NovelToon NovelToon
Bukan Karena Tak Cinta

Bukan Karena Tak Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Guru Berprestasi Dan Fitnah Keji

Pagi itu, suasana di kantor kepala sekolah terasa berbeda bagi Novia. Ia dipanggil menghadap Pak Marzuki, kepala sekolah SMA Negeri tempatnya mengabdi. Awalnya, Novia merasa gugup, khawatir akan ada masalah. Namun, Pak Marzuki menyambutnya dengan senyum ramah dan mempersilakan duduk.

"Bu Novia, saya ingin menyampaikan apresiasi saya," ucap Pak Marzuki, menatap Novia dengan tulus. "Selama ini, saya mengamati kinerja kamu di sekolah ini. Meskipun kamu seorang guru honorer, dengan gaji yang mungkin tidak seberapa, semangat mengajarmu sangat luar biasa."

Hati Novia menghangat mendengar pujian itu. Di tengah segala cibiran dan masalah pribadi yang menimpanya, apresiasi ini terasa bagai embun penyejuk.

"Saya melihat sendiri bagaimana kamu berinteraksi dengan siswa, metode pengajaranmu yang inovatif, dan dedikasimu yang tinggi," lanjut Pak Marzuki. "Jarang sekali saya menemukan guru dengan semangat sebesar kamu, bahkan di antara guru PNS sekalipun. Saya tahu ini tidak mudah, tapi kamu selalu memberikan yang terbaik."

Mata Novia berkaca-kaca. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya. "Terima kasih banyak, Pak. Saya hanya berusaha menjalankan tugas saya sebaik mungkin."

"Dan itu kamu lakukan dengan sangat baik," timpal Pak Marzuki, mengangguk. "Teruslah seperti ini, Bu Novia. Saya yakin suatu saat nanti, kerja kerasmu akan membuahkan hasil yang manis."

Novia pamit undur diri dengan perasaan haru. Apresiasi dari kepala sekolah adalah suntikan semangat yang sangat ia butuhkan saat ini. Ia merasa dihargai, setidaknya di lingkungan profesionalnya.

Kebahagiaan Novia tak berlangsung lama. Begitu ia kembali ke ruang guru, aura tidak menyenangkan langsung menyelimutinya. Bu Rita, dengan wajah cemberut dan tatapan sinis, sudah memulai aksinya. Ia terlihat sedang berbicara dengan beberapa guru senior PNS lainnya, termasuk Bu Ani dan Pak Harun.

"Heh, lihat itu! Si Novia habis dari ruangan kepala sekolah," bisik Bu Rita, matanya melirik tajam ke arah Novia. "Sudah dapat angin segar, ya? Makanya senyum-senyum begitu."

Bu Ani menimpali, "Pasti dipuji-puji, ya, Bu Rita?"

"Dipuji apa?" dengus Bu Rita. "Paling juga sedang cari muka! Dasarnya memang penjilat kepala sekolah!" suaranya sengaja dikeraskan agar Novia bisa mendengar. "Orang seperti dia itu, kalau mau bertahan ya memang harus begitu. Biar dikasih proyek sana-sini, biar tetap dapat jatah mengajar."

Novia yang mendengar tuduhan itu, merasa amarah mulai membuncah dalam dirinya. Ia sudah mencoba bersabar dengan semua gunjingan, tapi kali ini tuduhan itu terasa sangat tidak adil. Ia bekerja keras, tulus mengajar, dan kini usahanya malah diartikan sebagai "menjilat".

"Betul itu, Bu Rita," timpal Pak Harun. "Guru honorer kan memang harus pintar-pintar dekati atasan biar tidak tergeser."

"Lagipula, memangnya pantas apa dia dipuji?" Bu Rita melanjutkan, nadanya meremehkan. "Guru honorer kok bangga sekali. Gajinya saja kecil, mana diceraikan suami pula karena mandul." Ia menekankan kata mandul dengan nada mengejek.

Novia mengepalkan tangannya di bawah meja. Hatinya kembali tercabik-cabik. Ia merasa begitu muak dengan semua tuduhan tak berdasar dan hinaan yang terus-menerus dilontarkan padanya. Rasanya ia ingin berteriak, menjelaskan bahwa ia hanya berusaha menjadi guru yang baik. Namun, ia tahu, berhadapan dengan Bu Rita dan gengnya hanya akan membuang tenaga. Mereka tidak akan pernah mau mendengar kebenaran. Mereka hanya ingin melihatnya jatuh.

Novia memejamkan mata sesaat, mencoba menghela napas panjang. Ia harus kuat. Apresiasi dari Pak Marzuki adalah hal yang nyata, bukan gosip murahan. Itu yang harus ia pegang.

****

Suasana pagi di gang kompleks perumahan itu kembali diwarnai celotehan Diana. Ia berdiri di depan rumahnya, mengenakan gamis mewah yang baru dibelinya, dengan tumpukan gelang emas di pergelangan tangannya. Senyum sombong tak pernah lepas dari bibirnya. Targetnya hari ini adalah Bu Siti dan Bu Tejo, dua tetangga yang kebetulan sedang menyiram tanaman tak jauh dari rumahnya.

"Pagi, Ibu-ibu!" sapa Diana dengan suara melengking penuh keceriaan yang dibuat-buat. "Lagi pada santai, ya? Enak sekali kelihatannya."

Bu Siti dan Bu Tejo saling pandang, sudah paham arah pembicaraan Diana. Mereka tahu ini akan berakhir dengan pameran kekayaan menantu barunya, Karina, dan hinaan terhadap Novia. Namun, mereka tetap membalas sapaan Diana dengan senyum tipis.

"Pagi juga, Bu Diana," jawab Bu Siti.

"Iya nih, Bu Diana. Biasa, merawat tanaman," timpal Bu Tejo.

Diana mendekat, mengibas-ngibaskan tangannya yang penuh perhiasan. "Alhamdulillah, ya, Ibu-ibu. Sekarang ini saya tidak pusing lagi memikirkan segala macam. Semua sudah ada yang mengurus." Ia sengaja menghela napas panjang, seolah sedang bersyukur atas nasib baiknya.

"Memangnya ada apa, Bu Diana?" tanya Bu Siti, pura-pura tidak tahu.

"Ada apa lagi kalau bukan karena menantu saya yang baru, Karina!" seru Diana, nadanya penuh antusiasme. "Dia itu memang anak emas, Ibu-ibu. Kemarin dia bilang, dia mau belikan saya mobil baru!"

Mata Bu Siti dan Bu Tejo membelalak kaget. Mobil baru? Itu bukan main-main. Sebuah tanda nyata dari kekayaan.

"Betul! Dia tanya saya, mau mobil warna apa, model apa," Diana melanjutkan, suaranya makin tinggi. "Katanya biar saya tidak repot kalau mau pergi-pergi. Tidak perlu lagi nunggu-nunggu jemputan atau naik angkot. Benar-benar perhatian sekali ya, menantu saya ini."

Diana menatap Bu Siti dan Bu Tejo dengan tatapan meremehkan. "Beda sekali sama yang dulu. Boro-boro mau belikan mobil. Suruh bantu-bantu sedikit saja susahnya minta ampun. Yang dulu itu kan cuma guru honorer! Gajinya kecil, mana sering dirapel pula. Hidupnya saja susah, apalagi mau belikan orang lain mobil!" Ia terkekeh sinis, seolah menghina Novia adalah hiburan tersendiri baginya.

"Memang dasar menantu tidak berguna! Bisanya cuma nyusahin saja! Mana mandul lagi!" tambahnya, menekankan kata mandul dengan nada jijik. "Pokoknya, kalau sekarang saya mau jalan-jalan ke mana-mana, sudah ada mobil baru! Tidak perlu takut kehujanan atau kepanasan. Ibu-ibu jangan iri ya!"

****

Novia membereskan mejanya di ruang guru dengan langkah gontai. Pikirannya masih dipenuhi gunjingan Bu Rita dan tekanan dari surat panggilan mediasi perceraian. Ia hanya ingin cepat pulang dan beristirahat.

Namun, saat ia melangkah keluar gerbang sekolah, sebuah mobil sedan hitam kembali terparkir di sana. Kenzi sudah berdiri di samping mobilnya, memegang kotak kue di tangannya. Senyum ramah mengembang di wajahnya saat melihat Novia.

"Bu Novia! Baru pulang?" sapa Kenzi. "Saya kebetulan lewat. Ini, saya bawakan kue. Tadi sempat mampir ke toko kue favorit saya, ingat kalau Anda suka yang manis-manis."

Novia terkejut sekaligus tidak enak hati. Kehadiran Kenzi di depan sekolah, di jam pulang, sudah pasti menarik perhatian. Ia melirik sekeliling. Beberapa guru yang belum pulang, dan beberapa siswa yang masih menunggu jemputan, mulai melirik ke arah mereka dengan pandangan penasaran.

"Astaga, Pak Kenzi. Kok repot-repot sekali?" ujar Novia, merasa tidak nyaman. Ia mencoba tersenyum, meski hatinya gelisah. "Terima kasih banyak, tapi..."

"Tidak merepotkan sama sekali, Bu Novia," potong Kenzi lembut. "Saya tahu Anda pasti lelah seharian mengajar. Semoga kue ini bisa sedikit menghibur." Ia mengulurkan kotak kue itu.

Novia akhirnya menerima kue itu, merasa serba salah. Kebaikan Kenzi memang tulus, tapi situasi ini sangat canggung baginya.

****

Tak jauh dari mereka, di balik gerbang sekolah, Bu Rita menyaksikan seluruh adegan itu. Matanya menyala penuh api kebencian. Dengan cepat, ia mengeluarkan ponselnya dan mulai merekam Novia dan Kenzi secara diam-diam. Senyum sinis terukir di bibirnya. Ini adalah amunisi baru untuk menjatuhkan Novia.

"Lihat saja, Bu Ani! Dia itu tidak tahu malu!" bisik Bu Rita pada Bu Ani yang berdiri di sampingnya, juga ikut merekam. "Pura-pura polos, padahal di belakang sekolah sudah punya simpanan! Baru juga mau cerai, belum resmi jadi janda, sudah berani berzina di depan umum!"

Bu Rita mematikan rekamannya dengan puas. "Ini harus saya laporkan ke Kepala Sekolah!" katanya tegas. "Tidak bisa dibiarkan guru seperti dia mencoreng nama baik sekolah! Akan saya pastikan dia dipecat! Penjilat, mandul, dan sekarang suka berzina! Lengkap sudah!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!