”Semua orang tahu, kalau cuma ada lima Big Boss di Marunda. Arnold, Baek, Kim, Delaney, sama Rose. Lima keluarga itulah yang berkuasa di North District, dan enggak ada satu pun yang berani melawannya.”
Season: I, II, ....
જ⁀➴୨ৎ જ⁀➴
Begitu keluar dari toilet, tiba-tiba ada pintu kantor yang terbuka di sebelah kananku. Refleks, aku pun menengok ke arah suara itu. Dan seketika, hawa dingin langsung menjalar ke tubuhku.
Aku melihatnya dengan jelas, Remy Arnold sedang memegangi leher seorang laki-laki. Aku enggak bisa dengar apa yang mereka bicarakan, tapi saat Big Jonny keluar dari ruangan, aku lihat Remy menusukkan pisau ke tenggorokan lelaki itu.
"Ya, Tuhan!" Teriakanku pun langsung membuat Big Jonny menengok ke arahku. "Sial!"
Aku harus kabur, tapi bahkan belum sampai melangkah, tangan kasarnya sudah meraih lenganku dan menyeretku ke dalam kantor itu.
Enggak.
Enggak.
Enggak.
“Ampun. Aku enggak lihat apa-apa!” mohonku.
Big Jonny pun cuek saja, dan itu membuatku makin panik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
I. Kenapa Rainn, Kenapa?!
...୨ৎ R E M Y જ⁀➴...
Salah satu penjaga menemukan sedan itu. Setelah menggeledah mobil, barang-barang Rainn pun ketemu di kursi belakang.
Sinyal pelacak hilang sepuluh menit yang lalu, berarti mungkin dia sudah naik pesawat. Atau cincinnya hancur, tapi kayaknya enggak mungkin.
“Cari tahu penerbangan apa yang diambil Rainn!” teriakku waktu kembali ke Mobil.
“Kita mau kemana?” tanya Big Jonny sambil mengambil barang bawaan Rainn.
"Ke jet pribadi. Kita harus terbang sekarang juga."
“Kabari aku kalau kalian udah tahu penerbangannya, langsung telpon.” Big Jonny teriak ke Blink yang sudah lari ke arah pintu masuk bandara. Dia memberikan isyarat kalau dia dengar.
Ya Tuhan, cepatlah, jangan lari terus biar aku bisa kejar.
Kita balik ke mobil, dan saat Big Jonny mengebut ke jet pribadi, aku sempat menelepon pilot biar mereka siapkan bahan bakar dan siap-siap lepas landas.
Astaga.
Harapanku cuma satu, semoga dia naik penerbangan transit, bukan penerbangan langsung, agar aku masih sempat mengejarnya. Karena jet pribadiku enggak bisa rute jarak jauh dan harus sering transit.
Aku juga harus kasih tahu bos-bos Marunda lainnya tentang apa yang baru saja terjadi. Saat aku menelpon, suara di seberang sana langsung diangkat.
...📞...
^^^"Jadi, gimana kabarnya?"^^^
Suara Cavell penasaran.
“Aku ada kabar buruk,”
“Om sama Tanteku udah meninggal. Mereka mengkhianatiku.”
^^^"Ya Tuhan, Remy!"^^^
^^^“Aku turut prihatin, Bro. Kamu butuh apa?”^^^
"Tunggu dulu. Mungkin aku perlu bantuan buat nyari Rainn."
^^^"Kenapa dia enggak bareng kamu?"^^^
"Aku belum tahu banyak apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia kabur waktu Om aku meninggal. Dia pasti trauma, mungkin sekarang ini dia enggak bisa mikir jernih."
^^^“Sial,”^^^
^^^“Kamu mau aku yang nyariin?”^^^
“Enggak. Aku bisa atur semuanya.”
^^^"Kamu mau pulang?"^^^
“Ya,”
“Begitu aku dapatin Rainn, aku mau ada pertemuan.”
^^^"Oke. Mau aku kasih tahu yang lain?"^^^
"Silakan. Aku hargain itu."
^^^"Beres. Aku ada buat kamu."^^^
"Makasih."
Panggilan selesai.
Big Jonny parkir mobil di samping jet pribadi. Aku pun turun, menggoyangkan bahu sendiri untuk menghilangkan ketegangan yang dari tadi enggak mau pergi. Pandanganku ke arah pilot yang sedang lari menuruni tangga.
“Tuan Arnold, kita sudah siap lepas landas dalam tiga puluh menit,” katanya, aku cuma mengangguk, lalu naik ke jet, duduk, dan taruh tangan di muka.
Ya, ampun.
Pikiranku berputar-putar, mereka ulang semua apa yang terjadi. Aku sandarkan kepala, mataku melek setengah.
Aku yakin Rainn pasti ketakutan setengah mati.
Berengsek.
Selama ini aku sudah bersusah payah untuk menjamin dia agar merasa aman. Tapi kenapa jadi begini, kenapa justru aku membuatnya terbirit-birit begini. Sebenarnya aku bisa saja dengan mudah menemukannya, meski dia bersembunyi di lubang cacing sekalipun. Tapi yang jadi masalah, aku enggak bisa menjamin keadaan kita tetap baik-baik saja. Aku hampir saja membuatnya luluh denganku.
Sial.
Sial.
Sial.
Semoga saja kejadian ini enggak bikin dia takut sama aku lagi.
Big Jonny duduk di depanku, mukanya tegang. “Aku baru aja ngomong sama Blink. Rainn bakal ke Denpasar.”
Keningku langsung berkerut. “Kenapa ke sana?”
"Itu penerbangan pertama yang tersedia."
“Kasih tahu pilot,” bisikku pelan. Aku memandang ke luar jendela. Keinginan buat peluk Rainn tiba-tiba jadi begitu kuat sampai dadaku sesak.
cepetan update lagi ✊