NovelToon NovelToon
Duda Dan Anak Pungutnya

Duda Dan Anak Pungutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Duda
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7

Di Sekolah

Carol mencoba untuk belajar dengan tenang, tapi Mario terus mengganggunya hingga Carol merasa risih.

“Hai, Carol.”

Carol hanya diam saat Mario memanggilnya, karena ia tidak suka jika Mario terus mengganggunya.

“Kemarin itu siapa sih? Kenapa dia ganggu kita? Aku nggak suka om-om itu lihat kamu. Dia ada maksud jahat, tahu! Hati-hati deh kamu.”

“Kayaknya kebalik deh. Yang jahat itu kamu, bukan om-om itu. Lagian kamu nggak kenal dia, jadi gimana bisa kamu bilang dia jahat? Otak kamu di mana, saat kamu membicarakan orang yang bahkan diri kamu aja nggak kenal siapa dia?”

Mario bingung kenapa Carol terkesan marah sekali ketika membahas pria itu. Apa selera Carol memang pria tua?

Lantas kenapa Mario tidak senang mendengarnya? Mario merasa Carol hanya miliknya seorang. Tidak boleh ada yang merebut, apalagi sampai mengambilnya.

Bila Carol jatuh ke pelukan om kemarin, Mario tidak akan memaafkan dirinya sendiri sampai kapan pun.

“Carol, sini, dengarin aku.”

Mario menggenggam erat kedua tangan Carol. Carol menatap ke arah Mario yang ada di depannya.

Walau Mario terkesan mengganggu, entah kenapa melihat Mario yang baik dan perhatian seperti itu membuatnya tampak lebih lembut di mata Carol — meski aslinya tidak baik dan pernah mencelakakan Carol tanpa sadar.

Carol selalu berusaha untuk tidak terlalu dekat dengan Mario, karena papa juga melarangnya. Omongan papa selalu benar: bila pria tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, pria itu akan terus mengejar. Tapi bila sudah mendapatkannya, biasanya dia tidak akan menginginkan wanita itu lagi.

Di mata pria yang tidak serius, wanita hanyalah barang yang bisa dibeli dengan uang, lalu dibuang ke tong sampah bila sudah bosan.

Carol tidak mau dirinya diperlakukan seperti itu. Ia yakin akan menemukan pria yang baik, yang dapat menghargainya.

“Aku bicara sama kamu! Kamu dengar nggak sih? Jangan-jangan kamu malah suka sama om itu, ya?”

Carol melepaskan genggaman tangan Mario dan sontak menamparnya tanpa sadar.

“Mau aku sama siapa pun, itu hak aku! Bukan hak kamu! Lantas kamu nggak perlu ikut campur, karena aku sendiri nggak pernah mau ikut campur dalam urusan kamu. Mengerti?”

Carol langsung pergi dari hadapan Mario. Mario hanya diam dan tidak marah sama sekali saat Carol menamparnya.

Semua orang menatap Carol dengan tatapan sinis, seolah Carol berani sekali menolak Mario. Padahal Mario adalah kapten basket, idola banyak wanita, bahkan sempat dikabarkan berpacaran dengan gadis cantik di sekolah itu.

Carol yang tidak terlalu cantik tapi berani menolak Mario, kini hanya diam. Ia tidak berani berbicara pada siapa pun. Carol hanya berharap bisa lulus tepat waktu agar bisa bebas dari lingkungan seperti ini.

Carol selama ini bersekolah dengan baik dan benar, agar papanya selalu menyayanginya. Tapi bila suatu saat papanya sudah tidak peduli, Carol merasa dirinya bisa melakukan hal-hal di luar nalar.

Selama di kelas, Carol selalu aktif menjawab pelajaran. Hingga suatu hari, ada guru bernama Beno yang menyukai Carol. Beno memanggil Carol ke ruangannya saat sore hari.

Anton yang masih di kantor tidak tahu apa-apa, tapi ia selalu menyuruh pengawal untuk mengecek keadaan Carol di sekolah.

Saat Carol masuk ke ruangan Beno, fokus Anton di kantor mendadak hilang.

“Pak, maaf. Nona Carol masuk ke ruangan guru pria bernama Beno. Usianya sekitar 45 tahun.”

“Mau diapakan anak saya? Awasi terus, jangan sampai lolos.”

“Baik, Pak.”

Di dalam ruangan, Beno sengaja beberapa kali menyentuhkan tangannya ke tubuh Carol. Carol merasa risih saat membantu Beno dan ingin segera keluar dari sana.

Setelah semua pulang, Carol hendak pulang juga, tapi ditahan oleh Beno yang sudah tidak tahan melihat Carol. Saat Beno ingin bertindak lebih jauh, Carol menjerit keras dan berlari keluar hingga tangannya lebam.

Pengawal Carol langsung masuk dan menahan Beno, takut jika ada korban lain.

Sejak kejadian itu, Carol jadi takut ke sekolah. Pengawal pun segera melapor pada Anton.

Anton memahami perasaan Carol. Ia tahu, anaknya pasti sangat ketakutan. Carol meminta pengawal untuk tidak memberitahu siapa pun. Ia berterima kasih karena pengawal itu telah menolongnya.

Saat di rumah, Anton sudah pulang duluan. Melihat penampilan Carol yang berantakan, Anton hanya diam. Carol mengurung diri di kamar, tidak mau keluar dan terus ketakutan. Anton akhirnya memutuskan bekerja dari rumah untuk menemaninya.

Mario sempat datang ke rumah dengan alasan ingin menjaga Carol, tapi Anton menyuruh pengawal agar Mario tidak diizinkan masuk.

Anton mencoba mengetuk kamar Carol. Ia tidak mau memaksa anaknya, hanya ingin menunjukkan bahwa ia ada di sana. Anton tahu betul bagaimana perasaan Carol dan berharap anaknya tidak trauma.

Menghilangkan rasa trauma memang tidak mudah. Carol memang tidak sempat diapa-apakan, tapi dilecehkan — tubuhnya disentuh dan hampir dicium oleh Beno.

Setiap kali mengingat itu, Carol ketakutan. Anton yang menunggu di depan kamar akhirnya melihat Carol keluar. Ia tersenyum lembut, lalu Carol langsung memeluk Anton dengan erat.

Anton tidak menanyakan apa pun, karena tidak ingin menambah beban di hati Carol.

“Sayang, ayo makan,” ucap Anton lembut.

Carol lebih diam dari biasanya. Ia tidak banyak bicara. Anton akhirnya menggendong Carol di punggungnya.

Melihat Anton yang begitu sabar dan penyayang membuat Carol merasa nyaman dan aman.

“Sayang, ini makan. Mau papa suapin?”

Carol duduk di pangkuan Anton, lalu mengangguk. Ia makan perlahan sambil menangis. Carol berharap Anton tidak tahu, tapi rasa takut dan sakit itu sulit hilang.

Carol bingung bagaimana cara melupakan kejadian itu. Ia memukul dirinya sendiri.

Anton yang melihatnya langsung menahan kedua tangan Carol dan memeluknya erat.

“Sayang, kamu kenapa? Kan ada papa di sini. Kamu takut sama papa? Kamu mau papa menjauh dari kamu?”

Carol mendengar itu dan merasa sesak di dadanya. Anton mencoba menenangkannya sambil mengusap air mata Carol.

“Tidak apa-apa. Kamu cerita nanti aja, pas kamu sudah siap, ya? Papa tunggu. Tenang aja, nggak boleh ada yang sakitin kamu lagi. Papa minta maaf karena nggak bisa jaga kamu dan malah bikin kamu terluka. Sekali lagi, papa minta maaf, sayang.”

Carol yang mendengarnya langsung menangis. Ia tahu papanya sudah tahu segalanya.

Anton tidak menahan tangis Carol, karena ia tahu itu lebih baik daripada memaksa Carol bicara.

Setelah makan, Anton mengajak Carol menonton TV sambil memesan makanan dari luar.

Pengawal yang melihat kedekatan bos dan anaknya merasa iri. Anton yang sibuk masih sempat melakukan segalanya demi kebahagiaan Carol.

Anton tahu, yang paling dibutuhkan Carol saat ini adalah dirinya, bukan orang lain.

Carol merasa sangat beruntung memiliki papa seperti Anton — baik, lembut, dan penyayang. Ia bahkan merasa bodoh karena pernah berpikir menyukai papanya sendiri.

Harusnya pikiran itu dibuang jauh-jauh, karena tidak mungkin seorang ayah bisa pacaran dengan anaknya. Mereka satu darah. Pikiran itu hanya muncul dari Carol, bukan dari Anton.

Anton merasa bingung, kenapa Carol terus menatapnya.

“Muka papa kenapa, sayang? Kok kamu lihat terus? Nanti bolong nih muka papa kamu lihat terus,” ucap Anton sambil tersenyum.

Carol tertawa kecil, mengusap pipi papanya, lalu memeluk Anton erat.

Anton hanya diam, membalas pelukan itu, sambil mengusap punggung Carol dengan lembut agar anaknya merasa tenang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!