Zhao Yue, preman jalanan abad 21 yang menguasai pasar malam, hidup dengan moto " Kalau mau aman, jangan macam-macam denganku." Jago berkelahi, lidah pedas, dan aura menakutkan adalah ciri khasnya.
Suatu malam, setelah menghabisi geng saingan, ia dikepung dan dipukul keras di kepala. Saat tersadar, ia berada di ranjang keemasan dan dipanggil “Yang Mulia Permaisuri.” Kini, Zhao Yue berada di tubuh Permaisuri Xian Rong dari Dinasti Wei—istri kaisar yang dikenal lemah dan sakit-sakitan. Namun sejak roh preman masuk, sang permaisuri berubah menjadi galak, blak-blakan, dan barbar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANWi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siluman Tampan
" Hampir kelupaan! Aku udah janji sama kepala koki botak itu bahwa aku akan berburu hari ini." Gumam Xian Rong yang tengah mengganti hanfu nya menjadi Da Hu¹ berwarna merah dan Ku² berwarna hitam.
" Mei, siapkan pedang dan kudaku. Aku mau berburu." Perintah Xian Rong. Mei hanya memainkan jemari khawatir. " Anu, Yang Mulia , hamba mohon jangan berburu. Hamba khawatir terjadi sesuatu pada Yang Mulia."Ujar Mei was was.
Xian Rong tersenyum meyakinkan. " Tenang saja Mei, aku akan berburu babi hutan untuk makan malam nanti."
Nafas Mei makin tak karuan. Hanya pemburu elit yang bisa memburu babi hutan. " Hamba mohon pikirkan ulang Yang Mulia. Resiko amat besar."
" Kau percaya padaku, Mei?"
Mei mengangguk cepat. " Tentu Yang Mulia."
" Kalau begitu siapkan kuda dan ajak beberapa penjaga ikut bersamaku. Siapkan juga peralatan berburu." Perintah Xian Rong dengan tangan bersilang.
" Izinkan Hamba ikut Yang Mulia."
" Terserah kau saja." Timpal Xian Rong ringan.
Mei hanya bisa pasrah dan menurut pada perintah majikan nya. Meski dalam hati ia masih kepikiran. Takut fisik permaisuri lemah.
***
Matahari sore menembus sela dedaunan, menyinari Xian Rong yang duduk tegak di pelana kuda putihnya. Hanfu berburu merahnya berkibar tertiup angin, sabuk kulit hitam di pinggangnya berisi anak-anak panah yang berkilau ujungnya. Hari itu ia tak berniat pulang dengan tangan kosong—meja makan malam harus penuh daging segar.
Bersama tiga penjaga istana dan Mei, pelayan pribadinya, ia menembus jalur sempit di hutan. Udara lembap bercampur aroma tanah basah membuat setiap tarikan napas terasa segar. Daun kering berderak di bawah langkah kuda, hingga tiba-tiba seekor babi hutan besar muncul dari balik semak.
“Siap!” seru Xian Rong. Dua penjaga langsung memacu kuda memotong jalannya. Hewan itu meraung, taringnya berkilau, lalu berlari kencang. Xian Rong berdiri sedikit di pelana, menarik busur, membidik di antara pohon-pohon. Anak panah melesat—syuut!—menembus leher babi. Hewan itu terhuyung lalu roboh, tanah di bawahnya bergetar saat tubuh beratnya jatuh.
Tak menunggu lama, para penjaga mengikat kakinya dengan tali tebal. Dengan tenaga bersama, mereka mengangkatnya dan mengaitkannya ke pelana salah satu kuda.
Buruan pertama aman, tapi Xian Rong belum puas. Mereka melanjutkan perjalanan dan menemukan babi kedua—lebih kecil, namun jauh lebih gesit. Hewan itu memotong jalur di depan mereka. Mei terpekik, sementara Xian Rong memberi isyarat cepat. Seorang penjaga melemparkan tombak dari jarak dekat, melukai kaki belakangnya. Babi itu tersungkur, dan Xian Rong sendiri yang turun dari kuda, menusukkan tombak ke jantungnya hingga hewan itu terdiam.
“Sekarang cukup, Yang Mulia?” tanya Mei sambil terengah.
Xian Rong tersenyum tipis. “Belum. Satu lagi.”
Mereka bergerak lebih dalam ke hutan. Daun kering berderak, disusul suara geraman rendah. Seekor babi hutan ketiga muncul, tubuhnya besar, matanya memantulkan cahaya aneh. Xian Rong segera memacu kuda mengejarnya. Kuda putih itu melesat, melompati akar pohon, sementara anak panah kedua sudah berada di busurnya.
Namun sebelum dilepaskan, babi itu berhenti mendadak. Tubuhnya bergetar, lalu cahaya putih menyelimuti seluruh wujudnya. Para penjaga menahan napas, Mei memegangi lengan pelindungnya. Saat cahaya mereda, di hadapan mereka berdiri seorang pria muda berwajah tampan, rambut perak panjangnya terurai, pakaian lusuhnya robek di sana-sini.
“Siluman…” gumam Xian Rong, busurnya masih terangkat.
Pria itu tersenyum tipis. “Namaku Zhu Lang. Aku tidak ingin mati seperti mereka. Kumohon....”
Xian Rong menatapnya lekat-lekat. “Kalau begitu, kau harus membuktikan gunamu.”
Tampan nya. Untung ga mimisan.Aduh itu baju nya kebuka. Dia dimandiin bentar pasti udah langsung berseriseri. Batin Xian Rong.
***
¹Da hu– jubah luar dengan potongan longgar, biasanya dipadukan dengan celana lebar.
²Ku – celana panjang yang dipakai di dalam untuk memudahkan berkuda.
Happy Reading ❤️ Mohon Dukungan untuk Like Komen dan Subscribe Terimakasih ❤️