpaku. Tatapannya mengikuti arah kepergian Stevan. Ada rasa bersalah yang menyesakkan dada.

“Mbak Fanda…” suaranya parau.

Fanda mengangkat wajah perlahan, matanya sembab.

“Mas… aku jahat, ya?”

Andre menggeleng cepat.

“Bukan kamu yang jahat. Aku yang salah. Aku nggak seharusnya muncul lagi di hidupmu, bikin semua jadi berantakan begini.”

Air mata Fanda jatuh lagi, buru-buru ia usap dengan punggung tangan.

“Jangan bilang gitu. Aku udah capek bohong sama diri sendiri. Aku sayang kamu, Mas. Dari dulu… sampai sekarang.”

Andre menatapnya lama. antara ingin memeluk Fanda atau justru menjauh demi tak menambah luka. Tangannya sempat terangkat, namun kembali turun.

Tiba-tiba terdengar langkah tergesa. Bukan Stevan, bukan pula tamu. Itu Dewi.

Gadis itu kembali lagi, dia berdiri beberapa meter dari mereka. Matanya masih basah, wajahnya hancur. Ia berusaha menata napas, tapi bibirnya gemetar.

“Jadi… ini akhirnya, ya?” suaranya lirih, tapi jelas menusuk.

Fanda spontan melepas genggaman tangannya dari Andre.

“Dewi… aku”

“Sudahlah, kak...” potong Dewi

dengan senyum getir.

“Aku nggak mau denger alasan apa pun. Aku cuma salah orang. Aku pikir Mas Andre bisa belajar nyayangin aku… ternyata hatinya nggak pernah pergi dari Kak Fanda.”

Andre menunduk. Rasa bersalah makin menindih dadanya.

“Dewi, aku… aku nggak pernah berniat nyakitin kamu.”

“Kalau bukan niat, lalu apa, Kak?” Dewi tertawa pendek, suaranya pahit.

“Fakta tetap fakta. Hati Kakak masih buat Kak Fanda. Aku ini siapa? Bayangan? Obat sementara?”

Fanda ikut menunduk. Hatinya remuk melihat air mata Dewi.

“Dewi, aku minta maaf… aku nggak pernah bermaksud merebut kebahagiaanmu.”

Dewi menggeleng pelan, lalu mundur satu langkah.

“Aku yang salah. Aku yang maksa masuk ke hati yang udah penuh sama orang lain. Aku cuma nyakitin diri sendiri.”

Andre mencoba mendekat, tapi Dewi segera memalingkan wajah.

“Jangan, Kak. Jangan tambah bikin aku lemah. Aku udah cukup lihat tadi. Tatapan kalian aja udah cukup buat aku sadar, tempatku bukan di sini.”

Tangannya meremas gaunnya. Ia berbalik cepat, langkahnya tergesa menuju tangga rumah. Pundaknya bergetar, menandakan tangis yang ia tahan mati-matian.

Fanda hampir mengejarnya, tapi Andre menahan lengannya.

“Biarkan dulu… dia butuh sendiri.”

Fanda menatap Andre, ragu. Tapi ia tahu Andre benar.

Hening beberapa saat. Angin malam berembus, membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Fanda menggigil—bukan hanya karena udara, tapi juga karena beban di dadanya.

“Mas…” Fanda memecah keheningan. “Apa kita salah?”

Andre menatapnya.

“Aku nggak tahu. Yang aku tahu cuma satu, aku nggak pernah berhenti sayang sama kamu. Tapi rasa itu sekarang jadi rumit, bercampur dengan rasa bersalah ke banyak orang.”

Fanda terisak pelan.

“Aku cuma pengen kita bahagia. Tapi kenapa jalannya harus sesakit ini?”

Andre mendekat, lalu menggenggam tangannya lembut.

“Mungkin karena cinta yang tulus, memang harus diuji.”

Mata mereka bertemu lama. Dunia seolah berhenti di antara tatapan itu.

Sementara itu, Stevan keluar mencari udara segar. Ia berhenti di tepi jalan, mematikan mesin mobil.

Ia meninggalkan pesta ulang tahun ayahnya hanya untuk menenangkan pikirannya. Tangan kanannya gemetar ketika memegang ponsel.

Ia menatap layar kontak.

Pak Hendra

Tombol hijau ditekan. Nada sambung terdengar beberapa kali sebelum suara berat menjawab di seberang.

“Stevan… ada apa? Fanda sama kamu kan?” suara Pak Hendra terdengar tegas.

Stevan menelan ludah.

“Pak… maaf menghubungi malam-malam, tapi saya rasa saya harus jujur.”

Ada jeda panjang. Napas Pak Hendra terdengar berat.

“Baiklah… bicara saja.”

Stevan menarik napas panjang.

“Pak… saya gagal. Saya nggak bisa mendapatkan hati Fanda. Malam ini di pesta ayah, dia kembali sama pacar lamanya.”

Hening di seberang sana. Pak Hendra tak langsung bicara, seolah sulit mempercayai apa yang baru ia dengar.

“Fanda kembali dengan Andre?” suaranya datar tapi terdengar emosi.

Stevan menunduk, meski Pak Hendra tak bisa melihatnya.

“Iya, Pak. Saya nggak menyangka pacar lamanya adalah Andre, yang kerja di kantor adik saya. Saya pikir saya bisa membuat Fanda melupakan cinta lamanya… tapi ternyata hatinya masih untuk Andre.”

Suara Pak Hendra terdengar berat, menahan amarah dan kecewa.

“Aku menaruh harapan padamu, Stevan. Aku kira kau bisa membuat Fanda melupakan masa lalunya, tapi ternyata… hatinya masih untuk anak itu.”

“Pak, saya minta maaf. Saya… ternyata hatinya nggak bisa diganti begitu saja.”

Pak Hendra menarik napas panjang.

“Aku tahu kau sudah mencoba. Dan aku menghargai itu.”

Stevan mengangguk pelan.

“Saya mengerti, Pak. Kalau dia memilih Andre, saya cuma bisa menghormati keputusannya.”

Pak Hendra terdiam sejenak.

“Kau tahu, Van… aku cuma ingin yang terbaik buat Fanda. Aku pikir kau bisa memberinya masa depan, tapi sepertinya hatinya terlalu keras kepala. Dan mungkin… memang tak bisa diubah.”

Stevan menunduk. Dadanya sesak. Ia teringat wajah Fanda di pesta tadi malam itu, senyum kecilnya, tatapan lembutnya, semua itu menunjukkan bahwa cintanya masih pada lelaki itu.

“Pak… saya tulus mencintai Fanda. Tapi kalau dia masih ingin bersama Andre, saya tidak akan berdiri di antara mereka.”

“Baiklah, Van. Aku tidak akan memaksamu.”

Di tempat lain, mobil melaju pelan di jalanan kota yang mulai sepi.

Andre yang menyetir sesekali melirik ke samping, memastikan Fanda tetap tenang.

“Senang akhirnya kita bisa pulang bareng,”

ujar Fanda sambil tersenyum kecil.

Andre menatapnya.

“Kamu nggak menyesal, Mbak?”

“Keputusan apa? Lebih memilih kamu daripada Stevan?”

“Tentu saja. Dia orangnya baik, pengertian, semuanya ada pada dirinya.”

Fanda tersenyum lembut.

“Aku nggak bisa bohong sama perasaanku sendiri, Mas. Hatiku tetap untukmu.”

Andre menarik napas panjang, menatap Fanda penuh kesungguhan.

“Aku janji, kali ini aku nggak akan pergi lagi. Aku akan menghadapi ayahmu.”

Fanda terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca.

“Aku percaya, Mas. Asal kita sama-sama kuat.”

Mobil berhenti sejenak di pinggir jalan. Mereka saling menatap dengan tatapan yang penuh makna, tanpa perlu kata-kata. Udara malam terasa tenang, seolah ikut mengerti perasaan mereka.

Andre menggenggam tangan Fanda sebentar.

“Jaga dirimu, ya. Aku turun di sini.”

Fanda mengangguk pelan.

“Iya, Mas. Hati-hati.”

Andre tersenyum tipis sebelum turun. Fanda menatap ke luar jendela, memperhatikan sosok Andre yang berjalan menuju kosnya. Ada kehangatan sekaligus kekhawatiran yang berbaur di dadanya.

Mobil kembali melaju perlahan, meninggalkan tempat itu. Fanda menatap ke depan, bibirnya bergetar menahan emosi.

Dalam hati ia berbisik,

“Semoga kali ini… cinta kita nggak lagi diselimuti luka.”

1
Nurqaireen Zayani
Menarik perhatian.
nangka123: trimakasih 🙏
total 1 replies
pine
Jangan berhenti menulis, thor! Suka banget sama style kamu!
nangka123: siap kak🙏
total 1 replies
Rena Ryuuguu
Ceritanya sangat menghibur, thor. Ayo terus berkarya!
nangka123: siap kakk,,🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!