NovelToon NovelToon
Bukan Upik Abu

Bukan Upik Abu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Konglomerat berpura-pura miskin / Menyembunyikan Identitas / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:752
Nilai: 5
Nama Author: Ceriwis07

Mereka melihatnya sebagai Upik Abu. Mereka salah besar. Regina adalah CEO muda yang menyimpan rahasia besar. Di rumah mertua, ia menghadapi musuh yang tak terlihat dan cinta yang diuji. Mampukah ia mengungkap kebenaran sebelum terlambat? Ataukan ia akan kehilangan segalanya? Kisah tentang cinta, keluarga, dan rahasia yang bisa mengubah takdir seseorang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan Upik Abu Eps 7

Sore itu, rumah Ketua RT ramai oleh warga yang berkumpul. Arisan dan pengumpulan uang kas bulanan menjadi agenda rutin, mempererat tali persaudaraan di lingkungan tersebut. Rumah Ketua RT, yang terletak di seberang rumah Bu Sundari.

Bu Sundari dan Regina sudah hadir, di rumahnya, Mira bersiap untuk pergantian shift kerja. Sementara Sandra, sedang mengunjungi orang tuanya sejak beberapa hari lalu.

Kemudian, muncul Bu Broto. Dengan dandanan menor dan dua preman di belakangnya, ia menebar aura intimidasi. "Permisi!" teriaknya sambil mengipasi wajahnya yang memerah karena panas.

"Ya, cari siapa?" tanya Mira, matanya masih fokus pada ponsel, belum menyadari siapa yang datang.

"Jangan pura-pura bodoh! Kamu tahu kenapa saya datang! Hutangmu sudah jatuh tempo!" Suara Bu Broto memecah keheningan.

Warga yang berkumpul menoleh karena penasaran. Beberapa mendekat, ingin tahu apa yang terjadi. Bu Sundari dan Regina memilih untuk pulang, agar mereka tahu apa yang terjadi.

Mira merasa terpojok, melihat Regina dan mertuanya pulang. Ia punya ide untuk lepas dari masalah ini. Ia menunjuk Regina yang berjalan mendekat. "Coba tanya sama dia! Mungkin dia yang punya hutang sama Ibuk! Dia itu suka pinjam uang tapi nggak pernah bayar!"

Regina mengerutkan kening, bingung. "Aku?" lirihnya.

"Iya! Kalau aku bilang tidak punya hutang ya tidak punya! Lagian mana mungkin aku punya hutang, wong suamiku kerja, aku pun kerja," ucap Mira dengan nada tinggi.

"Jangan mengelak! Jangan kira saya tidak tahu kamu pinjam uang sama saya!" balas Bu Broto.

"Lah, Mbak Mira ini bagaimana toh? Wong Bu Broto carinya Mbak Mira, kok bukan Mbak Regina. Ya, pasti yang punya hutang Mbak Mira lah," celetuk Bu Asti, tetangga yang selalu bicara apa adanya.

Mira memilih masuk ke dalam rumah, meninggalkan Bu Broto, mertua, dan para tetangga yang menonton. Ia ingin menghindar, karena malu membuatnya tidak nyaman.

"Maaf, Buk, bisa saya lihat catatannya?" tanya Regina lembut.

Bu Broto menyerahkan buku catatannya. Regina dan Bu Sundari melihat catatan utang-piutang atas nama Mira, lengkap dengan tanggal, bulan, dan tahunnya. Total hutang Mira mencapai belasan juta. Bu Sundari hanya bisa mengelus dada, mencari cara untuk membantu Mira melunasi hutangnya.

"Pulang dulu ya, Buk, biar saya bujuk Mira supaya mau bayar utangnya ke Ibuk," mohon Bu Sundari.

Melihat Bu Sundari yang memelas, Bu Broto menghela napas. "Sampean itu terlalu sabar, Buk, sama menantu. Semoga menantu Ibuk yang itu bisa sayang sama Ibuk," ucap Bu Broto sambil menunjuk Regina.

Bu Broto sering mendengar cerita tentang kedua menantu Bu Sundari. Namun, ia melihat sendiri bagaimana Regina membeli banyak makanan untuk dinikmati bersama Bu Sundari.

Saat ia sedang makan bakso, Regina datang dengan motornya. "Mang, masih banyak?" tanya Regina pada penjual bakso, saat Bu Broto sedang menunggu pesanannya.

"Masih banyak, Neng," jawab penjual bakso.

Regina mengeluarkan sepuluh lembar uang ratusan ribu dan menyerahkannya pada penjual bakso. "Ini cukup, Mang, buat beli semua? Tapi, Mamang ke rumah mertua saya, ya."

Penjual bakso menerima uang dari Regina dengan senang hati. "Rumahnya di mana, Neng?" tanyanya.

"Rumah Bu Sundari, Mang. Cepat ya," ucap Regina sambil menyalakan motornya dan pulang, meninggalkan Bu Broto dengan kesan mendalam.

Akhirnya, Bu Broto dan kedua preman yang mengawalnya pergi, meninggalkan rumah Ketua RT. Tak lama kemudian, Indra tiba di rumah dengan motor Nyamuknya, memecah keheningan. Pemandangan para warga yang masih berkumpul di depan rumah ibunya membuatnya heran.

"Ada apa, Buk?" tanya Indra setelah turun dari motornya.

"Ini, Mas Indra, Mbak Mira ditagih hutang sama Bu Broto," ucap Bu Asti, menjawab pertanyaan Indra dengan nada prihatin.

Kening Indra berkerut dalam, tanda kebingungan dan kekhawatiran. Mira keluar dari rumah, bersiap untuk berangkat kerja. "Eh, sudah pulang, Mas?" tanya Mira, mencoba bersikap biasa.

"Duduk," perintah Indra dengan suara berat, pertanda amarah mulai membara.

"Kenapa, Mas? Aku sudah telat ini," ucap Mira, mencoba mengelak. Ia tahu betul suaminya akan menanyakan hal yang sama, dan ia belum siap dengan jawaban yang akan ia berikan. Ia terpaksa berhutang karena ingin memenuhi gaya hidupnya yang penuh dengan tuntutan gengsi.

"Duduk!" teriak Indra, suaranya menggelegar, sambil menarik kasar tangan Mira hingga terduduk di kursi.

"Indra!" tegur Bu Sundari, mencoba menenangkan putranya.

"Ibuk sama Regina masuk, biar saya bicara dengan Mira," ucap Indra tanpa mengalihkan pandangannya dari Mira. Wajahnya memerah padam, berusaha memendam amarah yang sudah di ubun-ubun.

"Di kamar saja, di sini banyak tetangga, dan hari juga sudah mulai gelap," Bu Sundari mengingatkan, khawatir dengan apa yang akan terjadi.

Indra menarik lengan Mira, mengajaknya masuk ke dalam rumah. "Sakit, Mas!" teriak Mira, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman suaminya.

Para warga pun dibubarkan oleh Pak RT yang kebetulan baru pulang dari sawah, membawa serta kedamaian yang sempat terusik. Bima pun tiba di tempat kejadian, raut wajahnya menunjukkan kebingungan.

"Kenapa?" tanyanya pada Regina, mencari jawaban atas keributan yang terjadi.

Regina memilih untuk mempercepat langkahnya masuk ke rumah, meninggalkan Bima yang terheran-heran.

Bima mengikuti Regina yang masuk ke kamar. Regina sudah duduk di kasur, memainkan ponselnya dengan gelisah.

Bima menyerahkan kantong kresek putih yang ia bawa. "Nih," ucap Bima singkat, tanpa menatap Regina.

Regina terdiam, namun tidak langsung membuka kantong kresek tersebut hingga Bima keluar dan menghilang dari balik pintu. Barulah ia membuka kantong kresek itu dengan rasa penasaran yang membuncah.

Isinya ada minuman khusus untuk wanita yang sedang datang bulan, beberapa camilan ringan, dan cokelat barang-barang kesukaan Regina. Senyumnya mengembang, menghangatkan wajahnya yang tadi tegang.

"Terima kasih," ucap Regina lirih, nyaris tak terdengar. Bima yang mengintip di depan pintu tersenyum lega.

Meskipun Regina sedang marah, tapi ia tidak seperti perempuan lain yang akan membuang pemberian orang yang membuatnya kesal.

Bima memilih untuk membersihkan diri, menyegarkan tubuhnya dari peluh dan penat. Saat ia membuka pintu kamar mandi, matanya menangkap pemandangan meja makan yang telah dihiasi hidangan lezat oleh tangan Regina. Sebuah ide nakal tiba-tiba menari-nari di benaknya. Dengan langkah ringan, ia sengaja menyelinap pergi, meninggalkan Regina di dapur dengan sejuta tanya.

"Heh... mau ke mana?" tanya Regina, suaranya sedikit meninggi.

Bima berpura-pura tuli, memasang wajah tanpa dosa, padahal ia setengah mati menahan tawa mendengar omelan Regina yang mulai terdengar dari arah dapur.

Mau tak mau, Regina menyusul Bima ke kamar. Tanpa basa-basi, Regina langsung membuka paksa pintu kamar yang ternyata tidak terkunci. "Aaaaaaakh....." Regina menjerit kencang, suaranya memecah keheningan malam.

Ada yang tahu Regina teriak kenapa?

Bukan Upik Abu

Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar, like mu semangat ku ❤

1
🚨🌹maly20🌹🏵️
Bagus banget nih novel, author terus berkarya ya!
Ceriwis: Alhamdulillah 😍 terimakasih ❤️
total 1 replies
Azure
Endingnya puas. 🎉
Ceriwis: Alhamdulillah 😍 kalau kakak puas 😄
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!