pertemuan yang membuat jatuh hati perempuan yang belum pernah mendapatkan restu dari sang ayah dengan pacar-pacar terdahulunya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Laila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Acara fashion show pertama Hera di luar negeri selesai sudah. Tak sedikit juga yang menaruh perhatian dan antusias pada brand yang terbilang baru ini. Tak sedikit pula majalah fashion yang mewawancarai Maharani. Dia benar-benar melewati ulang tahunnya tahun ini bersama rekan-rekannya yang sudah bekerja keras menyiapkan ini semua.
Maharani meneraktir semua karyawannya yang ikut -Ami, Kana yang merupakan designer Hera, dan beberapa staff lainnya- sebagai bentuk ucapan terima kasih atas kerja keras mereka sekaligus merayakan ulang tahunnya.
Gadis yang baru saja berumur 26 tahun itu pulang ke hotel dengan perasaan senang. Setelah mandi dan merebahkan tubuhnya di kasur, Marahani mengecek semua socmed dan chat-nya di penuhi orang-orang yang mengucapkan selamat ulang tahun dan mendoakannya.
“Halo, birthday girl,” sapa Baskara melihat wajah Maharani dari layar ponsel. Gadis itu langsung menghubungi Baskara setelah membaca chat dari pria itu.
“Gua seneng banget hari ini, Kak.”
“I’m happy for you, too”
“Dan makasih juga buat doanya, Kak.”
Baskara tersenyum menatapi layar ponselnya yang menunjukkan wajah penuh kebahagiaan Maharani.
“Eh, di sana bukannya udah dini hari?” Maharani baru tersadar melihat sekarang sudah menunjukkan pukul 12.25 dini hari waktu Paris. “Lo gak tidur?”
“Udah subuh di sini, Ra. Habis sholat juga gua.”
“Calon imam idaman banget sih,” ledeknya diikuti gelak tawa.
“Lo gak istirahat?”
“Mau. Tapi mau telpon lo.”
“Lo balik kapan?”
“Lusa. Besok mau jalan-jalan dulu sama anak-anak.”
“Kabarin ya nanti biar gua jemput.”
“Serius?”
“Iya.”
“Tapi gak usah, Kak. Nanti gua di jemput supir kok, Kak.”
“Yaaah.”
“Kenapa? Lo udah gak sabar ya pengen ketemu gua.”
“Iya, aku kangen sama kamu,” ucapnya santai tapi berhasil membuat jantung Maharani berdebar ribuan kali lebih cepat.
Aku-kamu
Kangen
Baskara menyerangnya dengan bertubi-tubi.
Setelah ulang tahun Baskara, mereka tidak pernah bertemu lagi. Hanya bertukar pesan dan sesekali telponan. Maharani sibuk untuk persiapan fashion week-nya dan Baskara juga dipenuhi dengan pekerjaan dan penutupan keuangan juga bonus untuk karyawan Raghamy.
“Gua rasa lo masih ngantuk, Kak. Ngelantur,” katanya berusaha mengucapkan hal itu setenang mungkin. Dari layar itu, dia melihat wajah bahagia Baskara dan suara tawanya. “Lo ada schedule apa hari ini?”
“Hari ini gak ada jadwal keluar, jadi paling di kantor aja. Bahas konsep untuk renovasi kantor dan mess karyawannya ADT yang di Kalimantan sama Jemmy, Ghani. Gitu-gitu paling.”
“Oh iya, gua denger dari Kak Dona soal project itu.”
“Istirahat, Ra. Udah malem.”
“Temenin.”
“Ganti telpon ya. Gue sambil lari pagi. Gak apa-apa, kan?”
“Gak apa-apa.”
Perbincangan mereka terus berlanjut. Saling tukar cerita sampai Baskara tak mendapat respon lagi dari Maharani. Dia tersenyum dan berkata, “have a nice dream, baby boss,” dan mematikan panggilan telpon itu. Melanjutkan larinya dua putaran lagi sebelum pulang, bersiap ke kantor dan sarapan bersama Ibunya.
...♥...
Sore datang. Maharani langsung bergegas mandi dan berganti pakaian. Jeans dan oversize tee. Memulas wajahnya dengan bedak, eyeliner, maskara, dan lipstick peach. Tak lupa browcara dan pensil alis agar alisnya terlihat lebih rapi dan blush coral yang dia poleskan di pipinya.
“Ra,” suara sang Ibu membuka pintu kamar Maharani. “Cantik banget anak Ibu,” katanya duduk di kasur besar sang anak.
“Aku kangen sama Ibu,” ucap Maharani manja, memeluk Ibunya dari samping.
“Kangen sama Ibu tapi udah punya rencana makan malem sama cowok,” goda sang Ibu dan mendapati wajah anak tengahnya menyengir lebar. “Baskara udah di bawah tuh. Sana temuin.”
Maharani berdiri dan mengambil tas juga ponselnya. Tak lupa oleh-oleh yang sudah dia siapkan untuk pria itu. Dia berjalan menuruni anak tangga dengan senyum yang tak hilang dari wajahnya.
“Hai, Kak.”
“Nah ini dia anaknya,” kata Andi yang sedari tadi menemani Baskara di ruang tamu.
“Aku pergi ya, Yah, Bu,” pamit Maharani salim kepada kedua orang tuanya.
“Sebelum jam 11, saya antar Ara pulang, Pak, Tante,” kata Baskara yang juga ikut salim.
Retno terkekeh dan berkata, “iya, hati-hati di jalan ya. Gak usah kebut-kebutan.”
“Iya, Tante.”
“Jangan ngerepotin Baskara loh, Ra,” pesan sang Ayah.
“Ih Ayah, aku kan bukan anak kecil. Udah ah, aku berangkat ya. Assalamu’alaikum.”
Begitu mereka di dalam mobil Baskara, pria itu meraih ke jok belakang dengan tangannya yang panjang dan mengambil sekotak hadiah yang di bungkus kertas kado berwarna hijau dan pita merah.
“For you,” katanya.
“Wah. Udah kayak natalan warnanya,” tawanya, “makasih banyak, kaaaaaak.”
Baskara menjalankan mobilnya dan menatap mata Maharani sesaat sambil mengembangkan senyumnya dan menganggukkan kepala. “Buka ya.”
Begitu kertas kado itu terlepas, mata Maharani terlihat sangat berbinar. Penuh kaget dan senang. Bahkan senyum tak pudar dari wajahnya. Baskara memberikan ipad pro 512gb sebagai hadiah ulang tahunnya.
“Ipad.”
“Lo bilang kan ipad lo rusak.”
“Iyaaaaaa. Makasih banyaaaaaak. Gue bakal pake dan jaga dengan segenap hati,” katanya tersenyum lebar membuat Baskara juga ikut tersenyum.
Selama di jalan, Maharani menceritakan banyak hal selama di Paris kemarin. Kesibukkannya, stressnya, pusingnya, atau bagaimna rasa jantungnya yang berdegup dengan kencang bercampur dengan rasa bangga.
“Silakan, Baby Boss,” katanya jenaka membukakan pintu untuk Maharani setelah memarkirkan mobilnya di salah satu tanah lapang di daerah h. nawi. Ada nasi goreng dan sate madura di sana.
Baskara memesan 2 porsi sate ayam lengkap dengan nasi untuk mereka berdua.
Obrolan diantara mereka bergulir. Cerita tentang pengalamannya di Paris terus bergulir dari gadis itu. Baskara pun tak kalah antusias mendengarkan dan menaggapinya. Baskara tak henti menatapi gadis yang duduk di sebelahnya. Dia ingin ada di moment itu lebih lama. Melihat senyum, mata yang penuh binar dan suara penuh ceria saat menceritakan semua hari-harinya.
“Mau kemana lagi abis ini? Mau langsung balik?” tanya Baskara melihat Maharani menghabiskan makannya.
“Buru-buru amat sih, Kak.”
“Kangen lo sama gua?” guyon pria tinggi itu.
“Kangen lah,” katanya cukup membuat Baskara tertawa dan mengusap lembut belakang rambut gadis itu.
“Gue bayar dulu ya.”
Maharani menyusul Baskara yang menunggunya di luar tenda. Mengenakan seatbelt begitu mereka masuk ke mobil dan menghembuskan nafasnya.
“Kenapa? Kekenyangan?” tanya Baskara sambil mengemudikan mobilnya.
“Kenyang,” cengirnya. Setelah itu dia hanya menikmati lagu yang mengalun dan jalanan dari jendela di sisi kirinya.
“Mikirin apa?” tanya Baskara.
“Kayaknya gue mau cabut time out-nya, Kak,” ucap Maharani menatap Baskara yang fokus dibalik kemudi.
“Gue boleh ngajak lo nge-date?” tanya Baskara menatap Maharani sesaat sebelum kembali menatap jalanan.
“Please date me, Kak,” balasnya.
Baskara meraih tangan kanan Maharani dan menggenggamnya.
“Thank you, Ra. I’ll wooing you properly this time,” ucapnya berhasil membuat pipi Maharani merona.
...♥...